H. Damai Hari Lubis, dalam hal ini memberikan Kuasa kepada Tim Advokasi Aliansi Anak Bangsa, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020
Pasal 23 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU a quo dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.12] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Pemohon, oleh karena isu pokok pengujian materiil yang dijadikan alasan permohonan pengujian oleh Pemohon a quo mempunyai kesamaan dengan Permohonan Nomor 37/PUU-XVIII/2020, yang putusannya telah diucapkan sebelumnya, sehingga penting bagi Mahkamah untuk mengutip pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020, sebagai berikut:
[3.12.1] Bahwa Mahkamah telah memutus konsitusionalitas Pasal 27 Lampiran UU 2/2020 dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020, bertanggal 28 Oktober 2021, di mana berkenaan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3), Mahkamah dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 menyatakan sebagai berikut:
“Mengadili:
…
Dalam Pengujian Materiil:
1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan frasa “bukan merupakan kerugian negara” Pasal 27 ayat (1) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sehingga Pasal 27 ayat (1) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516) yang semula berbunyi, “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara”, menjadi selengkapnya berbunyi, “Biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dan/atau lembaga anggota KSSK dalam rangka pelaksanaan kebijakan pendapatan negara termasuk kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, kebijakan pembiayaan, kebijakan stabilitas sistem keuangan, dan program pemulihan ekonomi nasional, merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
3. Menyatakan frasa “bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara” dalam Pasal 27 ayat (3) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, “bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sehingga Pasal 27 ayat (3) Lampiran Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6516) yang semula berbunyi, “Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara”, menjadi selengkapnya berbunyi, “Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara sepanjang dilakukan terkait dengan penanganan pandemi Covid-19 serta dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. … “
Dengan adanya Putusan Mahkamah tersebut, maka terhadap Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020, Mahkamah telah mempertimbangkan konstitusionalitasnya dan telah menyatakan syarat pemaknaan yang konstitusional terhadap norma a quo. Dengan demikian sejak putusan tersebut diucapkan, meskipun terdapat 3 (tiga) orang Hakim Konstitusi yang mengajukan pendapat berbeda (dissenting opinion), yakni Hakim Konstitusi Anwar Usman, Hakim Konstitusi Arief Hidayat, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh berkenaan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020, maka pemaknaan yang konstitusional terhadap Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020 adalah sebagaimana Amar dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 tersebut, sehingga bukan lagi norma lengkap sebagaimana yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon. Dengan adanya putusan tersebut, maka norma Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020 yang didalilkan Pemohon inkonstitusional menjadi kehilangan objek sehingga tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut.
[3.12.2] Bahwa berkenaan dengan dalil Pemohon mengenai pengujian Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 Mahkamah telah memutus konsitusionalitas Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU a quo dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020, yang telah menyatakan bahwa Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 adalah konstitusional dengan pertimbangan antara lain sebagai berikut:
“[3.19.3] Bahwa selanjutnya berkenaan dengan dalil para Pemohon terkait inkonstitusional norma Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020, Mahkamah mempertimbangkan, oleh karena telah dinyatakan inkonstitusionalnya frasa “bukan merupakan kerugian negara” secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “bukan merupakan kerugian negara sepanjang dilakukan dengan iktikad baik dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan” dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020, maka dengan demikian sudah tidak terdapat lagi adanya pertentangan inkonstitusionalitas antara norma Pasal 27 ayat (1) dengan Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020. Sehingga, tidak terdapat lagi persoalan inkonstitusionalitas terhadap norma Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020. Sebab, tindakan hukum baik secara pidana maupun perdata tetap dapat dilakukan terhadap subjek hukum yang melakukan penyalahgunaan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 sepanjang perbuatan tersebut menimbulkan kerugian negara karena dilakukan dengan iktikad tidak baik dan melanggar peraturan perundang-undangan dalam norma Pasal 27 ayat (1) Lampiran UU 2/2020.
Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, telah ternyata Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 telah menjamin kepastian hukum dan perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Dengan demikian, dalil permohonan para Pemohon berkenaan dengan inkonstitusionalitas Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 adalah tidak beralasan menurut hukum.”
Oleh karena isu konsitutional yang dikemukakan oleh Pemohon berkenaan dengan alasan pengujian Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 pada pokoknya adalah tidak jauh berbeda dengan isu konstitusional sebagaimana telah dipertimbangkan Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 a quo, maka pertimbangan hukum dalam putusan di atas mutatis mutandis berlaku untuk permohonan a quo, khususnya berkenaan dengan konstitusionalitas Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020. Dengan demikian, dalil Pemohon mengenai inkonstitusionalitas Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020 adalah tidak beralasan menurut hukum.
[3.13] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat terhadap dalil Pemohon berkenaan Pasal 27 ayat (2) Lampiran UU 2/2020, pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XVIII/2020 mutatis mutandis berlaku terhadap pertimbangan hukum Putusan permohonan a quo sehingga permohonan Pemohon tidak beralasan menurut hukum. Adapun permohonan Pemohon berkenaan dengan Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) Lampiran UU 2/2020 adalah kehilangan objek.
[3.14] Menimbang bahwa terhadap dalil-dalil lain dan hal-hal lain dari permohonan Pemohon yang dipandang tidak relevan dan oleh karenanya tidak dipertimbangkan lebih lanjut, serta dinyatakan tidak beralasan menurut hukum.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430