Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak Oleh Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 77/PUU-XVIII/2020 PERIHAL PENGUJIAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 26-10-2020

Zico Leonard Djagardo Simanjuntak yang memberikan kuasa kepada Bayu Segara, S.H. dan Denny Fajar Setiadi, S.H., Advokat pada Kantor Fajar & Segara Law Office, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon.

mengajukan pengujian terhadap kata “kerugian” sepanjang tidak dimaknai “tidak termasuk honorarium advokat” di dalam Pasal 1365 KUH Perdata

Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap Pasal 1365 KUH Perdata dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.11] Menimbang bahwa kerugian dalam hukum perdata dapat timbul karena wanprestasi atau dapat pula timbul karena perbuatan melawan hukum. Kerugian dalam wanprestasi terjadi karena keadaan di mana kreditur maupun debitur tidak memenuhi perjanjian yang telah disepakati kedua pihak. Pasal 1243 KUH Perdata menyatakan, “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Artinya, suatu wanprestasi tidak akan terjadi jika tidak ada suatu perjanjian yang mendahuluinya.
Bahwa adapun perbuatan melawan hukum dalam ranah hukum perdata adalah timbul karena perintah undang-undang maupun timbul karena perbuatan orang, sehingga dengan perkataan lain, seseorang dapat disebut telah melakukan perbuatan melawan hukum meskipun sebelumnya tidak ada perjanjian antara kedua belah pihak sepanjang memenuhi unsur-unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan, “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan Pasal a quo perbuatan melawan hukum dapat ditarik unsur-unsurnya sebagai berikut: 1) Perbuatan melawan hukum; 2) Timbulnya kerugian; 3) Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian; dan 4) Kesalahan pada pelaku.
Bahwa dari unsur-unsur tersebut di atas, unsur yang perlu dipertimbangkan lebih lanjut adalah “hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian”, sehingga harus dibuktikan adanya hubungan yang bersebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang terjadi.
[3.12] Menimbang bahwa dalam permohonan a quo yang perlu dijawab adalah apakah kerugian membayar jasa advokat dari Penggugat atau Tergugat dalam menghadapi perkara perdata di pengadilan dapat dibebankan kepada pihak lawan dengan alasan bahwa kerugian membayar jasa advokat tersebut adalah merupakan akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan pihak lawan.
Bahwa selanjutnya perlu dijelaskan tentang perbuatan apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum karena penafsirannya telah mengalami perkembangan doktrin di mana sebelum tahun 1919, perbuatan melawan hukum itu ditafsirkan secara sempit yaitu perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang saja sebagaimana aliran legisme yang menganggap bahwa hukum hanyalah apa yang tercantum dalam undang-undang. Namun setelah tahun 1919 telah terjadi perluasan penafsiran perbuatan melawan hukum yang unsurunsurnya di antaranya adalah: 1) mengganggu hak orang lain; 2) bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; 3) bertentangan dengan kesusilaan; 4) bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan sikap hati-hati yang seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga masyarakat atau terhadap benda orang lain.
Bahwa dengan berkembangnya penafsiran perbuatan melawan hukum sebagaimana diuraikan tersebut di atas maka dalam menentukan perbuatan seseorang, in casu mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mempertahankan haknya adalah menjadi ranah hakim pengadilan perdata yang memeriksa perkara tersebut yang dapat menilainya apakah perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak.
[3.13] Menimbang bahwa dalam praktik beracara di pengadilan yang berlaku hingga sekarang ini bahwa seseorang yang beracara di persidangan perdata tidak diwajibkan menggunakan jasa advokat (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 89/PUU-XV/2017, bertanggal 14 Desember 2017). Dalam hal perkara perdata di mana prinsipal diwakili oleh advokat maka dalam keadaan demikian menjadi pertanyaan apakah biaya jasa advokat yang dibayarkan oleh seseorang tersebut dapat ditafsirkan sebagai kerugian yang diakibatkan perbuatan pihak lawan maka penilaian demikian pun adalah tetap menjadi ranah penilaian hakim untuk menetapkannya apakah kerugian tersebut mempunyai hubungan kausal dengan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak lawan berperkara.
Bahwa kerugian yang dimaksud dalam Pasal 1365 KUH Perdata dapat berupa kerugian materiil maupun immateriil, namun dalam suatu perkara perdata, penilaian kerugian tersebut tergantung pada pembuktian para pihak serta penilaian hakim yang memeriksa perkara tersebut, demikian pula dalam menentukan apakah honorarium advokat termasuk sebagai kerugian akibat yang dapat dilekatkan karena adanya perbuatan melawan hukum atau tidak.
[3.14] Menimbang bahwa penggunaan Pasal 1365 KUH Perdata sebagai dalil gugatan merupakan kebebasan atau hak bagi siapa pun yang mengajukan gugatan, termasuk dalam hal ini akan menggunakan jasa advokat atau tidak hal tersebut adalah ranah privat atau perdata, sepanjang sesuai dengan ketentuan hukum acara perdata. Perihal dikabulkan atau tidak dikabulkannya gugatan yang mendalilkan Pasal 1365 KUH Perdata, termasuk penilaian kerugian yang dialami penggugat dengan mendasarkan kepada Pasal 1365 KUH Perdata, hal tersebut merupakan kewenangan hakim yang memeriksa perkara tersebut sesuai dengan penilaian hakim setelah melalui proses pemeriksaan persidangan ataupun dapat pula dengan mempertimbangkan putusan terdahulu atau yurisprudensi. Bahkan Pemohon sendiri dalam dalil permohonannya pun menyebutkan telah ada putusan Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi yaitu dalam Putusan Nomor 3557 K/Pdt/2015, bertanggal 29 Maret 2016, yang dalam diktumnya menyatakan, “Biaya Advokat adalah tanggung jawab dan kewajiban yang sudah disepakati Penggugat sendiri, sehingga tidak tepat bila dibebankan kepada para Tergugat. Lagi pula tidak ada keharusan bagi Penggugat untuk menggunakan jasa Pengacara/Advokat karena Penggugat dapat mengajukan gugatan sendiri ke Pengadilan”. Hal tersebut menunjukkan bahwa penilaian ganti kerugian yang dapat dituntut dan dikabulkan dalam perkara perdata adalah merupakan kewenangan hakim yang memeriksa perkara tersebut, setelah mempertimbangkan dalil-dalil gugatan Penggugat dan jawaban Tergugat serta bukti-bukti yang diajukan para pihak di persidangan. Adapun persoalan perkara konkret yang dialami Pemohon yang dituntut ganti kerugian atas biaya honorarium jasa advokat, menurut Mahkamah, merupakan persoalan yang berkaitan dengan penerapan norma dan bukan persoalan konstitusionalitas norma.
[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat dalil Pemohon adalah tidak beralasan menurut hukum.