Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak dan Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 137/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 29-11-2023

Farid Muhamad Faza, Rahman, Fahrul Kurniawan, Marcellino Ananta Surya Timur, Muhammad Iqbal Kholidin, Syahrul Iswandi, Wahyu Wicaksono Djiwandono, Abdullah Ariansyah, Yogi Atma Setiawan, Komang Dananta Praptawan, dan Andi Redani Suryanata, untuk selanjutnya disebut sebagai para Pemohon.

keseluruhan norma dalam UU 2/2012.

Pasal 28A, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (4), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian materiil UU 2/2012 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan kedudukan hukum para Pemohon dan pokok permohonan, penting bagi Mahkamah untuk mempertimbangkan terlebih dahulu beberapa hal sebagai berikut:
[3.3.1] Bahwa dalam permohonan, para Pemohon mempersoalkan mengenai UU 2/2012 yang berkaitan erat dengan kepemilikan tanah maupun aset lainnya, namun para Pemohon tidak dapat menunjukkan bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa para Pemohon memiliki sebidang tanah atau aset di Rempang [vide Risalah Persidangan Nomor 137/PUU-XXI/2023, tanggal 6 November 2023, hlm. 17 s.d. 18];
[3.3.2] Bahwa berkenaan dengan alasan-alasan permohonan (posita), setelah Mahkamah membaca secara saksama, telah ternyata pada bagian posita permohonan, para Pemohon menghendaki UU 2/2012 bertentangan dengan UUD 1945, namun para Pemohon di dalam posita tersebut hanya menguraikan pertentangan norma Pasal 1 angka 8, Pasal 2 huruf g, Pasal 14 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (1) UU 2/2012 terhadap UUD 1945 tanpa menjelaskan norma lainnya dalam UU 2/2012 bertentangan dengan UUD 1945 sebagaimana mestinya. Selain itu, peristiwa yang dijelaskan secara panjang lebar adalah terkait dengan penertiban oleh aparat pada saat terjadi unjuk rasa warga Rempang. Meskipun penting untuk diuraikan, akan tetapi hal tersebut menunjukkan tidak fokusnya permohonan. Tidak hanya itu, para Pemohon dalam positanya juga banyak mempertentangkan antara norma yang terdapat dalam UU 2/2012 dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), menurut para Pemohon UU 2/2012 tidak mengakomodir beberapa kaidah dalam UUPA.
[3.3.3] Bahwa pada bagian petitum, in casu dalam provisi, para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menghentikan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City. Adapun pada bagian petitum dalam pokok perkara, memohon agar keseluruhan UU 2/2012 dinyatakan inkonstitusional serta memohon agar menghentikan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City.
[3.3.4] Bahwa berdasarkan Pasal 30 UU MK menyatakan, Permohonan wajib dibuat dengan uraian yang jelas mengenai:
a. Pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. ...
Pasal 31 UU MK menyatakan,
(1) Permohonan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. ...;
b. Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30; dan
c. Hal-hal yang diminta untuk diputus.
(2) ...
Berdasarkan Pasal 10 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021) menyatakan,
(1) ...;
(2) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon dan/atau kuasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. ...;
b. Uraian yang jelas mengenai:
1. ...;
2. Kedudukan hukum Pemohon, yang memuat penjelasan mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang atau Perppu yang dimohonkan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
3. Alasan permohonan, yang memuat penjelasan mengenai pembentukan undang-undang atau Perppu yang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang atau Perppu berdasarkan UUD 1945 dan/atau bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang atau Perppu bertentangan dengan UUD 1945.
c. ...;
d. Petitum, yang memuat hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan pengujian materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), yaitu:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang atau Perppu yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Memerintahkan pemuatan putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia;
Atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Pasal 74 PMK 2/2021 menyatakan, Mahkamah dapat menyatakan Permohonan tidak jelas atau kabur antara lain karena:
a. Adanya ketidaksesuaian antara dalil Permohonan dalam posita dengan petitum;
b. Dalil tidak terdapat dalam posita tetapi ada dalam petitum atau sebaliknya;
c. Adanya permintaan Pemohon dalam petitum yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan tidak memberikan pilihan alternatif.

[3.3.5] Bahwa berdasarkan fakta hukum sebagaimana diuraikan dalam Sub-paragraf [3.3.1] sampai dengan Sub-paragraf [3.3.3] di atas, apabila dikaitkan antara posita dan petitum, menurut Mahkamah, terdapat ketidaksesuaian antara alasan-alasan permohonan (posita) dengan petitum. Terhadap alasan-alasan permohonan (posita) yang tidak bersesuaian dengan petitum para Pemohon, serta adanya permohonan para Pemohon untuk menghentikan Proyek Strategis Nasional Rempang Eco City yang merupakan petitum yang tidak lazim jika dimohonkan pada bagian petitum dalam pokok perkara. Terlebih, petitum a quo sudah dimohonkan dalam petitum provisi, sehingga menjadikan permohonan para Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur).
Andaipun dengan menggunakan asas ex aequo et bono, argumentasi para Pemohon sebagaimana dikemukakan dalam bagian posita juga tidak jelas, mengingat tidak satupun dalil para Pemohon yang dapat meyakinkan Mahkamah, karena argumentasi para Pemohon tidak disusun secara terstruktur dan sistematis sebagai sebuah bangunan argumentasi yang kokoh dan memperkuat petitum.
Para Pemohon mengemukakan beberapa pasal dalam UU 2/2012 bermasalah, antara lain pasal yang mengatur mengenai partisipasi masyarakat, konsultasi publik dan musyawarah, perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dan hilangnya hak masyarakat dalam mekanisme pelaporan keberatan. Namun, para Pemohon di dalam permohonannya tidak menguraikan pertentangan keseluruhan norma UU 2/2012 terhadap UUD 1945 sebagaimana dimohonkan dalam Petitum. Posita tersebut juga tidak dielaborasi menjadi persoalan inkonstitusionalitas norma sebagai karakter pokok dalam perkara pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi. Andaipun, terdapat uraian yang tersirat sebagai upaya membangun argumentasi yuridis normatif, namun argumentasi dimaksud masih bersifat sumir dan tidak meyakinkan sebagai argumentasi konstitusional. Hal demikian menjadikan permohonan para Pemohon tidak memenuhi syarat Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021.
Selain itu, petitum para Pemohon untuk menyatakan bahwa keseluruhan UU 2/2012 adalah inkonstitusional dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena para Pemohon tidak dapat menjelaskan persoalan inkonstitusionalitas keseluruhan norma pasal dalam UU a quo. Sehingga, dalam batas penalaran yang wajar, jika petitum para Pemohon dikabulkan justru menimbulkan ketidakpastian hukum. Ketidakpastian hukum dimaksud adalah hilangnya landasan yuridis terkait dengan pengadaan lahan untuk kepentingan umum.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas maka Mahkamah berpendapat, oleh karena kedudukan hukum, pokok permohonan, dan petitum tidak jelas, sehingga menjadikan permohonan a quo tidak jelas atau kabur (obscuur).
[3.4] Menimbang bahwa oleh karena kedudukan hukum, posita, dan petitum permohonan para Pemohon adalah tidak jelas atau kabur (obscuur), maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan permohonan para Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur).
[3.5] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena permohonan para Pemohon kabur, sehingga berkenaan dengan kedudukan hukum para Pemohon dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
[3.6] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.