Aristides Verissimo de Sousa Mota, untuk selanjutnya disebut Pemohon.
Pasal 7 dan Pasal 11 UU MA
Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian Pasal 7 dan Pasal 11 UU MA dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.3] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, namun demikian sebelum mempertimbangkan lebih lanjut kedudukan hukum Pemohon dan pokok permohonan yang diajukan Pemohon, Mahkamah perlu mempertimbangkan terlebih dahulu mengenai permohonan Pemohon dan hal-hal lain sebagai berikut:
1. Bahwa terkait dengan perkara a quo, Mahkamah telah menyelenggarakan pemeriksaan persidangan untuk mendengarkan keterangan Presiden, keterangan Pihak Terkait Mahkamah Agung dan Pihak Terkait Ikatan Hakim Indonesia, keterangan Pihak Terkait Komisi Yudisial, dan keterangan Pihak Terkait Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Menurut Mahkamah, alasan diselenggarakannya pemeriksaan persidangan tersebut dikarenakan isu permohonan Pemohon diperlukan pendalaman terutama apabila isu dimaksud dijadikan dasar bagi Mahkamah untuk mendapatkan pemahaman mengenai kedudukan dan masa jabatan hakim agung yang berkaitan dengan kedudukan dan masa jabatan hakim konstitusi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Oleh karenanya, dengan pertimbangan alasan tersebut di atas, terlepas dari terpenuhi atau tidak terpenuhinya syarat formal permohonan yang diajukan Pemohon a quo menurut Mahkamah terdapat urgensi untuk mendengarkan keterangan-keterangan para pihak dimaksud melalui pemeriksaan persidangan tersebut;
2. Bahwa terkait dengan permohonan, setelah Mahkamah menyelenggarakan pemeriksaan persidangan sebagaimana dimaksud di atas dan kemudian mencermati kembali permohonan Pemohon secara saksama telah ternyata terdapat inkonsistensi dan kontradiksi antara posita permohonan dengan petitum permohonan. Pada posita permohonan, Pemohon menguraikan masa jabatan hakim agung yang menurut Pemohon seharusnya dibatasi lima tahun dan maksimal hakim agung hanya menjabat selama dua periode (sepuluh tahun) [vide permohonan halaman 7]. Akan tetapi, pada petitum permohonan justru meminta ketentuan Pasal 7 dan Pasal 11 UU 3/2009 bertentangan dengan UUD 1945, sehingga jika petitum yang demikian dikabulkan justru akan menimbulkan kekosongan hukum karena ketiadaan pengaturan mengenai syarat-syarat untuk diangkat menjadi hakim agung dan alasan-alasan pemberhentiannya;
3. Bahwa selain itu, inkonsistensi dan kontradiksi juga terdapat pada bagian kedudukan hukum dan posita permohonan. Pada bagian kedudukan hukum Pemohon menyatakan mempunyai hak untuk mengajukan permohonan a quo [vide permohonan halaman 4], namun pada bagian posita permohonan Pemohon menyatakan tidak mengalami kerugian materiil dengan adanya Pasal 7 dan Pasal 11 UU 3/2009 [vide permohonan halaman 10]. Padahal, kerugian hak konstitusional harus dipenuhi untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi;
4. Bahwa terkait dengan permohonan agar diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono), menurut Mahkamah hal demikian tidaklah tepat untuk dikabulkan karena akan melebihi dari hal-hal yang tidak dimohonkan oleh Pemohon dalam petitumnya. Terlebih lagi permohonan agar diberikan putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) hanya diberikan terhadap permohonan yang dapat dipahami dan beralasan menurut hukum; Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, menurut Mahkamah permohonan Pemohon adalah kabur.
[3.4] Menimbang bahwa oleh karena permohonan Pemohon adalah kabur maka Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan Pemohon.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430