Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima

INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12/PUU-XX/2022 PERIHAL PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 29-03-2022

dr. H. Ludjiono yang untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 25, Pasal 30, dan Pasal 40 UU 24/2009

Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 25, Pasal 30, dan Pasal 40 UU 24/2009 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.3] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun sebelum mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon dan pokok permohonan, Mahkamah terlebih dahulu akan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

[3.3.1] Bahwa Mahkamah telah melaksanakan persidangan pada 9 Februari 2022, dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Namun, Pemohon tidak hadir walaupun telah dipanggil secara sah dan patut, yang menurut informasi dari Kepaniteraan hal ini terjadi karena adanya gangguan koneksi/jaringan online pada pihak Pemohon. Selanjutnya, Mahkamah menjadwalkan kembali Pemeriksaan Pendahuluan sebagaimana dimaksud untuk memeriksa permohonan a quo pada 22 Februari 2022 dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Berdasarkan ketentuan Pasal 39 UU MK, karena kewajibannya, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki sekaligus memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan Pemohon dan permohonannya sesuai dengan sistematika permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK Nomor 2/2021);

[3.3.2] Bahwa Pemohon telah melakukan perbaikan permohonannya sebagaimana telah diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada 7 Maret 2022 dan diperiksa dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan pada 7 Maret 2022. Pemohon dalam perbaikan permohonannya ternyata tidak menguraikan sistematika permohonan yang meliputi: Judul, Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan Kedudukan Hukum Pemohon, namun Pemohon hanya menguraikan alasan-alasan Permohonan dan Petitum;

[3.3.3] Bahwa meskipun format perbaikan permohonan Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Sub-paragraf [3.3.2] pada dasarnya tidak sesuai dengan format permohonan pengujian undang-undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) PMK Nomor 2/2021, dengan mengacu pada perbaikan permohonan, Pemohon langsung menguraikan alasanalasan Permohonan (posita) dan Petitum. Sementara itu, Judul, Identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah Konstitusi, dan Kedudukan Hukum Pemohon terdapat pada permohonan awal dan tidak digabungkan dengan perbaikan permohonan.
Berkenaan dengan hal tersebut di atas, meskipun Mahkamah dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan pada 22 Februari 2022 telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya [vide Pasal 39 ayat (2) UU MK] agar Pemohon menguraikan sistematika permohonan, kedudukan hukum, dan memperjelas alasan-alasan dalam mengajukan permohonan terkait dengan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian dengan dasar pengujian sehingga dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, Pemohon juga disarankan untuk memperbaiki petitum yang tidak lazim karena Pemohon meminta ganti kerugian kepada Pemerintah [vide Risalah Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada 22 Februari 2022]. Namun demikian, Pemohon tetap tidak memperbaiki permohonannya, terutama menguraikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal-pasal yang dimohonkan pengujian dengan pasal-pasal yang menjadi dasar pengujian dalam UUD 1945;
Dengan demikian, setelah membaca dan mempelajari secara saksama perbaikan permohonan Pemohon, Mahkamah tidak dapat memahami alasan permohonan Pemohon jika dikaitkan dengan petitum permohonan yang meminta agar pasal-pasal yang diuji konstitusionalitasnya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa permohonan Pemohon adalah kabur.
[3.4] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun karena permohonan Pemohon kabur maka Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan Pemohon lebih lanjut.