Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
RESUME PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 73/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG- UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 12-12-2018

Al Haq Harahap dan Muhammad Raditio Jati Utomo

Pasal 1 angka 2 UU Terorisme

Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 31 ayat (3) UUD Tahun 1945

Dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 73/PUU-XVI/2018
perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai Pusat Pemantauan
Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI.

Bahwa terhadap konstitusionalitas ketentuan Pasal 1 angka 2 UU
Terorisme, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum
sebagai berikut:

[3.6] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian Pemohon dalam
menjelaskan dalil kedudukan hukumnya dan dikaitkan dengan syarat-
syarat kedudukan hukum pada Paragraf [3.3] dan Paragraf [3.4] di atas,
Mahkamah menilai bahwa meskipun benar Pemohon adalah perorangan
warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan fotokopi kartu tanda
penduduk (KTP) atas nama para Pemohon Faisal Al-Haq Harahap dan
Muhammad Raditio Jati Utomo (vide bukti P-3), namun terlebih dahulu
para Pemohon perlu membuktikan dirinya mengalami kerugian dengan
berlakunya norma Pasal 1 angka 2 UU 5/2018 yang dimohonkan
pengujian. Hal ini telah dinasihatkan oleh Panel Hakim pada sidang
pemeriksaan pendahuluan;

Mengenai kerugian konstitusional dan/atau potensi kerugian
konstitusional para Pemohon, Mahkamah tidak menemukan dalam
perbaikan permohonan uraian mengenai kerugian konstitusional seperti
apa yang potensial akan dialami oleh para Pemohon dengan berlakunya
ketentuan yang dimohonan pengujian. Para Pemohon hanya mendalilkan
dirinya sebagai mahasiswa Universitas Indonesia, tidak dijelaskan apa
kaitan Mahasiswa Universitas Indonesia dengan persoalan
konstitusionalitas norma dalam definisi terorisme yang terdapat dalam
Pasal 1 angka 2 UU 5/2018;

Dalam uraian kedudukan hukum dalam permohonannya, para Pemohon
hanya menyebutkan bahwa para Pemohon memiliki hak-hak
konstitusional yang dilindungi oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yaitu
hak untuk mendapat kepastian hukum yang adil dan Pasal 31 ayat (3)
UUD 1945 yaitu hak untuk mendapat pendidikan yang mencerdaskan,
namun tidak dijelaskan lebih lanjut kerugian seperti apa yang para
Pemohon alami. Kalaupun ada kerugian yang para Pemohon alami, quad
non, namun tidak pula dijelaskan apa kaitannya kerugian dimaksud
dengan berlakunya norma dalam Pasal 1 angka 2 UU 5/2018;

Selain itu dalam permohonan awalnya, para Pemohon menyampaikan
bahwa dirinya sebagai aktivis organisasi mahasiswa yang tergabung
dalam Himpunan Mahasiswa Islam yang kegiatannya potensial
dikualifikasikan sebagai kegiatan yang dimaksud dalam definisi terorisme
yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU 5/2018. Terhadap pernyataan ini,
Mahkamah dalam persidangan pendahuluan meminta para Pemohon
untuk menguraikan lebih jelas mengenai keterlibatannya dalam organisasi
dimaksud pada perbaikan permohonannya dan melampirkan bukti
keanggotaan para Pemohon dengan organisasi tersebut. Namun para
Pemohon memperbaiki permohonannya dengan tidak lagi mencantumkan
dalam uraian kedudukan hukumnya bahwa para Pemohon adalah aktivis
organisasi mahasiswa dimaksud dan tidak pula terdapat bukti yang
meyakinkan bahwa para Pemohon melakukan aktivitas yang
dikualifikasikan sebagai kegiatan terorisme sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 1 angka 2 UU 5/2018. Sehingga menurut Mahkamah, para
Pemohon tidak dapat menjelaskan atau membuktikan kerugian
konstitusional yang dialaminya terkait dengan berlakunya Pasal 1 angka 2
UU 5/2018;

[3.7] Menimbang bahwa selain itu, dengan membaca permohonan para
Pemohon secara seksama, para Pemohon tidak dapat mengkonstruksikan
permohonannya secara jelas karena tidak mampu mengemukakan
korelasi antara pokok permohonan atau alasan-alasan mengajukan
permohonan (posita) dengan hal-hal yang dimintakan dalam permohonan
untuk diputus (petitum). Sehingga dengan demikian, sulit bagi Mahkamah
untuk memahami maksud yang sesungguhnya dari permohonan para
Pemohon.

[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan uraian tersebut di atas Mahkamah
menilai para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak
sebagai Pemohon dalam mengajukan permohonan a quo. Andaipun para
Pemohon memiliki kedudukan hukum, quad non, telah ternyata bahwa
permohonan para Pemohon kabur. Oleh karena itu, Mahkamah tidak
mempertimbangkan pokok permohonan Pemohon.