Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Menyatakan Menolak Permohonan Pemohon Untuk Seluruhnya Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 108/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG ADVOKAT TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 31-10-2023

Zico Leonardo Djagardo Simanjutak, S.H. yang memberikan kuasa kepada Deddy Rizaldy Arwin Gommo, S.H, dkk, Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Hukum Leo & Partners, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 16 UU Advokat

Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Penjelasan Pasal 16 UU Advokat dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.10.5] Bahwa selanjutnya berkenaan dengan dalil Pemohon yang mempersoalkan Penjelasan Pasal 16 UU 18/2003 inkonstitusional apabila tidak menambahkan pengertian maksud “di luar sidang pengadilan adalah segala tindakan hukum lain untuk kepentingan klien, termasuk juga pemberitaan dan rilis pers terkait perkara,” sebagaimana petitum a quo. Terhadap dalil Pemohon a quo penting bagi Mahkamah mengutip pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013, yang diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum pada tanggal 14 Mei 2014, yang telah mempertimbangkan antara lain sebagai berikut:
[3.19] ... Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 1 UU 18/2003 menyatakan, “Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini”. Pengertian jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien [vide Pasal 1 angka 2 UU 18/2003]. Berdasarkan ketentuan tersebut, menurut Mahkamah, peran advokat berupa pemberian konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Peran advokat di luar pengadilan tersebut telah memberikan sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaruan hukum nasional, termasuk juga dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan;
[3.20] …
Berdasarkan hal tersebut, yang tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam memberikan bantuan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang dilakukan dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang pengadilan adalah Pemberi Bantuan Hukum yang berprofesi sebagai advokat maupun bukan advokat dengan tujuan agar Pemberi Bantuan Hukum dalam menjalankan tugasnya memberi bantuan hukum dapat dengan bebas tanpa ketakutan dan kekhawatiran;
[3.21] …Dengan demikian menurut Mahkamah, untuk menghindari terjadinya ketidakpastian hukum, bersamaan dengan itu dimaksudkan pula untuk mewujudkan keadilan bagi kedua profesi tersebut, Mahkamah perlu menegaskan bahwa ketentuan Pasal 16 UU 18/2003 harus dimaknai advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar sidang pengadilan;
[3.10.6] Bahwa berdasarkan kutipan pertimbangan hukum tersebut, oleh karena substansi yang dipersoalkan oleh Pemohon pada hakikatnya adalah berkenaan dengan apa yang dimaksud dengan di luar sidang pengadilan adalah unsur tindakan yang dipergunakan sebagaimana yang dijelaskan oleh Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UU 18/2003, dan telah pula ditegaskan dalam Putusan a quo, maka penambahan penjelasan atas Pasal 16 UU 18/2003 justru menimbulkan ketidakjelasan terhadap substansi UU 18/2003. Terlebih, dalam UU a quo telah menegaskan bahwa Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Advokat juga diberi kebebasan dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan [vide Pasal 14 dan Pasal 15 UU 18/2003]. Artinya, apapun tindakan yang dilakukan oleh Advokat untuk kepentingan kliennya sepanjang hal tersebut dilakukan sesuai dengan kode etik advokat dan peraturan perundang-undangan, maka Advokat mendapatkan perlindungan hukum atas tindakan tersebut. Sehingga, apabila dalil permohonan Pemohon a quo diakomodir dengan hanya memaknai menjadi “di luar sidang pengadilan adalah segala tindakan hukum lain untuk kepentingan klien, termasuk juga pemberitaan dan rilis pers terkait perkara”, justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum, karena di satu sisi tidak memberikan batasan, sementara di sisi lain menghendaki adanya pembatasan termasuk ihwal yang dimohonkan Pemohon.
[3.11] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, oleh karena esensi permohonan Pemohon berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas Penjelasan Pasal 16 UU 18/2003 pada prinsipnya mengenai pengertian “iktikad baik” dan “sidang pengadilan dan di luar sidang pengadilan” yang telah dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam pengujian konstitusionalitas norma Pasal 16 UU 18/2003 dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013 yang telah dipertegas dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 52/PUU-XVI/2018 maka pertimbangan hukum kedua putusan tersebut, mutatis mutandis berlaku sebagai pertimbangan hukum dalam putusan a quo. Oleh karena itu, Penjelasan Pasal 16 UU 18/2003 telah ternyata tidak melanggar kekuasaan kehakiman yang merdeka, perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat sebagaimana dijamin dalam Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Dengan demikian, dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
[3.12] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dalam permohonan a quo tidak dipertimbangkan lebih lanjut, karena dinilai tidak ada relevansinya.