Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak dan Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAIMANA DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 14-04-2023

Tedy Romansah, S.H. yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Mohammad Yusuf Hasibuan, S.H., dkk, advokat pada kantor Advokat Irfandi, Mohammad, Afandi & Rekan, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE

Pasal 28D ayat (1), 28G ayat (1), dan Pasal 28J ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.7] Menimbang bahwa setelah Mahkamah membaca secara saksama permohonan a quo beserta bukti-bukti yang diajukan oleh Pemohon, maka sebelum mempertimbangkan lebih jauh dalil-dalil permohonan Pemohon, penting bagi Mahkamah untuk mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
[3.7.1] Bahwa berkenaan dengan sistematika permohonan dalam perbaikan permohonan yang diajukan oleh Pemohon. Berdasarkan Pasal 10 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021) menyatakan sebagai berikut:
(1) ...
(2) Permohonan yang diajukan oleh Pemohon dan/atau kuasa hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. ...;
b. uraian yang jelas mengenai:
1. kewenangan Mahkamah, yang memuat penjelasan mengenai kewenangan Mahkamah dalam mengadili perkara PUU sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan serta objek permohonan;
2. kedudukan hukum Pemohon, yang memuat penjelasan mengenai hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dianggap dirugikan dengan berlakunya undang-undang atau Perppu yang dimohonkan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4; dan
3. alasan permohonan, yang memuat penjelasan mengenai pembentukan undang-undang atau Perppu yang tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang atau Perppu berdasarkan UUD 1945 dan/atau bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dari undang-undang atau Perppu bertentangan dengan UUD 1945.
c. petitum, yang memuat hal-hal yang diminta untuk diputus dalam permohonan pengujian formil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), yaitu:
1. ...;
2. dst
d. petitum, yang memuat hal-hal yang diminta untuk diputus dalam permohonan pengujian materiil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4), yaitu:
1. mengabulkan permohonan Pemohon;
2. menyatakan bahwa materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang atau Perppu yang dimohonkan pengujian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. memerintahkan pemuatan Putusan dalam Berita Negara Republik Indonesia; atau dalam hal Mahkamah berpendapat lain, mohon Putusan yang seadiladilnya (ex aequo et bono).
[3.7.2] Bahwa terhadap sistematika Perbaikan Permohonan dimaksud, pada dasarnya telah sesuai dengan format permohonan pengujian undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK dan Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021. Namun, setelah Mahkamah memeriksa secara saksama bagian alasanalasan permohonan (posita) permohonan a quo, Pemohon tidak menguraikan alasan atau argumentasi hukum mengapa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE bertentangan dengan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan sebagai dasar pengujian. Pemohon lebih banyak menguraikan mengenai Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang digunakan oleh aparat penegak hukum untuk memproses segala tindak pidana yang berhubungan dengan Pasal a quo. Selain menimbulkan ketidakjelasan, uraian permohonan Pemohon tersebut juga menimbulkan ketidakkonsistenan antara posita dengan petitum Pemohon.
[3.7.3] Bahwa berkenaan dengan petitum Pemohon, Mahkamah dalam persidangan pada tanggal 16 Maret 2023, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan telah memberikan nasihat kepada Pemohon agar mempertimbangkan petitum yang tepat guna mencegah kekosongan hukum [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 25/PUU-XXI/2023, Kamis, tanggal 16 Maret 2023, hlm. 12 dan hlm. 17]. Dalam hal ini, setelah dinasihati Majelis Panel, ditemukan petitum angka 2 “Menyatakan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana yang telah diubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5952) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai oleh Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan transaksi elekronik huruf K BAGIAN Implementasi yang menyatakan bahwa ‘BUKAN MERUPAKAN DELIK PENGHINAAN DAN ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM HAL KONTEN DISEBARKAN MELALUI SARANA GRUP PERCAKAPAN YANG BERSIFAT TERTUTUP ATAU TERBATAS SEPERTI GRUP PERCAKAPAN KELUARGA, KELOMPOK PERTEMANAN AKRAB, KELOMPOK PROFESI, GRUP KANTOR ATAU INTITUSI PENDIDIKAN’ Dan huruf d menyatakan bahwa Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan dan /atau pencemaran nama baik UU ITE’ dan petitum angka 3 “Menyatakan Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843) sebagaimana yang telah diubah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 5952) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat sepanjang tidak dimaknai oleh Keputusan Bersama Menteri Komunikasi Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 229 Tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021 dan Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan transaksi elekronik sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elekronik huruf K BAGIAN Implementasi Yang menyatakan bahwa ‘BUKAN MERUPAKAN DELIK PENGHINAAN DAN ATAU PENCEMARAN NAMA BAIK DALAM HAL KONTEN DISEBARKAN MELALUI SARANA GRUP PERCAKAPAN YANG BERSIFAT TERTUTUP ATAU TERBATAS SEPERTI GRUP PERCAKAPAN KELUARGA, KELOMPOK PERTEMANAN AKRAB, KELOMPOK PROFESI, GRUP KANTOR ATAU INTITUSI PENDIDIKAN’ Dan huruf d menyatakan bahwa Dalam hal fakta yang dituduhkan merupakan perbuatan yang sedang dalam proses hukum maka fakta tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya sebelum Aparat Penegak Hukum memproses pengaduan dan/atau pencemaran nama baik UU ITE”. Seluruh rumusan petitum tersebut adalah tidak jelas atau setidak-tidaknya tidak sesuai dengan kelaziman petitum dalam perkara pengujian undang-undang. Terhadap petitum ini telah dikonfirmasi kembali kepada Pemohon pada saat sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda Pemeriksaan Perbaikan Permohonan pada tanggal 29 Maret 2023 [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 25/PUU-XXI/2023, Rabu, tanggal 29 Maret 2023, hlm. 9] dan Pemohon tetap pada pendiriannya. Secara formal, petitum yang demikian bukanlah rumusan petitum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d PMK 2/2021.
[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum, namun oleh karena adanya ketidakkonsistenan antara posita dan petitum serta petitum tidak lazim sehingga menyebabkan permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur (obscuur). Dengan demikian, permohonan Pemohon tidak memenuhi syarat formil permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) PMK 2/2021. Oleh karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut.

[3.9] Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil, hal-hal lain, dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.