Ir. Iwan Sumule, dkk yang dalam hal ini memberikan kuasa kepada Effendi Saman, S.H, dkk, Advokat/Konsultan Hukum Tim Advokasi ProDem, untuk selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon.
Pasal 1 ayat (3) huruf b, Pasal 1 ayat (5), Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf d, Pasal 9, Pasal 11 ayat (3), Pasal 12 ayat (2), Pasal 14, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20 ayat (1) huruf b angka 1, Pasal 20 ayat (1) huruf b angka 3, Pasal 20 ayat (1) huruf c, Pasal 22 ayat (1), Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26 ayat (1), Pasal 27 ayat (1) sampai dengan ayat (3) Lampiran UU 2/2020
Pasal 1 ayat (3), Pasal 23 ayat (1),ayat (2) dan ayat (3), Pasal 23A, Pasal 23D, Pasal 23E ayat (1), serta Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian Pasal a quo Lampiran UU 2/2020 dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.6.1] Bahwa permohonan para Pemohon a quo diajukan ke Mahkamah Konstitusi ketika penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang dinyatakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) sebagai pandemi pada sebagian besar negara-negara di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, semakin menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu dan telah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian materiil yang semakin besar yang berimplikasi pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat (vide konsideran “Menimbang” UU 2/2020). Berkenaan dengan pandemi Covid-19 ini pula Presiden telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Sebagai Bencana Nasional (Keppres 12/2020). Artinya, berdasarkan Keppres a quo Presiden menyatakan bencana non alam yang diakibatkan oleh Covid-19 sebagai bencana nasional. Oleh karena itu, dalam kondisi masyarakat yang tengah menghadapi ancaman Pandemi Covid-19 yang penyebarannya relatif cepat dengan tingkat fatalitas yang tinggi maka tindakan pencegahan penyebaran penting untuk dilakukan oleh semua pihak.
[3.6.2] Bahwa dalam upaya melakukan pencegahan penyebaran Covid-19 di atas dan sejalan dengan kepatuhan atas Protokol Kesehatan (Prokes) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagaimana yang juga ditetapkan oleh WHO maka harus dihindari terjadinya kerumunan dengan cara salah satunya menjaga jarak atau melakukan pembatasan fisik (physical distancing). Oleh karena itu, guna mencegah kerumunan dalam persidangan yang dapat berakibat pada penyebaran dan/atau penularan virus tersebut, maka sesuai dengan Prokes harus ada pembatasan kegiatan yang menyebabkan terjadinya kerumunan sehingga berakibat penyebaran virus Covid-19. Dalam kaitan ini, Mahkamah telah memutuskan mengenai penyelenggaraan seluruh persidangan di Mahkamah Konstitusi dilakukan secara online atau dalam jaringan (daring) pada Rapat Permusyawatan Hakim tanggal 10 September 2020. Perihal persidangan secara daring tersebut Mahkamah telah memberitahukan kepada semua pihak, termasuk para Pemohon melalui surat undangan untuk menghadiri persidangan secara daring. Bahkan, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (PMK 2/2021) telah ditentukan tata cara persidangan secara online (daring).
[3.6.3] Bahwa para Pemohon melalui surat yang bertanggal 8 Oktober 2020 dan 21 Oktober 2020, yang pada pokoknya menyatakan keberatan untuk menghadiri persidangan perkara a quo secara daring. Terhadap surat keberatan para Pemohon tersebut, Mahkamah telah menjelaskan dalam persidangan tanggal 8 Oktober 2020 perihal Mahkamah telah memutuskan seluruh persidangan dilakukan secara daring termasuk perkara a quo yang pemeriksaannya digabungkan dengan permohonan pengujian UU 2/2020 lainnya sejumlah 7 (tujuh) perkara. Dengan demikian, para Pemohon seharusnya menaati keputusan Mahkamah terkait pelaksanaan persidangan secara daring dimaksud sesuai dengan Protokol Kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah untuk mencegah tingkat penyebaran Covid-19. Sebab, pada dasarnya persidangan melalui daring tidak mengurangi hak-hak para Pemohon dalam membuktikan dan memperjuangkan kepentingan-kepentingan konstitusionalnya. Terlebih lagi, Pemohon pada perkara lain, tidak keberatan dengan penyelenggaraan persidangan secara daring. Namun demikian, para Pemohon tetap bersikeras untuk hadir secara offline atau luar jaringan (luring) pada setiap persidangan yang kehadirannya tersebut ditolak oleh Mahkamah sehingga para Pemohon dianggap tidak hadir. Hal ini didukung pula dengan ketidakhadiran para Pemohon pada setiap persidangan perkara a quo.
[3.7] Menimbang bahwa berdasarkan fakta dan hukum di atas, menurut Mahkamah, para Pemohon tidak pernah mengindahkan perintah Mahkamah untuk hadir secara sah dalam persidangan yang ditetapkan Mahkamah secara daring. Oleh karena itu, menurut Mahkamah para Pemohon tidak pernah menghadiri persidangan dan hal demikian merupakan bentuk ketidaktaatan terhadap perintah Mahkamah tentang tatacara penyelenggaran persidangan dalam masa pandemi Covid-19 secara daring;
[3.8] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, oleh karena para Pemohon tidak taat terhadap penyelenggaraan persidangan secara daring, maka terhadap pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430