Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Dinyatakan Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 123/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 31-10-2023

M. Samosir Pakpahan, S.H., M.H. untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 77 huruf a KUHAP

Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian materiil Pasal 77 huruf a KUHAP dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun sebelum Mahkamah mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
[3.3.1] Bahwa terhadap permohonan Pemohon, Mahkamah telah melaksanakan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda memeriksa pokok permohonan pada hari Selasa, 10 Oktober 2023 yang dihadiri oleh Pemohon Prinsipal beserta kuasa hukumnya. Dalam persidangan tersebut, pada pokoknya Panel Hakim memberikan nasihat kepada Pemohon terkait dengan permohonan a quo, antara lain, agar Pemohon:
1. menyusun permohonan sesuai dengan sistematika sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang [PMK 2/2021];
2. memperbaiki objek permohonan yakni pengujian Pasal 77 ayat (1) KUHAP karena setelah Mahkamah mencermati, pasal tersebut tidak terdapat dalam KUHAP. Adapun Pasal 77 yang terdapat dalam KUHAP adalah Pasal 77 huruf a yang mengatur antara lain, sah dan tidaknya penangkapan dan penahanan, sedangkan huruf b mengatur tentang ganti rugi dan rehabilitasi. Terkait dengan hal tersebut, apabila Pemohon hendak mengajukan pengujian terhadap Pasal 77 huruf a KUHAP, terhadap hal itupun Pemohon harus mengaitkan Pasal 77 huruf a KUHAP tersebut dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang amarnya, antara lain, memperluas objek praperadilan termasuk penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan. Sehingga, Pasal 77 huruf a KUHAP telah mengalami perubahan makna berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tersebut. Oleh karenanya bagian perihal dalam permohonan Pemohon perlu disesuaikan, begitu pula selanjutnya ketika Pemohon menguraikan Pasal 77 huruf a KUHAP harus selalu dilekatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 dimaksud;
3. memperbaiki petitum dengan menyesuaikan apa yang sesungguhnya diinginkan oleh Pemohon, apakah pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional) ataukah bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (inkonstitusional bersyarat).
[vide Risalah Persidangan Perkara Nomor 123/PUU-XXI/2023, tanggal 10 Oktober 2023];
[3.3.2] Bahwa selanjutnya, Mahkamah telah melaksanakan sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan dan pengesahan alat bukti, pada hari Senin, tanggal 23 Oktober 2023. Dalam persidangan tersebut, Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan yang telah diperbaiki sesuai dengan nasihat Panel Hakim pada persidangan sebelumnya, antara lain, terkait dengan bagian perihal, penambahan dasar hukum pada kewenangan Mahkamah, perbaikan pada uraian kedudukan hukum Pemohon dan alasan permohonan (posita), serta hal-hal yang dimohonkan (petitum). Terhadap perbaikan permohonan tersebut, setelah Mahkamah mencermati, Pemohon benar telah mengubah objek permohonan menjadi Pasal 77 huruf a KUHAP. Namun, Pemohon tidak menguraikan Pasal 77 huruf a KUHAP dimaksud yang telah dimaknai sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 28 April 2015. Sehingga, Pasal 77 huruf a KUHAP yang diajukan untuk dilakukan pengujian masih merupakan Pasal 77 huruf a KUHAP asli atau norma sebelum adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang pada pokoknya telah mengubah atau memperluas makna norma Pasal 77 huruf a KUHAP tersebut.
Lebih lanjut, pada bagian objek permohonan yang menguraikan alasanalasan permohonan (posita), Pemohon juga tidak mengaitkan norma Pasal 77 huruf a KUHAP dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 (vide permohonan Pemohon halaman 7 dan halaman 9). Demikian halnya pada bagian petitum, Pemohon juga telah melakukan perubahan, yang awalnya terdiri dari 4 (empat) angka menjadi 3 (tiga) angka. Namun, setelah dicermati oleh Mahkamah ternyata pada petitum angka 2 (dua), Pemohon tidak memohon agar Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 ataupun bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat, melainkan Pemohon hanya memohon Pasal 77 huruf a KUHAP tetap berlaku dan dimaknai dan mengatur adanya tenggang waktu 14 hari terhitung setelah terbitnya surat penetapan penangkapan, penetapan penahanan, penetapan penghentian penyidikan dan penuntutan, serta penetapan tersangka, penetapan penggeledahan, penetapan penyitaan sampai upaya hukum praperadilan. Di samping itu, Pemohon juga tidak melekatkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 pada penyebutan norma Pasal 77 huruf a KUHAP. Penyusunan petitum dan tata cara penyebutan norma yang demikian, selain tidak sesuai dengan sistematika penyusunan petitum permohonan yang ditentukan dalam Pasal 10 PMK 2/2021, juga telah menimbulkan ketidakjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimohonkan oleh Pemohon untuk diputus dalam permohonannya.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur).
[3.4] Menimbang bahwa terhadap berkas perkara dan alat bukti yang disampaikan Pemohon setelah pelaksanaan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan pada tanggal 23 Oktober 2023, oleh karena permohonan Pemohon dinyatakan tidak jelas atau kabur (obscuur) maka berkas perkara dan alat bukti dimaksud tidak dipertimbangkan oleh Mahkamah.
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karenapermohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur) maka Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon lebih lanjut.
[3.6] Menimbang bahwa terhadap hal-hal selain dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.