Djunatan Prambudi, dalam hal ini memberikan kuasa kepada Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga, S.H., untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
Pasal 21 ayat (1) UU 20/2016
Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian UU 20/2016 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3.2] Bahwa dalam Sidang Pemeriksaan Pendahuluan tanggal 26 April 2022 tersebut dihadiri oleh para penerima kuasa yaitu Leonardo Siahaan dan Fransiscus Arian Sinaga, S.H. tanpa dihadiri oleh pemberi kuasa. Dalam persidangan a quo, Majelis Hakim telah menasihati para penerima kuasa untuk memperbaiki surat kuasa dan permohonannya. Sebab, dalam surat kuasa bertanggal 8 Maret 2022 tersebut pemberi kuasa hanya memberikan kuasa kepada penerima kuasa secara terbatas, yaitu hanya memberikan kewenangan untuk membuat permohonan pengujian, memanggil ahli, dan membuat kesimpulan. Sedangkan, pada bagian pokok permohonan Majelis Hakim telah menasihati untuk dilakukan perbaikan, khususnya pada bagian petitum agar dibuat sesuai dengan posita yaitu terbatas pada frasa yang dianggap merugikan hak konstitusional Pemohon sehingga tidak terjadi pertentangan antara posita dengan petitum. [vide bukti P-1 dan risalah sidang Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022, tanggal 26 April 2022];
[3.3.3] Bahwa Pemohon menyerahkan perbaikan permohonan bertanggal 8 Maret 2022 yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 9 Mei 2022 berdasarkan Tanda Terima Nomor 42-2/PUU/PAN.MK/AP3, namun tidak menyerahkan perbaikan surat kuasa. Selanjutnya, pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dengan agenda Perbaikan Permohonan, tanggal 17 Mei 2022, yang juga hanya dihadiri oleh para penerima kuasa tanpa dihadiri pemberi kuasa, Mahkamah telah meminta klarifikasi kepada para penerima kuasa berkenaan dengan perbaikan surat kuasa dimaksud. Dalam persidangan tersebut para penerima kuasa menjelaskan, bahwa permohonan sudah diperbaiki termasuk surat kuasanya sebagaimana nasihat Majelis Hakim pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan tanggal 26 April 2022, namun untuk perbaikan surat kuasanya belum diserahkan kepada Mahkamah. Terhadap hal tersebut, Mahkamah meminta kepada para penerima kuasa untuk membacakan dan menunjukkan perbaikan surat kuasa dimaksud dalam persidangan melalui daring. Selanjutnya, setelah para penerima kuasa menunjukkan perbaikan surat kuasa yang dimaksudkan, setelah dicermati ternyata surat kuasa khusus yang dimaksudkan belum dibubuhi meterai dan belum ditandatangani oleh kedua belah pihak, yaitu pemberi kuasa maupun penerima kuasa [vide risalah sidang Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022, tanggal 17 Mei 2022].
[3.3.4] Bahwa berdasarkan uraian fakta hukum pada Sub-paragraf [3.3.3] di atas, Mahkamah berpendapat, kehadiran para penerima kuasa pada persidangan di Mahkamah tidak didasarkan pada surat kuasa yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan, khususnya yang ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) PMK 2/2021. Sebab, surat kuasa yang ditunjukkan dalam persidangan melalui daring pun belum dibubuhi meterai dan tanda tangan para pihak, yaitu pemberi kuasa dan penerima kuasa sebagai syarat sahnya secara formil surat kuasa. Demikian halnya apabila Mahkamah merujuk pada surat kuasa awal yang belum diperbaiki, yaitu surat kuasa bertanggal 8 Maret 2022, sebagaimana fakta hukum yang ada, telah ternyata surat kuasa awal tersebut pemberi kuasa hanya memberikan kuasa secara terbatas kepada para penerima kuasa yaitu hanya memberikan kewenangan untuk membuat permohonan pengujian, memanggil ahli, dan membuat kesimpulan tanpa memberikan kewenangan lainnya, khususnya untuk menghadiri persidangan dan menyampaikan permohonan Pemohon. Dengan demikian, menurut Mahkamah, para penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam persidangan untuk Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022 a quo.
[3.3.5] Bahwa andaipun para penerima kuasa mempunyai kewenangan untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam persidangan untuk Perkara Nomor 50/PUU-XX/2022 tersebut, quod non, setelah Mahkamah mencermati petitum permohonan Pemohon ternyata petitum yang disampaikan dalam perbaikan permohonan terdapat kerancuan yaitu bersifat kumulatif yang saling bertentangan, karena pada petitum angka 2, Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 21 ayat (1) UU 20/2016 bertentangan dengan UUD 1945, sedangkan pada petitum angka 3 Pemohon memohon agar Mahkamah memaknai frasa “Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya” dalam Pasal 21 ayat (1) UU 20/2016 secara bersyarat (conditionally constitutional) menjadi “Permohonan ditolak jika Merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan melihat merek tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh dan tidak memandang merek tersebut secara sebagian-sebagian atau memecahkan merek tersebut secara kata demi kata”. Terhadap petitum tersebut, menurut Mahkamah, pada satu sisi Pemohon memohon agar Pasal 21 ayat (1) UU 20/2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, namun pada sisi lain memohon kepada Mahkamah untuk memberikan pemaknaan terhadap Pasal 21 ayat (1) UU 20/2016 secara bersyarat (conditionally constitutional). Oleh karena itu, berdasarkan fakta hukum tersebut, Mahkamah tidak mungkin mengabulkan dua petitum yang saling bertentangan dimaksud, kecuali Pemohon dalam petitum permohonannya memohon secara alternatif.
[3.4] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan Pemohon, namun oleh karena para penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan untuk mewakili kepentingan pemberi kuasa dalam persidangan untuk Perkara Nomor 50/PUU- XX/2022 a quo dan seandainyapun surat kuasa memenuhi syarat formil, quod non, telah ternyata permohonan Pemohon tidak jelas (kabur), sehingga Mahkamah tidak mempertimbangkan kedudukan hukum dan pokok permohonan Pemohon serta hal- hal lain lebih lanjut.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430