Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat diterimaDalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 98/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 29-11-2023

Andi Redani Suryanata, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU Pemilu

Pasal 22E ayat (1), Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU Pemilu dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.6.1] Bahwa norma yang diajukan pengujian konstitusionalitasnya oleh Pemohon berkenaan dengan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan untuk menjadi anggota DPD (Pasal 182 UU 7/2017) dan persyaratan menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota [Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017], yang dinilai oleh Pemohon tidak membatasi berapa periode seseorang dapat menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Tanpa adanya pembatasan dimaksud, persaingan antar calon untuk menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota semakin ketat. Selain itu, sebagaimana diuraikan dalam permohonan, dominasi mereka yang mempunyai sumber daya kuat dikarenakan sudah lama menjabat akan mengurangi kesempatan Pemohon untuk mencalonkan diri di masa depan sebagaimana tertuang dalam Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017. Sebagai perorangan warga negara Indonesia [vide bukti P-3] yang berstatus sebagai mahasiswa [vide bukti P-3], menerangkan memiliki hak konstitusional, yang setelah menyelesaikan pendidikan bercita-cita menjadi anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota menganggap berlakunya norma pasal-pasal a quo menyebabkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945;

[3.6.2] Bahwa mendasarkan pada Putusan Mahkamah yang menetapkan syarat kerugian konstitusional sebagaimana diuraikan dalam Paragraf [3.3] dan Paragraf [3.4] di atas, dalam hal ini Pemohon menjelaskan adanya hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selanjutnya, dikaitkan dengan syarat kedua yaitu adanya anggapan bahwa hak konstitusional yang diberikan oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tersebut dirugikan oleh berlakunya norma undang-undang, dalam hal ini norma Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017, menurut Mahkamah, diperlukan syarat yang bersifat imperative, yaitu anggapan kerugian konstitusional faktual atau setidak-tidaknya potensial kerugian hak konstitusional dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujiannya;

[3.6.3] Bahwa yang dimaksud dengan anggapan kerugian hak konstitusional yang bersifat aktual adalah adanya kerugian hak konstitusional yang bersifat konkret atau riil yang pernah dialami karena disebabkan berlakunya suatu norma undangundang. Sedangkan, yang dimaksud dengan anggapan kerugian hak konstitusional yang bersifat potensial adalah kerugian yang belum secara konkret atau riil dialami, namun suatu saat potensial dialami yang disebabkan oleh berlakunya suatu norma undang-undang. Oleh karena itu, baik anggapan kerugian hak konstitusional yang bersifat aktual maupun potensial keduanya telah bertumpu pada berlakunya norma undang-undang. Sekalipun kedua norma telah efektif berlaku, secara normatif, kedua norma yang diuji konstitusionalitasnya merupakan norma yang mengatur ihwal persyaratan untuk dapat mencalonkan atau dicalonkan sebagai anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota. Karena kedua norma dimaksud berkenaan dengan persyaratan, hal substansial yang harus dinilai oleh Mahkamah selanjutnya, adalah apakah dengan berlakunya persyaratan sebagaimana termaktub dalam norma Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017 telah menyebabkan atau potensial menyebabkan Pemohon kehilangan kesempatan menjadi calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, atau DPRD Kabupaten/Kota;

[3.6.4] Bahwa setelah Mahkamah mempelajari secara saksama norma dalam Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017, kedua norma dimaksud merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan mencalonkan atau mengajukan diri sebagai calon anggota DPD atau diajukan sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota. Artinya, kedua norma dimaksud baru dapat dinilai telah merugikan atau setidak-tidaknya potensial merugikan hak konstitusional Pemohon apabila kedua norma dimaksud menghalangi hak Pemohon untuk mencalonkan atau dicalonkan menjadi anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota. Dengan membaca persyaratan yang termaktub dalam norma Pasal 182 UU 7/2017, norma a quo sama sekali tidak menghalangi hak Pemohon untuk mengajukan diri sebagai calon anggota DPD. Begitu pula, norma Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017 tidak menghalangi hak konstitusional Pemohon untuk diajukan sebagai calon anggota DPR, DPRD provinsi, atau DPRD kabupaten/kota. Dengan demikian, syarat sebagaimana termaktub dalam Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017 merupakan syarat personal yang melekat pada individu yang akan mencalonkan diri atau diajukan sebagai calon;

[3.6.5] Bahwa oleh karena anggapan kerugian hak konstitusional yang bersifat aktual maupun potensial dengan berlakunya norma a quo, Pemohon telah terbukti tidak dapat memenuhi persyaratan adanya kerugian atau anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya Pasal 182 dan Pasal 240 ayat (1) UU 7/2017. Sehingga, terkait dengan syarat selebihnya, yaitu adanya kerugian konstitusional yang bersifat spesifik dan adanya hubungan sebab akibat (causal verband) yang ditimbulkan antara hak konstitusional yang diberikan oleh UUD 1945 dengan berlakunya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian, dengan sendirinya tidak relevan lagi untuk dipertimbangkan, karena syarat-syarat anggapan kerugian konstitusional dimaksud adalah bersifat imperatif. Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berkesimpulan Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.