Charlie Wijaya, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
Pasal 18 UU Pers
Pasal 28D ayat (1), Pasal 28G ayat (1), dan Pasal 28I ayat (4) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri dihadiri secara virtual oleh Anggota DPR RI Taufik Basari, SH. M.Hum. LL.M (A-359) dan didampingi secara virtual oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal & Badan Keahlian DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian Pasal 18 UU Pers dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3.1] Bahwa Mahkamah telah memeriksa permohonan a quo dalam sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada tanggal 15 Desember 2020. Sesuai dengan ketentuan Pasal 39 UU MK, Panel Hakim telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki sekaligus memperjelas permohonannya sesuai dengan sistematika permohonan sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK.
[3.3.2] Bahwa Pemohon telah melakukan perbaikan terhadap permohonannyasebagaimana telah diterima di Kepaniteraan Mahkamah tanggal 28 Desember 2020 dan telah pula dilakukan sidang pemeriksaan pendahuluan dengan agenda perbaikan permohonan pada tanggal 19 April 2021, pukul 10.00 WIB, namun dalam persidangan perbaikan permohonan tersebut Pemohon tidak hadir dan baru menyampaikan surat izin untuk tidak menghadiri sidang dimaksud dengan alasan ada anggota keluarga yang sakit. Adapun surat tersebut diterima Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 19 April 2021 pukul 10.43 WIB melalui pesan Whatsapp.
[3.3.3] Bahwa ternyata Pemohon dalam perbaikan permohonannya menguraikan dengan sistematika sebagai berikut:
1. Judul
2. Nama Pemohon
3. Uraian pasal tentang kewenangan Mahkamah Konstitusi
4. Uraian tentang kedudukan hukum (legal standing) Pemohon
5. Alasan permohonan (posita)
6. Petitum
[3.3.4] Bahwa sistematika permohonan Pemohon sebagaimana diuraikan dalam Sub-paragraf [3.3.3] di atas tidak memenuhi sistematika permohonan Pengujian Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang (selanjutnya disebut PMK 2/2021), yang seharusnya terdiri dari:
1. Identitas Pemohon
2. Uraian yang jelas mengenai dasar permohonan yang meliputi kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum Pemohon dan alasan permohonan pengujian yang diuraikan secara jelas dan rinci.
3. Hal-hal yang dimohonkan untuk diputus dalam permohonan.
[3.3.5] Bahwa format perbaikan permohonan Pemohon sebagaimana dimaksud pada Sub-paragraf [3.3.3] selain tidak sesuai dengan format permohonan pengujian Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2) UU MK serta Pasal 10 ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d PMK 2/2021, juga sama sekali tidak menguraikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal yang dimohonkan pengujian dengan UUD 1945 serta tidak menunjukkan argumentasi bagaimana pertentangan antara pasal a quo dengan pasal-pasal yang menjadi dasar pengujian dalam UUD 1945. Pemohon tidak menguraikan mengenai inkonstitusionalitas norma, akan tetapi justru lebih banyak menguraikan kasus konkret yang dialami oleh Pemohon. Selain itu, dasar pengujian konstitusionalitas pasal dalam UU 40/1999 sebagaimana diuraikan dalam posita permohonan Pemohon, tidak ada hubungannya sama sekali dengan alasan yang dikemukakan oleh Pemohon, sehingga hubungan antara posita dan petitum permohonan menjadi tidak jelas. Walaupun Mahkamah dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan telah memberikan nasihat kepada Pemohon untuk memperbaiki permohonannya sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (2) UU MK, akan tetapi permohonan Pemohon tetap sebagaimana diuraikan di atas. Terlebih lagi setelah Mahkamah memeriksa petitum angka 1 (satu) permohonan Pemohon ternyata hal yang diminta oleh Pemohon adalah terkait dengan kerugian yang dialami Pemohon yang lazimnya ada dalam gugatan perdata sedangkan untuk petitum angka 2 (dua) permohonan Pemohon, ternyata hal yang diminta oleh Pemohon adalah terkait dengan pengujian formil yaitu terkait dengan pembentukan Pasal 18 UU 40/1999 yang menurut Pemohon tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang.
[3.4] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, permohonan Pemohon a quo kabur sehingga tidak memenuhi syarat formal permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 ayat (1) UU MK. Oleh karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut kedudukan hukum (legal standing) Pemohon dan pokok permohonan Pemohon.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430