Ahmad Ridha Sabana dan Abdullah Mansuri, dalam hal ini diwakili oleh M. Maulana Bungaran, S.H., dkk.
Pasal 414 ayat (1)
Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (2) dan Pasal 28D ayat (1)
Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang – Undang
Badan Keahlian DPR RI.
Bahwa terhadap konstitusionalitas Pasal 414 ayat (1) UU PEMILU, MK
memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
1) Bahwa pengujian norma parliamentary threshold yang diatur dalam
Pasal 208 UU 8/2012 terakhir adalah melalui Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 56/PUU-XI/2013, bertanggal 7 Mei 2014, dalam
permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 208 UU 8/2012, dengan
dasar pengujian adalah Pasal 1 ayat (2), Pasal 6 ayat (2), Pasal 6A ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22B, Pasal 22E ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), serta Pasal 28D ayat (1)
dan ayat (3) UUD 1945, dengan amar putusan menyatakan menolak
permohonan Pemohon. Dalam pertimbangan hukumnya Mahkamah
menyatakan bahwa terhadap pasal atau ayat dari UUD 1945 yang telah
dijadikan dasar pengujian dalam permohonan sebelum permohonan a
quo, pertimbangan dalam permohonan tersebut mutatis mutandis
menjadi pertimbangan pula dalam permohonan a quo. Dengan demikian
masih terdapat dasar pengujian yang berbeda yakni Pasal 6 ayat (2),
Pasal 6A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22B, Pasal 22E
ayat (2), dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Terhadap dasar pengujian
yang berbeda tersebut, Mahkamah antara lain menegaskan kembali
dalam pertimbangan hukumnya bahwa ketentuan PT 3,5% merupakan
kebijakan hukum (legal policy) pembentuk undang-undang sebagai politik
penyederhanaan kepartaian yang tidak bertentangan dengan UUD 1945;
2) Bahwa meski undang-undang yang diuji dalam permohonan a quo
berbeda, akan tetapi norma yang diuji secara substansi tidak berbeda
dengan norma yang telah dinilai oleh Mahkamah melalui putusan-putusan
yang diuraikan di atas, khususnya putusan yang berkenaan dengan
parliamentary threshold untuk keanggotaan DPR, di mana Mahkamah
telah menegaskan pendiriannya bahwa hal tersebut berkaitan dengan
politik penyederhanaan kepartaian dengan menyatakan open legal policy
sepanjang tidak bertentangan dengan kedaulatan rakyat, hak politik, dan
rasionalitas. Demikian juga dengan dasar pengujian yang dipergunakan
dalam permohonan a quo yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 22E ayat (2), dan
Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, telah dijadikan dasar pengujian dalam
permohonan- permohonan sebelum permohonan a quo yang telah
diputus melalui putusan-putusan sebagaimana diuraikan di atas. Selain
itu, alasan-alasan permohonan a quo juga tidak didasarkan pada alasan-
alasan konstitusionalitas yang berbeda dengan permohonan-permohonan
sebelum permohonan a quo dan telah pula dipertimbangkan dalam
putusan-putusan sebagaimana diuraikan di atas. Dengan demikian
berdasarkan Pasal 60 ayat (2) UU MK dan Pasal 42 ayat (2) Peraturan
Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara
dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, permohonan Pemohon adalah
ne bis in idem.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430