Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Deprecated: explode(): Passing null to parameter #2 ($string) of type string is deprecated in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 61

Warning: Undefined array key 1 in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 64

Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 148/PUU-XXI/2023PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM SEBAGAIMANA TELAH DIMAKNAI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SESUAI PUTUSAN PERKARA NOMOR 90/PUU-XXI/2023 TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 16-01-2024

Fatikhatus Sakinah, S.H., Gunadi Rachmat Widodo, S.H., Dr. Hery Dwi Utomo, S.H., M.H., Ratno Agustio Hoetomo, S.H., M.H., dan Zaenal Mustofa, S.Pd., S.H.,

Pasal 169 huruf q UU 7/2017

Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

DPR-RI, Pemerintah, Pemohon.

Bahwa terhadap pengujian ketentuan dalam UU 7/2017 melalui permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.11] Menimbang bahwa terhadap dalil para Pemohon yang menyatakan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, selain akan menimbulkan ketidakpastian hukum juga akan menimbulkan permasalahan konstitusional, khususnya pada frasa: “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan umum kepala daerah” dikarenakan tidak jelas apakah pemilihan umum kepala daerah provinsi ataukah pemilihan umum kepala daerah kabupaten/kota. Sehingga setiap orang termasuk penyelenggara pemilu, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (BAWASLU), akan dapat menafsirkan masing-masing.
Adapun menurut para Pemohon yang layak mencalonkan diri sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan umum gubernur”. Terhadap dalil para Pemohon tersebut, pada dasarnya Mahkamah telah mempertimbangkan hal-hal sebagaimana dalil para Pemohon a quo dalam
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUU-XXI/2023 sebagai berikut:
[3.11.1] Bahwa terkait dengan keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang telah diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum pada tanggal 16 Oktober 2023, Mahkamah berpendirian sebagaimana pertimbangan Mahkamah pada Sub-paragraf [3.12.1] yang menyatakan:
3... Bahwa terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 di atas, dan juga putusan-putusan Mahkamah Konstitusi pada
umumnya, berdasarkan ketentuan norma Pasal 10 ayat (1) UU MK,
merupakan Putusan yang diputuskan oleh badan peradilan pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Di samping itu,
berdasarkan ketentuan Pasal 47 UU MK dan Pasal 77 Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam
Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021), Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut memperoleh kekuatan
hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk
umum.
Artinya, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut tetap berlaku dan mengikat serta harus dipatuhi oleh semua warga negara termasuk lembaga negara sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum. Dengan demikian, ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 secara yuridis dan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat adalah norma sebagaimana yang telah dilakukan pemaknaan oleh Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
[3.11.2] Bahwa selanjutnya terkait dengan frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan umum kepala daerah” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah pada tingkat provinsi” sebagaimana dalil para Pemohon, telah dipertimbangkan Mahkamah dalam Sub-paragraf [3.14.1.3] yang menyatakan: Bahwa selanjutnya berkenaan dengan syarat batas usia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dapat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden dapat disepadankan atau dialternatifkan dengan jabatan yang pernah atau sedang diduduki yang berasal dari hasil pemilihan umum (elected official). Secara yuridis, menyepadankan atau membuat alternatif dengan batas usia paling rendah 40 (empat puluh) tahun syarat calon presiden dan calon wakil presiden telah diterima Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bahkan, terkait dengan keberlakuan pemaknaan baru dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU- XXI/2023, meskipun terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dan alasan berbeda (concurring opinion) sejumlah Hakim Konstitusi, sesuai dengan Pasal 47 UU MK, sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, pemaknaan baru tersebut ditegaskan dalam Paragraf [3.4] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XXI/2023 dan Paragraf [3.3] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUUXXI/2023 yang diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum pada tanggal 16 Oktober 2023, berlaku sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut selesai diucapkan. Terlebih lagi, setelah pengucapan tersebut telah terdapat peristiwa hukum baru, yaitu penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024. 4 Sekalipun telah terdapat pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, jika diperlukan, pembentuk undang-undang tetap memiliki wewenang untuk merevisi atau menyesuaikan lebih lanjut terkait dengan elected official tersebut untuk kemudian disejajarkan atau dialternatifkan dengan batas usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden. Penyesuaian tersebut menjadi wajar agar posisi atau jabatan presiden dan wakil presiden memiliki kesepadanan yang tidak begitu jauh dengan elected official yang akan disejajarkan dengan jabatan presiden dan wakil presiden. Sebab, jabatan Presiden merupakan jabatan tertinggi kekuasaan pemerintahan negara (Pasal 4 ayat (1) UUD 1945), penting dan strategis dalam suatu negara demokrasi konstitusional dengan sistem presidensial. Selain itu, posisi Presiden sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan. Secara konstitusional, kekuasaan Presiden diatur dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Beberapa hal yang menjadi kekuasaan Presiden, yakni: Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat [Pasal 5 ayat (1) UUD 1945]; Presiden menetapkan peraturan pemerintah [Pasal 5 ayat (2) UUD 1945]; Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal 10 UUD 1945); Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain [Pasal 11 ayat (1) UUD 1945]; Presiden menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12 UUD 1945); Presiden mengangkat duta dan konsul (Pasal 13 UUD 1945); Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi [Pasal 14 ayat (1) UUD 1945]; Presiden memberi amnesti dan abolisi [Pasal 14 ayat (2) UUD 1945]; Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain (Pasal 15 UUD 1945); Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan (Pasal 16 UUD 1945); Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal 17 UUD 1945).
Berkenaan dengan kewenangan di atas, dalam menjalankan tugas
sebagai presiden, apabila presiden mangkat, berhenti, diberhentikan
atau tidak dapat melakukan kewajibannya, presiden digantikan oleh
wakil presiden sampai habis masa jabatannya [Pasal 8 ayat (1) UUD
1945]. Oleh karena itu, jabatan wakil presiden pun menjadi jabatan
pokok, penting, dan strategis dalam suatu negara demokrasi konstitusional yang menganut sistem presidensial. Mengingat sebegitu
pokok, penting, dan strategisnya jabatan presiden dan wakil presiden,
maka syarat untuk menjadi calon presiden atau calon wakil presiden
harus lah benar-benar sesuai dengan bobot jabatannya. Meskipun tidak
ada jabatan yang sepadan dengan jabatan presiden, namun setidaknya
mesti dicari jabatan yang levelnya tidak jauh jaraknya dengan jabatan
presiden yang berasal dari hasil pemilihan umum (elected official).
Misalnya, pembentuk undang-undang dapat mempertimbangkan jabatan
gubernur sebagai alternatif untuk disepadankan dengan syarat batas usia
minimal calon presiden dan calon wakil presiden. Terlebih, provinsi
ibarat sebuah miniatur negara dalam skala yang lebih rendah. Setiap
provinsi memiliki wilayah (geografis), penduduk (demografis), dan pemerintahan daerah dalam hal ini gubernur bersama dewan perwakilan
5 rakyat daerah provinsi. Bahkan berdasarkan Pasal 18 ayat (1) UUD 1945
yang menyatakan, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas daerah kabupaten
dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”. Pasal 18 ayat
(1) UUD 1945 menentukan secara jelas ihwal level dan tingkatan daerah
dari yang terbesar hingga yang terkecil, yakni dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia kemudian turun ke tingkat provinsi dan selanjutnya
kabupaten/kota.
Oleh karena adanya hierarki dalam jenjang pemerintahan tersebut, syarat batas usia untuk menjadi presiden, gubernur, bupati/walikota pun dibuat secara berjenjang. Untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden yakni berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun (Pasal 169 huruf q UU 7/2017), calon gubernur/wakil gubernur berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun, dan calon bupati/wakil bupati serta calon walikota/wakil walikota berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun [Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang]. Desain politik hukum pembentuk undang-undang membuat tingkatan batas usia seperti ini boleh jadi dimaksudkan untuk mengakomodir apabila ada kemungkinan seseorang menjalani jenjang karier sebagai kepala daerah dimulai dari tingkatan yang paling bawah, yakni kota, kabupaten, dan provinsi. Artinya, saat seseorang yang menjadi bupati atau walikota di usia 25 (dua puluh lima) tahun maka dalam waktu 1 (satu) periode kepemimpinannya sebagai bupati atau walikota ia sudah berusia 30 (tiga puluh) tahun, sehingga dalam waktu hanya satu periode ia dapat mengikuti kontestasi pemilihan Gubernur. Setelah 2 (dua) periode menjadi Gubernur, ia dapat mengikuti kontestasi pemilihan Presiden. Jenjang dan tahapan karier seperti ini penting untuk dibangun agar memberikan pengalaman dan pengetahuan dalam memimpin suatu daerah dengan beragam permasalahannya, sehingga diharapkan tatkala seorang kepala daerah menaikan level status kepemimpinannya pada tingkat yang lebih tinggi, ia sudah sangat siap dan matang. Misal, seseorang yang semula menjabat gubernur kemudian mencalonkan diri menjadi calon presiden atau calon wakil presiden.
Di sisi lain, tantangan sebagai presiden dan wakil presiden, lebih
rumit dan kompleks di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk,
multi-etnik, dan multikultur dengan segudang permasalahan baik dari
aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Terlebih lagi,
dalam menghadapi tantangan global yang cepat berubah. Oleh karena itu, sosok calon presiden dan calon wakil presiden haruslah figur yang
matang secara emosional, kompeten secara fisik maupun mental, dan
intelek dalam pemikiran serta haruslah figur yang dapat menjadi
katalisator pemersatu bangsa. Oleh karena itu, jika diperlukan
6 perubahan terhadap rumusan alternatif syarat batas usia minimal
menjadi calon presiden atau calon wakil presiden maka berdasarkan
penalaran yang wajar adalah dapat dipilih pernah menjabat sebagai
gubernur yang persyaratannya kemudian ditentukan lebih lanjut oleh
pembentuk undang-undang sebagai bagian dari kebijakan hukum
terbuka (opened legal policy). Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut maka adanya upaya menyesuaikan batas usia calon presiden dan calon wakil presiden sebagaimana termaktub dalam Pasal 169 huruf q UU 7/2017 telah dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 90/PUU-XXI/2023. Bahkan, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, padanan usia 40 tahun tersebut adalah elected official termasuk semua pemilihan kepala daerah. Namun, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 141/PUUXXI/2023 jikalau pembentuk undang-undang hendak melakukan penyepadanan berkaitan dengan syarat usia calon presiden dan wakil presiden untuk Pemilu ke depan yang dimulai pada Pemilu tahun 2029 maka hal tersebut menjadi wewenang pembentuk undang-undang. Oleh karena itu, dengan uraian demikian kekhawatiran para Pemohon mengenai adanya kemungkinan multitafsir antara yang dimaksudkan adalah pemilihan kepala daerah provinsi atau kepala daerah
kabupaten/kota adalah tidak beralasan atau tidak dapat dibenarkan.
[3.12] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas telah ternyata Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana telah dimaknai oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, khususnya frasa “yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan umum kepala daerah” tidak bertentangan dengan perlindungan hak atas kepastian hukum yang adil sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Dengan demikian, menurut Mahkamah dalil-dalil permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
[3.13] Menimbang bahwa terhadap hal-hal selain dan selebihnya tidak
dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.