Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak Oleh Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 99/PUU-XVIII/2020 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 17-12-2020

Joshua Michael Djami yang dalam hal ini diwakili oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, S.H, dan Dora Nina Lumban Gaol, S.H., untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia

Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusia dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.1] Menimbang bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut permohonan yang diajukan oleh kuasa hukum dalam permohonan aquo, Mahkamah terlebih dahulu perlumengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa Mahkamah telah menerima permohonan Perkara bertanggal 5 November 2020 dan telah dilakukan registrasi dengan Nomor 99/PUU-XVIII/2020, tertanggal 9 November 2020, yang diajukan oleh kuasa hukum Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, S.H. dan Dora Nina Lumban Gaol, S.H., dengan perihal pengujian Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Bahwa terhadap permohonan tersebut, Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6554, selanjutnya disebut UU MK) menyatakan, “(1) sebelum mulai memeriksa pokok perkara, Mahkamah Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan; (2) dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Mahkamah Konstitusi wajib memberi nasihat kepada Pemohon untuk melengkapi dan/atau memperbaiki permohonan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari;
3. Bahwa berdasarkan Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) UU MK sebagaimana diuraikan pada angka 2 tersebut, Mahkamah telah menetapkan Sidang Pemeriksaan Pendahuluan pada tanggal 26 November 2020, pukul 13.00 WIB, yang pada Sidang Pemeriksaan Pendahuluan dimaksud dihadiri oleh kuasa hukum Zico Leonard Djagardo Simanjuntak, S.H. dan Dora Nina Lumban Gaol, S.H., bahwa dalam persidangan tersebut, sebelum memberikan kesempatan kepada kuasa hukum untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya, Mahkamah setelah mempelajari berkas permohonan termasuk mencermati objek pengujian sebagaimana yang tercantum di dalam surat kuasa yang diberikan kepada para kuasa hukum maupun yang ada dalam permohonan, Mahkamah mendapatkan adanya perbedaan antara objek pengujian yang terdapat dalam permohonan dengan objek pengujian yang tercantum di dalam surat kuasa. Di dalam permohonan, substansi norma yang dimohonkan pengujian adalah Pasal 15 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia sebagaimana telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan di dalam Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Oktober 2020 prinsipal (pemberi kuasa) memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang Cipta Kerja (vide surat kuasa terlampir dalam permohonan).
4. Bahwa terhadap adanya perbedaan objek pengujian sebagaimana diuraikan pada angka 3 tersebut, Mahkamah pada persidangan pendahuluan telah meminta klarifikasi kepada kuasa hukum dan para kuasa hukum telah secara tegas membenarkan akan fakta tersebut. Oleh karena itu dengan adanya fakta hukum dimaksud, Mahkamah mempertimbangkan, bahwa oleh karena pada esensinya surat kuasa secara universal adalah pelimpahan wewenang dari seseorang atau pejabat tertentu kepada seseorang atau pejabat lain untuk mewakili pihak yang memberi wewenang dalam urusan tertentu. Lebih lanjut dalam hal surat kuasa tersebut bersifat khusus, sebagaimana jenis surat kuasa khusus yang diberikan oleh prinsipal (pemberi kuasa) kepada para kuasa hukum dalam permohonan a quo, maka pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk satu kepentingan tertentu atau lebihyang secara tegas disebutkan secara limitatif dalam surat kuasa dimaksud, termasuk tindakan-tindakan yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa (vide Pasal 1975 KUHPerdata).
5. Bahwa dengan adanya fakta hukum dan berdasarkan ketentuan sebagaimana diuraikan pada angka 4 tersebut di atas, maka terhadap adanya perbedaan objek pengujian sebagaimana yang terdapat dalam permohonan dengan surat kuasa, Mahkamah berpendapat para kuasa hukum tidak mempunyai wewenang untuk menyampaikan permohonan yang akan disampaikannya di depan persidangan. Sebab, pada hakikatnya tidak ada hubungan hukum antara prinsipal (pemberi kuasa) dengan permohonan yang diajukan oleh para kuasa hukum yang mendalilkan menerima kuasa untuk mewakili kepentingan prinsipal (pemberi kuasa) dalam mengajukan permohonan tersebut dan oleh karenanya Mahkamah pada persidangan pendahuluan tidak memberi kesempatan kepada kuasa hukum untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan (vide risalah sidang tanggal 26 November 2020).
6. Bahwa di samping pertimbangan hukum sebagaimana yang telah diuraikan pada angka 4 tersebut di atas, oleh karena surat kuasa merupakan dasar bagi kuasa hukum untuk mengajukan permohonan yang mewakili kepentingan prinsipal (pemberi kuasa), maka terhadap Surat Kuasa Khusus bertanggal 29 Oktober 2020 yang terlampir dalam permohonan a quo harus dinyatakan tidak memenuhi persyaratan untuk dijadikan dasar bagi kuasa hukum untuk mewakili kepentingan pemberi kuasadalam permohonan a quo. Mahkamah juga berpendapat bahwa oleh karena antara permohonan dan surat kuasa adalah satu kesatuan yang utuh di dalam mengajukan permohonan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi, maka dengan adanya inkonsistensi mengenai objek pengujian antara yang ada di dalam permohonan dengan surat kuasa tersebut dan dengan pertimbangan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan (vide Pasal 2 ayat (4) UU 48/2009), permohonan a quo tidak relevan lagi untuk dilakukan persidangan lebih lanjut.
Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah permohonan aquo adalah tidak jelas (kabur).

[3.2] Menimbang bahwa oleh karena permohonan adalah tidak jelas (kabur) maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan dan hal-hal lainnya