Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Materiil Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 16-10-2023

Melisa Mylitiachristi Tarandung, S.H., yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Irwan Gustaf Lalegit, S.H., yang berprofesi sebagai Advokat dari Kantor Advokat “Irwan Lalegit & Rekan”, yang selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 169 huruf q UU 7/2017

Pasal 17, Pasal 28C ayat (1), 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan ayat (4), Pasal 28J ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian materiil UU 7/2017 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih jauh permohonan Pemohon a quo, terlebih dahulu Mahkamah mempertimbangkan berkaitan dengan objek dalam permohonan a quo adalah pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, yang tidak berbeda dengan objek permohonan dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sementara itu, berkenaan dengan Perkara Nomor 90/PUUXXI/2023, Mahkamah telah menjatuhkan Putusan atas Perkara a quo yang telah diucapkan sebelumnya, dimana terhadap Pasal 169 huruf q UU 7/2017 Mahkamah telah menyatakan pendiriannya, sebagaimana dimaksud dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 bertanggal 16 Oktober 2023, yang menyatakan:
1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”. Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah;
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Bahwa dalam putusan tersebut terdapat 4 (empat) orang Hakim Konstitusi yang mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo, namun oleh karena telah dikabulkannya sebagian dari substansi norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017, sehingga rumusan Pasal a quo yang berbunyi “ berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun”; dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”, maka sesungguhnya terhadap ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 yang berlaku dan memiliki kekuatan hukum mengikat adalah sebagaimana pemaknaan yang telah dinyatakan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan tidak lagi sebagaimana norma yang dijadikan objek dalam permohonan a quo. Dengan demikian, terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 yang menjadi objek permohonan a quo telah memiliki pemaknaan baru yang berlaku sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut diucapkan [vide Pasal 47 UU MK]. Sehingga terlepas permohonan a quo memenuhi ketentuan Pasal 60 UU MK dan Pasal 78 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang atau tidak, permohonan Pemohon telah kehilangan objek.
[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan a quo telah kehilangan objek maka menurut Mahkamah tidak relevan lagi untuk mempertimbangkan Kedudukan Hukum Pemohon dan Pokok Permohonan.
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat permohonan Pemohon kehilangan objek.
[3.6] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.