Fentje Eyfert Loway, S.H., M.H., T.R. Silalahi, S.H., M.H., Dra. Renny Ariyanny, S.H., M.H., LL.M., Dra. Martini, S.H., Fahriani Suyuti, S.H., M.H yang dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya Abdul Rohman, S.H., dkk yang tergabung dalam kantor hukum RBT Law Firm, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon.
Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU 11/2021
Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian UU 11/2021 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.7] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan para Pemohon, Mahkamah perlu mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
[3.7.1] Bahwa Mahkamah telah memeriksa permohonan para Pemohon dalam persidangan Pendahuluan pada 17 Maret 2021, dalam persidangan tersebut, Majelis Panel sesuai dengan kewajibannya yang diatur dalam Pasal 39 ayat (2) UU MK telah memberikan nasihat kepada para Pemohon untuk memperbaiki dan memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan kedudukan hukum, pokok permohonan, serta petitum.
Bahwa Panel Hakim telah menasihatkan kepada para Pemohon untuk mempertimbangkan petitum seperti apa yang tepat bagi permohonan para Pemohon, karena petitum permohonan para Pemohon kontradiktif antara petitum yang satu dengan yang lainnya. Pada satu sisi para Pemohon meminta agar pasal yang diajukan pengujian dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Namun, di sisi lain para Pemohon meminta pula agar pasal yang diajukan pengujiannya tersebut dinyatakan konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat [vide perbaikan permohonan perkara Nomor 27/PUU-XX/2022, petitum permohonan angka 2, angka 3, angka 4, dan angka 5, hlm. 38-39, serta Risalah Sidang Perkara Nomor 27/PUU-XX/2022, tanggal 17 Maret 2022, hlm. 14].
[3.7.2] Bahwa para Pemohon telah melakukan perbaikan permohonannya dan diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 30 Maret 2022 yang kemudian disampaikan pokok-pokok perbaikan permohonannya dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan pada 7 April 2022.
Bahwa setelah dicermati lebih lanjut perbaikan permohonan para Pemohon, di dalam posita, para Pemohon menguraikan mengenai alasan mengapa ketentuan Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU 11/2021 harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan meminta Mahkamah untuk memberikan tafsir terhadap pasal yang diajukan pengujian [vide perbaikan permohonan perkara Nomor 27/PUU-XX/2022, hlm. 29-30]. Demikian juga dengan petitum permohonan para Pemohon, walaupun telah diberikan nasihat oleh Panel Hakim pada sidang pendahuluan agar mempertimbangkan petitum yang tepat, akan tetapi para Pemohon tetap pada pendiriannya. Dalam hal ini, para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar ketentuan Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU 11/2021 dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan juga meminta Mahkamah untuk memberikan tafsir terhadap pasal yang diajukan pengujian. Terhadap petitum ini telah dikonfirmasi kembali kepada para Pemohon pada saat sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan, dan para Pemohon melalui kuasanya menyatakan bahwa petitum yang diinginkan para Pemohon adalah Petitum yang tercantum di dalam perbaikan permohon yang dibacakan di dalam Persidangan [vide Risalah Sidang Perkara Nomor 27/PUU-XX/2022, tanggal 07 April 2022, hlm. 8-9].
Bahwa terhadap petitum sebagaimana yang tercantum di dalam perbaikan permohonan para Pemohon yaitu Petitum angka 2, angka 3, angka 4 dan angka 5, menurut Mahkamah, petitum demikian bersifat kumulatif sehingga permintaan demikian menyebabkan kerancuan dan ketidakjelasan terkait apa sesungguhnya yang diminta oleh para Pemohon. Sebab, di satu sisi para Pemohon memohon Mahkamah untuk menyatakan Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU 11/2021 bertentangan dengan UUD 1945 (inkonstitusional), sementara di sisi lain para Pemohon memohon Mahkamah untuk menyatakan Pasal 12 huruf c dan Pasal 40A UU 11/2021 bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat (inkonstitusional bersyarat). Berdasarkan fakta hukum tersebut, Mahkamah tidak mungkin mengabulkan dua petitum yang saling bertentangan, kecuali para Pemohon dalam petitum permohonannya memohon secara alternatif, quod non. Oleh karena itu, jika petitum sebagaimana yang dimohonkan para Pemohon dikabulkan, dalam batas penalaran yang wajar akan menimbulkan kerancuan norma sehingga dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum.
Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, permohonan para Pemohon menimbulkan ketidakjelasan. Oleh karena itu, Mahkamah sulit untuk memahami maksud permohonan a quo. Dengan demikian, permohonan para Pemohon adalah kabur.
[3.8] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan para Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, namun oleh karena permohonan para Pemohon adalah kabur, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan para Pemohon.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430