R Abdullah, Indra Munaswar, dkk, yang memberikan kuasa khusus kepada Ari Lazuardi, S.H., dkk., advokat yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Nasional Tolak Undang-Undang Cipta Kerja
Pasal 42 angka 5, 6, 7, 15, 23, Pasal 81 angka 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 31, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, Pasal 82 angka 2, dan Pasal 83 angka 1 dan 2 UU 11/2020
Pasal 27 ayat (2), Pasal 28, Pasal 28C ayat (1) dan (2), Pasal 28D ayat (1) dan (2), Pasal 28I ayat (4) dan (5), Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian UU 11/2020 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.19] Menimbang bahwa berkaitan dengan pengujian formil UU 11/2020 telah diputus oleh Mahkamah dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU- XVIII/2020, bertanggal 25 November 2021, yang telah diucapkan sebelumnya dengan amar yang dalam pokok permohonan menyatakan:
1. Menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima;
2. Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian;
3. Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”;
4. Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini;
5. Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) menjadi inkonstitusional secara permanen;
6. Menyatakan apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573) dinyatakan berlaku kembali;
7. Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
8. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya;
9. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
Dalam putusan berkenaan dengan pengujian formil UU 11/2020 tersebut terdapat 4 (empat) orang Hakim Konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, dan Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul, namun oleh karena terhadap UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak putusan diucapkan, sehingga objek permohonan yang diajukan Pemohon a quo tidak lagi sebagaimana substansi undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Dengan demikian, permohonan Pemohon a quo menjadi kehilangan objek.
[3.20] Menimbang bahwa meskipun pokok permohonan Pemohon tidak seluruhnya dipertimbangkan oleh Mahkamah dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020, bertanggal 25 November 2021, namun oleh karena terhadap permohonan pengujian formil tidak dipersyaratkan harus terpenuhinya seluruh syarat secara kumulatif maka dengan demikian menurut Mahkamah tidak relevan lagi mempertimbangkan syarat-syarat selain dan selebihnya yang didalilkan Pemohon a quo lebih lanjut.
Dalam Pengujian Materiil
[3.21] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut permohonan pengujian materiil, oleh karena Mahkamah melakukan pemisahan (spilitsing) pemeriksaan antara pengujian formil dengan pengujian materiil maka putusan terhadap permohonan a quo tidak dapat dipisahkan dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 mengenai pengujian formil UU 11/2020.
[3.22] Menimbang bahwa berdasarkan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tersebut, telah ternyata terhadap UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan putusan dimaksud mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan. Sehingga, terhadap permohonan pengujian materiil a quo tidak relevan lagi untuk dilanjutkan pemeriksaannya, karena objek permohonan yang diajukan para Pemohon tidak lagi sebagaimana substansi undang-undang yang dimohonkan pengujiannya. Terlebih lagi dengan mempertimbangkan asas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan [vide Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman], maka terhadap permohonan pengujian materiil a quo harus dinyatakan kehilangan objek.
[3.23] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dari permohonan para Pemohon dipandang tidak relevan, sehingga tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430