Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
RESUME PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 24-01-2019

Deri Darmawansyah

Pasal 222 UU Pemilu

Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1) dan
ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UUD
Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan
Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 222 UU PEMILU dalam permohonan a
quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai
berikut:

[3.3.2] Bahwa Pemohon telah melakukan perbaikan permohonannya
sebagaimana telah diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 30
November 2018 dan diperiksa dalam sidang pemeriksaan perbaikan
permohonan pada tanggal 3 Desember 2018 dan Pemohon dalam
perbaikan permohonannya menguraikan dengan sistematika: Judul,
Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, Kedudukan
Hukum (legal standing) Pemohon, Alasan Permohonan (Posita), dan
Petitum.
[3.3.3] Bahwa meskipun format perbaikan permohonan Pemohon
sebagaimana dimaksud pada paragraf [3.3.2] pada dasarnya telah sesuai
dengan format permohonan pengujian undang-undang sebagaimana
diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 5 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d PMK Nomor 6/PMK/2005, namun
setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama alasan-alasan
mengajukan permohonan (posita) Pemohon, permohonan Pemohon sama
sekali tidak memberikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal
yang dimohonkan pengujian dengan UUD 1945 serta tidak menunjukkan
argumentasi pertentangan antara pasal yang diuji dengan ketentuan-
ketentuan dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian. Padahal,
pertentangan antara berlakunya norma yang diuji dengan norma dalam
UUD 1945 menjadi dasar untuk menilai konstitusionalitas berlakunya
norma yang diuji.
Selain itu, andaipun terdapat alasan-alasan untuk mempersoalkan
konstitusional Pasal 222 UU Pemilu, quod non, namun alasan tersebut
tidak memiliki keterkaitan dengan Petitum Pemohon. Setelah Mahkamah
membaca dengan saksama Petitum angka 2 Pemohon yaitu,
“Pembentukan Undang-Undang Pasal 222 Nomor 7 Tahun 2017 tentang
ambang batas presiden (presidential threshold) Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6109) tidak memenuhi ketentuan
pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan
mengikat” tidak terdapat keraguan sama sekali bagi Mahkamah bahwa
dengan membaca Petitum tersebut sebetulnya yang diinginkan oleh
Pemohon adalah pengujian formil terhadap Pasal 222 UU Pemilu.
Pengujian formil tersebut dapat dibaca dari frasa “pembentukan Undang-
Undang” dan frasa “tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-
undang” dalam Petitum Permohonan Pemohon.
Setelah membaca dengan saksama Petitum Permohonan Pemohon
dimaksud, dalam batas penalaran yang wajar, bilamana Pemohon
menghendaki pengujian materiil Pasal 222 UU Pemilu, seharusnya yang
dimintakan oleh Pemohon adalah menyatakan inkonstitusionalitas Pasal
222 UU Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51A ayat (5) UU MK,
bukan meminta kepada Mahkamah untuk menilai pembentukan Pasal 222
UU Pemilu. Sebab, secara substansial, logika pengujian formil berbeda
dengan logika pengujian materiil. Andaipun yang dikehendaki oleh
Pemohon adalah pengujian formil, maka sesungguhnya pengujian formil
tidak dapat dilakukan hanya untuk membatalkan pasal-pasal tertentu
saja. Logika pengujian formil, seandainya Mahkamah mengabulkannya,
maka yang dinyatakan inkonstitusional adalah undang-undang secara
keseluruhan, bukan hanya pasal-pasal tertentu saja. Dengan demikian,
secara substansial, tidak terdapat hubungan antara posita dan petitum
permohonan Pemohon. Lagipula, pengajuan permohonan pengujian
formil tunduk pada syarat batas waktu pengajuan permohonan, yaitu 45
hari sejak undang-undang yang dimohonkan pengujian diundangkan,
sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
27/PUU-VII/2009, bertanggal 16 Juni 2010. Artinya, pengujian formil
terhadap UU Pemilu telah tidak dapat lagi diajukan.
[3.4] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan
tersebut di atas, telah ternyata permohonan Pemohon a quo kabur.