Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 58/PUU-XIX/20201 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 15-12-2021

H. Armansyah, S.E., M.M. yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada M. Husni Chandra, S.H., M.Hum. dkk., masing-masing para advokat dari Tim Advokasi Pos Bantuan Hukum (POSBAKUM) Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Advokat Indonesia Kota Palembang untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 49 ayat (1) huruf (a) dan Pasal 49 ayat (2) huruf (b) UU Perbankan

Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian UU Perbankan dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.6] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo dan Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, namun sebelum mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon, Mahkamah perlu mempertimbangkan terlebih dahulu hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa Mahkamah telah memeriksa permohonan Pemohon dalam persidangan Pendahuluan pada 16 November 2021, dalam persidangan tersebut, Majelis Panel sesuai dengan kewajibannya yang diatur dalam Pasal 39 ayat (2) UU MK telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki dan memperjelas hal-hal yang berkaitan dengan pokok permohonan Pemohon sesuai dengan sistematika permohonan yang diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UU MK serta Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian UndangUndang (PMK 2/2021);
2. Bahwa Pemohon telah melakukan perbaikan permohonannya dan diterima Kepaniteraan Mahkamah pada 29 November 2021 yang kemudian pada tanggal tersebut juga diperiksa dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda memeriksa perbaikan permohonan;
3. Bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama permohonan Pemohon, menurut Mahkamah, terdapat pertentangan pada bagian petitum Pemohon yaitu petitum angka 2 dan angka 3. Dalam petitum angka 2, Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk memaknai frasa “Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau Pegawai Bank” menjadi “setiap orang” sehingga Pemohon meminta Pasal 49 ayat (1) huruf a UU 10/1998 dimaknai sebagai “(1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank";
4. Bahwa selanjutnya pada petitum angka 3, Pemohon meminta pemaknaan kembali Pasal 49 ayat (1) huruf a UU 10/1998 sepanjang kata “menyebabkan”, sehingga Pasal 49 ayat (1) huruf a UU 10/1998 berbunyi, “(1) Setiap orang yang dengan sengaja: a. membuat adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank";
5. Bahwa terhadap petitum angka 2 dan angka 3 sebagaimana diuraikan di atas, menurut Mahkamah, petitum demikian bersifat kumulatif karena Pemohon meminta kepada Mahkamah agar memaknai dua kali Pasal 49 ayat (1) huruf a UU 10/1998, sehingga permintaan demikian menyebabkan kerancuan dan ketidakjelasan terkait apa sesungguhnya yang diminta oleh Pemohon. Jika petitum sebagaimana yang dimohonkan Pemohon dikabulkan, dalam batas penalaran yang wajar akan menimbulkan kerancuan norma sehingga dapat mengakibatkan ketidakpastian hukum.