Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 68/PUU-XIX/2021 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 24-02-2022

H. Bustami Zainudin, S. pd., M.H., dan H. Fachrul Razi, M.I.P., yang memberikan kuasa kepada Dr. Refly Harun, S.H., M.H., LL.M dan Muh. Salman Darwis, S.H., M.H.Li., yang tergabung dalam kantor hukum REFLY HARUN & Partners, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon.

Pasal 222 UU 7/2017

Pasal 6 Ayat (2), Pasal 6A Ayat (2), Pasal 6A Ayat (3), Pasal 6A Ayat (4), dan Pasal 6A Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 222 UU 7/2017 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.6.1] Bahwa norma yang diajukan para Pemohon berkenaan dengan ketentuan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Dalam mengajukan permohonan pengujian ketentuan tersebut, para Pemohon berkedudukan sebagai perseorangan warga negara Indonesia dan sebagai anggota DPD yang tidak mewakili lembaga DPD. Para Pemohon mendalilkan memiliki hak konstitusional untuk memilih dan untuk dipilih, hak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan, dan hak untuk memperoleh jaminan kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan termasuk dalam mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 dan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945;

[3.6.2] Bahwa berkaitan dengan kedudukan hukum perseorangan warga negara dalam mengajukan permohonan pengujian ketentuan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden in casu Pasal 222 UU 7/2017, Mahkamah telah mempertimbangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUUXIX/2021 bertanggal 24 Februari 2022, yang telah diucapkan sebelumnya, antara lain menyatakan:

[3.6.2] …jelaslah bahwa Mahkamah pernah memberikan kedudukan hukum terhadap perseorangan warga negara yang memiliki hak memilih untuk menguji norma berkenaan dengan ketentuan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden. Namun, oleh karena terdapat perbedaan mekanisme dan sistem yang digunakan dalam penentuan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden pada Pemilu Tahun 2014 dengan Pemilu Tahun 2019 dan Pemilu berikutnya pada tahun 2024, sehingga terjadi pergeseran sebagaimana yang dipertimbangkan pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 74/PUU-XVIII/2020 bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan berkenaan dengan persyaratan ambang batas untuk mengusulkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden (presidential threshold) in casu, Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu.

[3.6.3] Bahwa partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu memiliki kerugian hak konstitusional untuk mengajukan permohonan pengujian Pasal 222 UU 7/2017 sejalan dengan amanat konstitusi yaitu Pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menentukan pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden ditentukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, bukan oleh perseorangan. Demikian juga sejalan dengan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945 yang secara eksplisit menentukan hanya partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya yang dapat mengusulkan dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden untuk dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, jika Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan. Ketentuan konstitusi tersebut semakin menegaskan Mahkamah bahwa pihak yang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 222 UU 7/2017 adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu, bukan perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk memilih.

Adapun perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih dapat dianggap memiliki kerugian hak konstitusional sepanjang dapat membuktikan didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden atau menyertakan partai politik pendukung untuk secara bersama-sama mengajukan permohonan. Penilaian kerugian hak konstitusional yang demikian menurut Mahkamah tetaplah sejalan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 8 ayat (3) UUD 1945.

Dalam putusan tersebut terdapat 4 (empat) orang Hakim Konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih serta Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra. Dalam pendapat berbeda tersebut, yang selengkapnya termuat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-XIX/2021, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih berpendapat meskipun Pemohon perseorangan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan mengenai ketentuan ambang batas pencalonan Pasangan Presiden dan Wakil Presiden, akan tetapi dalam pokok permohonan berpendapat tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonan Pemohon ditolak. Adapun Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Saldi Isra berpendapat Pemohon perseorangan memiliki kedudukan hukum dan dalam pokok permohonan berpendapat beralasan menurut hukum, sehingga mengabulkan permohonan Pemohon.

[3.6.3] Bahwa berdasakan pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-XIX/2021 tersebut, terkait dengan kualifikasi para Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang memiliki hak untuk memilih, menurut Mahkamah para Pemohon telah mengetahui hasil hak pilihnya dalam pemillu legislatif tahun 2019 akan digunakan juga sebagai bagian dari persyaratan ambang batas pencalonan pasangan Presiden dan Wakil Presiden pada tahun 2024 yang hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu, sehingga tidak terdapat kerugian konstitusional para Pemohon. Persoalan jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkontestasi dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak berkorelasi dengan norma Pasal 222 UU 7/2017 karena norma a quo tidak membatasi jumlah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang berhak mengikuti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, selain para Pemohon tidak memiliki kerugian konstitusional dengan berlakunya norma Pasal 222 UU 7/2017, juga tidak terdapat hubungan sebab akibat norma a quo dengan hak konstitusional para Pemohon sebagai pemilih dalam Pemilu. Demikian juga dalam kualifikasi para Pemohon sebagai anggota DPD, Mahkamah tidak menemukan adanya kerugian konstitusional para Pemohon dan tidak ada hubungan sebab akibat dengan pelaksaaan tugas dan kewenangan para Pemohon dalam menyerap aspirasi masyarakat daerah, karena pemberlakuan norma Pasal 222 UU 7/2017 tidak mengurangi kesempatan putra-putri terbaik daerah untuk menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden sepanjang memenuhi persyaratan dan diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu. Para Pemohon juga tidak memenuhi kualifikasi perseorangan warga negara yang memiliki hak untuk dipilih sehingga dapat dianggap memiliki kerugian hak konstitusional dengan berlakunya ketentuan norma Pasal 222 UU 7/2017, karena tidak terdapat bukti adanya dukungan bagi para Pemohon untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dari partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu atau setidak-tidaknya menyertakan partai politik pendukung untuk mengajukan permohonan bersama dengan para Pemohon.