Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 142/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 29-11-2023

Ferdy, S.H. (karyawan swasta), untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 515 UU 7/2017

Pasal 28 dan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 515 UU 7/2017 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut perihal kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon, Mahkamah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. Mahkamah telah menerima permohonan Pemohon bertanggal 27 Oktober 2023 perihal permohonan pengujian norma Pasal 515 UU 7/2017 terhadap UUD 1945 pada tanggal 27 Oktober 2023 yang diterima Kepaniteraan Mahkamah;
2. Permohonan Pemohon a quo telah diperiksa dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada hari Kamis, tanggal 9 November 2023 pukul 14.30 WIB (vide Risalah Sidang Pemeriksaan Pendahuluan tanggal 9 November 2023);
3. Dalam Pemeriksaan Pendahuluan dimaksud, Majelis Panel memberikan nasihat kepada Pemohon perihal permohonan Pemohon. Dalam persidangan tersebut, Majelis Panel Mahkamah memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonan Pemohon yang akan diperiksa pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda Perbaikan Permohonan Pemohon;
4. Mahkamah telah menyelenggarakan Sidang Pemeriksaan Perbaikan Permohonan Pemohon pada hari Kamis, tanggal 23 November 2023, pukul 8.30 WIB. Namun, Pemohon tidak hadir dalam persidangan dimaksud karena alasan sakit dengan mengirimkan pesan melalui pesan singkat (WhatsApp) yang diterima oleh Juru Panggil Mahkamah dan Surat Rekomendasi Istirahat bertanggal 23 November 2023. Selain itu Pemohon juga tidak menyampaikan Perbaikan Permohonan Pemohon.
Berdasarkan hal-hal di atas, oleh karena Pemohon tidak mengajukan perbaikan permohonan, dengan merujuk ketentuan Pasal 46 ayat (4) PMK 2/2021 maka selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan permohonan awal, yaitu permohonan Pemohon bertanggal 27 Oktober 2023 perihal Permohonan Pengujian norma Pasal 515 UU 7/2017 terhadap UUD 1945 sebagaimana telah diregistrasi oleh Mahkamah dengan Registrasi Nomor 142/PUU-XXI/2023.

[3.4] Menimbang bahwa terhadap permohonan awal Pemohon tersebut, Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut.
Bahwa Pemohon dalam uraian kedudukan hukumnya menjelaskan memiliki kerugian hak konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28F UUD 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” (Bukti P-2 salinan UUD 1945). Selain itu, Pemohon juga menjelaskan Alasan Permohonan Pemohon dengan judul “Dalil-dalil alasan permohonan Pemohon di bawah ini memberikan penjelasan adanya hubungan antara kerugian konstitusional potensional di masa akan datang dengan diberlakukannya Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 28 dan Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945.”
Setelah Mahkamah mencermati secara seksama dalil permohonan Pemohon berikut alat bukti yang diajukan oleh Pemohon, menurut Mahkamah Bukti P-2 yang diajukan oleh Pemohon, berupa Salinan UUD 1945 adalah UUD 1945 sebelum dilakukan perubahan. Sehingga, pasal yang digunakan oleh Pemohon untuk menjelaskan adanya anggapan kerugian hak konstitusional sekaligus juga dijadikan sebagai dasar pengujian norma Pasal 515 UU 7/2017, yaitu Pasal 28F UUD 1945 tidak ditemukan dalam Salinan UUD 1945 yang digunakan sebagai bukti Pemohon. Terhadap dalil dan bukti yang diajukan oleh Pemohon tersebut, Mahkamah berpendapat bahwa dalil-dalil Pemohon dimaksud tidak dapat dibuktikan dengan bukti yang benar.
Bahwa selain itu, Pemohon dalam menjelaskan atau menguraikan antara alasan permohonan (posita) tidak sinkron dengan petitum yang dimohonkan oleh Pemohon kepada Mahkamah sebagaimana dinyatakan pada Petitum permohonan angka 1. Dalam menguraikan alasan permohonannya, Pemohon menjelaskan menguji norma Pasal 515 UU 7/2017 yang menyatakan “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilihan umum tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)” terhadap UUD 1945 secara bersyarat. Namun, setelah Mahkamah mencermati secara seksama Petitum permohonan Pemohon pada angka 1, tidak ditemukan adanya perubahan atau perbedaan rumusan norma dimaksud sebagaimana yang dimohonkan oleh Pemohon, yaitu “Menyatakan norma Pasal 515 UU 7/2017 bertentangan secara bersyarat (conditionally unconstitusional) dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilihan umum tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).” Pemaknaan norma Pasal 515 UU 7/2017 yang dimohonkan Pemohon ini sama dengan rumusan norma aslinya. Dengan demikian menurut Mahkamah permohonan Pemohon tidak jelas dan tidak dapat dipahami adanya ketersambungan antara alasan-alasan permohonan (posita) dengan apa yang dimohonkan (petitum) oleh Pemohon, sehingga menurut Mahkamah permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur). Oleh karena itu, berkenaan dengan kedudukan hukum dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan.
[3.5] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dalam permohonan a quo tidak dipertimbangkan lebih lanjut, karena dinilai tidak ada relevansinya.