Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 24/PUU-XIX/2021 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 15-12-2021

Calvin Bambang Hartono, yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Agoes Soeseno, S.H., M.M., dkk., selaku para advokat, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004

Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian UU 37/2004 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, selanjutnya Mahkamah akan menjawab dalil Pemohon yang mempersoalkan ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 bertentangan dengan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagai berikut:
[3.15.1] Bahwa tanpa bermaksud menilai kasus konkret yang dialami oleh Pemohon, sebagai debitor, Pemohon telah diberikan waktu yang cukup oleh kreditor untuk menyelesaikan utangnya sehingga adanya putusan pernyataan pailit yang menurut Pemohon telah menyebabkan kerugian konstitusional adalah upaya maksimal untuk menyelesaikan permasalahan utang antara Pemohon dan kreditor yang telah diputus oleh badan peradilan. Selain itu, menurut Mahkamah putusan pailit merupakan putusan yang masuk dalam kategori putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terdapat upaya hukum (uitvoerbaar bij voorraad). Dengan kata lain, sebagai putusan serta merta di mana putusan yang dijatuhkan dapat langsung dieksekusi, meskipun putusan tersebut belum memeroleh kekuatan hukum tetap sebagaimana telah diatur dalam Pasal 8 ayat (7) UU 37/2004 yang menyatakan “Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan suatu upaya hukum” dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004 yang menyatakan, “Kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali.” Dalam konteks demikian, pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (7) UU 37/2004 dan Pasal 16 ayat (1) UU 37/2004 sesungguhnya masih dalam perspektif dapat dilakukannya sita umum terhadap harta milik debitor yang dilakukan atas permintaan Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas untuk dilakukan pengamanan guna ditindaklanjuti dengan verifikasi terhadap pengelompokkan kreditor yang melekat pada harta debitor pailit. Lebih lanjut, terhadap sita umum tersebut dapat dilakukan pembagian pelunasan utang debitor terhadap para kreditor sesuai dengan sifatnya sebagaimana diuraikan di atas dan secara pari passu pro rata parte. Oleh karena itu, sesungguhnya ketentuan Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 yang dimohonkan Pemohon berkenaan dengan sita umum telah sejalan dengan asas pari passu pro rata parte, yakni secara bersama-sama memeroleh pelunasan sesuai dengan sifat kreditor masing-masing yang mempunyai piutang. Oleh karena itu, kegunaan dari kepailitan ini membenarkan perwujudan dari asas jaminan sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata yang memberikan perlindungan pada kreditor konkuren atau kreditor bersaing dan membedakan dengan kreditor separatis dan kreditor preferen. Sementara berkaitan dengan dalil Pemohon yang mempersoalkan sita umum harta kekayaan debitor pailit tidak dapat dilakukan jika masih ada perkara perdata dengan subjek dan objek yang sama, penting bagi Mahkamah menegaskan bahwa sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang kemudian pengurusan dan pemberesan atas harta tersebut dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas merupakan esensi dari kepailitan [vide Pasal 1 angka 1 UU 37/2004]. Dengan adanya sita umum tersebut maka akan mengesampingkan sita khusus lainnya berkenaan dengan harta tersebut misalnya sita jaminan, sita eksekusi atau sita harta perkawinan. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya tumpang-tindih antara jenis sita yang ada dan berpotensi adanya perebutan harta kekayaan debitor pailit oleh para kreditor serta menghentikan tindakan debitor pailit yang beriktikad tidak baik dan berpotensi merugikan para kreditornya. Meskipun terhadap hal demikian berlaku asas actio pauliana yaitu pengadilan dapat membatalkan semua tindakan hukum debitor yang merugikan kreditor [vide Pasal 1341 KUH Perdata).
[3.15.2] Bahwa apabila terhadap harta debitor pailit baik sebelum maupun setelah pernyataan pailit diletakkan sita pidana, maka akan terjadi konflik antara kepentingan publik dengan kepentingan keperdataan. Dalam Pasal 39 KUHAP dinyatakan bahwa benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan mengadili perkara pidana. Oleh karenanya, terhadap dalil demikian maka kepentingan publik yang harus didahulukan. Dengan demikian, sita dalam kaitan dengan perkara pidana karena berkaitan dengan kepentingan umum, oleh karenanya negara harus hadir untuk melindungi kepentingan umum dimaksud.
[3.15.3] Bahwa selanjutnya berkaitan dengan kedudukan sita umum, Mahkamah perlu menegaskan kembali bahwa sita umum mempunyai kedudukan yang lebih diutamakan. Dengan demikian, melalui sita umum inilah dapat dipenuhi kewajiban debitor pailit kepada kreditornya secara proporsional dan maksimal, yaitu sebatas harta milik debitor pailit yang tercakup dalam sita umum dan harta-harta lain debitor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1131 KUH Perdata. Oleh karena itu, penafsiran atau pemaknaan lain terhadap Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 justru akan mengenyampingkan keadilan dan kepastian hukum yang dijamin oleh UUD 1945 dalam penanganan perkara kepailitan dan PKPU. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat, tidak terdapat persoalan konstitusionalitas terhadap norma Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 sebagaimana yang didalilkan Pemohon di atas.
[3.16] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, menurut Mahkamah telah ternyata ketentuan norma Pasal 31 ayat (1) UU 37/2004 telah memberikan kepastian hukum yang adil sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 oleh karenanya dalil permohonan Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.