Patuan Siahaan, Tyas Muharto, S.H., dan Poltak Manullang yang dalam hal ini memberika kuasa kepada Kores Tambunan, S.H., M.H., dkk yaitu Advokat yang tergabung dalam Kantor Hukum Kors Tambunan & Partners, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon.
Pasal 18 huruf c UU 15/2006
Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian UU Narkotika dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.6] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian para Pemohon dalam menjelaskan kerugian hak konstitusionalnya, sebagaimana diuraikan pada Paragraf [3.5] di atas, menurut Mahkamah, para Pemohon pada pokoknya menguraikan anggapan kerugian konstitusional yang dialaminya berkenaan dengan adanya batasan usia maksimal untuk diberhentikan sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota BPK. Adapun di dalam permohonannya para Pemohon menggunakan dasar Pasal 13 huruf i UU 15/2006 sebagai syarat usia minimal untuk dapat dipilih sebagai anggota BPK yaitu, paling rendah berusia 35 (tiga puluh lima) tahun. Kemudian apabila dikaitkan antara Pasal 13 UU 15/2006 yang merupakan syarat untuk dipilh sebagai anggota BPK dan Pasal 18 UU 15/2006 yang merupakan alasan diberhentikannya ketua, wakil ketua, dan anggota BPK, khususnya Pasal 18 huruf c UU 15/2006 di mana para Pemohon menjelaskan bahwa dengan adanya ketentuan mengenai batas usia maksimal untuk diberhentikan, yaitu berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun, mengakibatkan para Pemohon tidak dapat mengajukan diri sebagai calon anggota BPK, walaupun telah memenuhi persyaratan batas usia minimum sebagaimana ditentukan oleh Pasal 13 UU 15/2006. Dengan demikian, seandainya batas usia maksimal masa jabatan 67 (enan puluh tujuh) tahun tersebut dihapuskan maka para Pemohon dapat mengajukan diri sebagai calon anggota BPK. Menurut Mahkamah, para Pemohon telah cukup jelas dalam menguraikan ihwal anggapan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 18 huruf c UU 15/2006. Di samping itu, para Pemohon juga telah dapat menjelaskan adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara anggapan kerugian dimaksud dengan berlakunya norma pasal yang dimohonkan pengujian. Dalam hal ini, sebagaimana diuraikan para pemohon, jika permohonannya dikabulkan kerugian yang bersifat potensial sebagaimana dimaksud oleh para Pemohon tidak akan terjadi. Namun, setelah Mahkamah mencermati permohonan dan bukti-bukti yang diajukan oleh para Pemohon, telah ternyata Mahkamah tidak melihat atau menemukan adanya uraian dan bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah bahwa para Pemohon adalah kandidat yang akan mengajukan diri atau pernah mengajukan diri sebagai calon anggota BPK.
Berkenaan dengan uraian dan bukti dimaksud, Mahkamah, in casu Majelis Hakim Panel, dalam Sidang Pendahuluan pada tanggal 7 Februari 2023, dengan agenda memeriksa kelengkapan dan substansi atau materi permohonan, telah memberikan nasihat kepada para Pemohon untuk menambahkan uraian dan bukti yang dapat menunjukkan bahwa mereka telah pernah mengajukan diri mengikuti proses seleksi calon anggota BPK (vide Risalah Sidang Perkara Nomor 9/PUU-XXI/2023, tanggal 7 Februari 2023, hlm. 13 dan 14). Sebagai warga negara yang telah menjalani masa purna tugas yang relatif lama, seandainya para Pemohon berkeinginan menjadi anggota BPK, dalam batas penalaran yang wajar, mereka telah pernah mendaftar atau mengikuti seleksi sebagai calon anggota BPK. Namun demikian, dalam perbaikan permohonan, Mahkamah tidak menemukan uraian dan bukti berkenaan dengan hal dimaksud. Padahal uraian dan bukti penting tersebut setidaknya merupakan pintu masuk bagi para Pemohon untuk mengajukan pengujian norma a quo. Terlebih lagi, jika dibaca secara utuh struktur norma Pasal 18 huruf c UU 15p2006, yang sesungguhnya dirugikan atau setidak-tidaknya potensial dirugikan sehingga memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan pengujian norma a quo adalah perorangan warga negara Indonesia yang ketika permohonan diajukan sedang menjabat sebagai ketua, wakil, atau anggota BPK. Artinya, jika uraian dan bukti dimaksud dapat ditambahkan dalam perbaikan permohonan, setidak-tidaknya, para Pemohon dapat dinilai secara potensial memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam permohonan a quo.
[3.7] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok permohonan.
[3.8] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dipandang tidak ada relevansinya
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430