Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 5/PUU-XXI/2023 PERIHAL PENGUJIAN FORMIL PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2022 TENTANG CIPTA KERJA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 14-04-2023

Dr. Hasrul Buarmona, S.H., M.H., Siti Badriyah, S.H, dkk yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Viktor Santoso Tandiasa, S.H., M.H. dan Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, S.H., M.H., Advokat yang tergabung dalam kantor Hukum VST and Partners, Advocates and Legal Consultants, selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon.

Pembentukan Perppu 2/2022

Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 5/PUU-XXI/2023, perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian formil Perppu 2/2022 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
Dalam Permohonan Provisi
[3.11] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan permohonan provisi para Pemohon yang pada pokoknya memohon kepada Mahkamah untuk memberikan putusan sela dengan menyatakan menunda pemberlakuan Perppu 2/2022 sampai adanya putusan akhir agar selama Mahkamah memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo, Perppu 2/2022 tidak dapat ditetapkan menjadi undang-undang oleh DPR, sehingga proses pengujian formil Perppu 2/2022 oleh para Pemohon tidak menjadi kehilangan objek. Terhadap permohonan provisi a quo, menurut Mahkamah, kewajiban DPR untuk memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang telah ditetapkan oleh Presiden merupakan kewajiban konstitusional DPR yang diberikan oleh UUD 1945 sebagaimana telah diatur dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945. Dalam hal ini, apabila Mahkamah mengabulkan permohonan provisi untuk menunda pemberlakuan Perppu 2/2022, sama artinya dengan Mahkamah menghilangkan kewajiban konstitusional DPR yang justru akan bertentangan dengan UUD 1945. Dengan demikian, menurut Mahkamah, permohonan provisi para Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum.
Dalam pokok permohonan
[3.17] Menimbang bahwa setelah Mahkamah memeriksa dan membaca secara saksama permohonan para Pemohon, keterangan DPR, tambahan keterangan DPR, keterangan Presiden, tambahan keterangan Presiden, serta bukti-bukti surat/tulisan yang diajukan oleh para Pemohon dan Presiden, sebagaimana selengkapnya dimuat dalam bagian Duduk Perkara, namun sebelum mempertimbangkan dalil permohonan para Pemohon, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
[3.17.1] Bahwa terkait dengan permohonan a quo, DPR dalam Rapat Paripurna pada tanggal 21 Maret 2023 telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. Selanjutnya, Presiden pada tanggal 31 Maret 2023 telah mengesahkan dan mengundangkan Perppu 2/2022 menjadi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6856).
[3.17.2] Bahwa berkenaan dengan fakta tersebut, Mahkamah telah menyelenggarakan persidangan pada tanggal 6 April 2023 untuk menanyakan sikap para Pemohon terkait dengan hal sebagaimana diuraikan pada Sub-paragraf [3.17.1]. Dalam hal ini, para Pemohon menyerahkan keputusan kepada Mahkamah. Atas dasar fakta tersebut, Mahkamah pada hari itu juga langsung mengadakan Rapat Permusyawaratan Hakim dan berpendapat bahwa sebagai salah satu bentuk hukum, Perppu 2/2022 telah berubah menjadi undang-undang, sehingga perppu yang menjadi objek permohonan para Pemohon telah berubah menjadi UU 6/2023. Dengan demikian, permohonan para Pemohon telah kehilangan objek.
[3.18] Menimbang bahwa oleh karena permohonan para Pemohon telah kehilangan objek, maka pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
[3.19] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.