Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 43/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 15-06-2023

Arifin Purwanto, S.H., selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ

Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 1 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara langsung oleh Tim Kuasa dengan didampingi oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian UU LLAJ dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.7.2] Bahwa Pemohon dalam perbaikan permohonannya tetap tidak menguraikan secara jelas permasalahan konstitusionalitas yang dihadapinya dalam kaitannya dengan berlakunya norma Pasal 70 ayat (2) UU 22/2009, walaupun telah diberikan nasihat oleh Majelis Panel dalam Sidang Pendahuluan [vide Risalah Sidang Pendahuluan tanggal 11 Mei 2023]. Pemohon hanya menguraikan permasalahan konkret yang dialaminya berkenaan dengan proses, bentuk teknis STNKB dan TNKB, serta masa berlakunya sehingga Mahkamah tidak dapat menilai ada atau tidaknya persoalan konstitusionalitas norma yang dimohonkan pengujiannya;
[3.7.3] Bahwa selain masalah sebagaimana termaktub dalam Sub-paragraf di atas, Pemohon dalam Petitum angka 2 memohon kepada Mahkamah agar ‘Menyatakan frasa “berlaku selama 5 tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun” dalam Pasal 70 ayat (2) UU No. 22 Tahun 2009 Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 96 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang frasa “berlaku selama 5 tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun” tidak dimaknai “berlaku selamanya dan tidak perlu dimintakan pengesahan setiap tahun”.’ Namun, Pemohon sama sekali tidak menyatakan adanya pertentangan antara norma yang dimohonkan pengujiannya dengan UUD 1945. Padahal untuk dapat menilai suatu pasal dan/atau ayat undang-undang dinyatakan “tidak memiliki kekuatan hukum mengikat”, terlebih dahulu pasal dan/atau ayat tersebut harus terbukti dan dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, dalam Petitum angka 3 Pemohon memohon agar Mahkamah “Menyatakan STNKB masa berlakunya selamanya, dibuat STNKB yang baru menjadi sebagai berikut:
1) Nomor Seri STNKB dibuat sama dengan Nomor Seri KTP/NIK KTP;
2) Sebelah kiri STNKB ada foto pemilik kendaraan, nama dan no hp/WA;
3) Nopol kendaraan pada STNKB diambilkan 6 angka pada NIK yang dimulai dari angka ke 7 sampai 12 yang meliputi 2 angka dari bulan, tanggal, dan tahun kelahiran pemegang KTP sebab 6 angka tersebut yang ada di NIK KTP setiap orang tidak ada yang sama, walaupun suami istri, satu keluarga/satu KK;
4) Ada foto kendaraan tampak depan pada sebelah kanan STNKB pemilik kendaraan tersebut;
5) Untuk nopol huruf depan adalah sesuai wilayah hukum pemilik kendaraan, sedang satu huruf di belakang menunjukkan pemilik kendaraan tersebut di kota/kabupaten mana (contoh: AE …A) pemilik kendaraan adalah orang Kota Madiun (AE …B) pemilik kendaraan adalah orang Kab. Madiun (AE …C) pemilik kendaraan adalah orang Kab. Ngawi, dan seterusnya;
6) Pada STNKB ada tulisan berlaku selamanya dan kendaraan ke …;
7) Apabila STNKB tersebut rusak/hilang maka pemilik bisa lapor kepada samsat terdekat untuk dicetak karena semua samsat satu Indonesia sudah terintegrasi secara online.”
Demikian pula dalam Petitum angka 4 Pemohon juga memohon agar Mahkamah “Menyatakan TNKB masa berlakunya selamanya, dibuat TNKB yang baru menjadi:
1) Nama pemilik untuk kendaraan pribadi dan PT atau PO untuk kendaraan niaga;
2) Nopol kendaraan pada TNKB diambilkan 6 angka pada NIK yang dimulai dari angka ke 7 sampai 12 yang meliputi 2 angka dari bulan, tanggal, dan tahun kelahiran pemegang KTP sebab 6 angka tersebut yang ada di NIK KTP setiap orang tidak ada yang sama, walaupun suami istri, satu keluarga/satu KK;
3) Untuk nopol huruf depan adalah sesuai wilayah hukum pemilik kendaraan, sedang satu huruf di belakang menunjukkan pemilik kendaraan tersebut di Kota/Kabupaten mana (contoh: AE …A) pemilik kendaraan adalah orang Kota Madiun (AE …B) pemilik kendaraan adalah orang Kab. Madiun (AE …C) pemilik kendaraan adalah orang Kab. Ngawi, dan seterusnya;
4) Di bawah Nopol diberi tulisan “Kendaraan ke…”;
5) Nopol dibuat dengan dasar warna hitam dan tulisan huruf serta angka warna putih;
6) Untuk ukuran TNKB/Plat Nomor sesuai dengan yang sudah berlaku selama ini.”
Menurut Mahkamah, seluruh rumusan petitum Pemohon tersebut adalah tidak jelas atau setidak-tidaknya tidak sesuai dengan kelaziman petitum dalam perkara pengujian undang-undang. Terhadap petitum ini telah dikonfirmasi kembali kepada Pemohon pada saat sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan pada tanggal 25 Mei 2023 [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 43/PUU-XXI/2023, tanggal 25 Mei 2023, hlm. 7] dan Pemohon tetap pada pendiriannya. Oleh karena itu, secara formal, petitum yang demikian tidak sesuai dengan rumusan petitum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021.
[3.8.] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum, namun oleh karena adanya ketidakjelasan petitum atau setidak-tidaknya petitum Pemohon merupakan hal yang tidak lazim maka menyebabkan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur). Dengan demikian, permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021. Oleh karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut;
[3.9] Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil, hal-hal lain, dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya;