Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
RESUME PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 19/PUU-XVIII/2020 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 25-06-2020

Pazriansyah dan Firdaus

Pasal 30 dan Penjelasan Pasal 30 UU Jaminan Fidusia.

Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syaratsyarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan dalam Paragraf [3.3] dan Paragraf [3.4] di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan perihal kedudukan hukum para Pemohon, namun sebelumnya akan diuraikan hal-hal yang menjadi alasan para Pemohon dalam menjelaskan kedudukan hukumnya, sebagai berikut:
1. ...; ….
7. …
Berdasarkan uraian pada angka 1 sampai dengan angka 7 di atas, Mahkamah mempertimbangkan perihal kedudukan hukum para Pemohon sebagai berikut:
a. Bahwa para Pemohon menjelaskan sebagai perseorangan Warga Negara Indonesia yang merupakan karyawan tetap sebuah perusahaan pembiayaan dengan jabatan selaku kolektor [vide Bukti P-11] pada PT Indomobil Finance Indonesia, Cabang Tembilahan di Sub-bagian Penarikan Kendaraan yang hakhak konstitusionalnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 30 dan Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999. Menurut para Pemohon, berlakunya Pasal 30 dan Penjelasan Pasal 30 UU 42/1999 menciptakan ketidakadilan dan adanya ketidakpastian hukum bagi para Pemohon sebagai kolektor, di mana apabila Pemberi Fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek jaminan fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, Penerima Fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang;
b. Bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut kedudukan hukum para Pemohon dikaitkan dengan anggapan kerugian konstitusional yang telah dijelaskan sebagaimana pada uraian tersebut di atas, penting bagi Mahkamah untuk menilai apakah para Pemohon memenuhi subjek hukum yang dapat dikualifikasikan sebagai kolektor yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan;
c. …
d. …
e. Bahwa berdasarkan Pasal 50 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan menyatakan, “Pegawai dan/atau tenaga alih daya Perusahaan Pembiayaan yang menangani bidang penagihan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari lembaga yang ditunjuk asosiasi dengan menyampaikan pemberitahuan kepada OJK dan disertai dengan alasan penunjukan”, yang telah diperbaharui dengan Pasal 65 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan menyatakan, “Pegawai dan/atau tenaga alih daya Perusahaan Pembiayaan yang menangani fungsi penagihan dan eksekusi agunan wajib memiliki sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan”;
f. Bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf e tersebut, meskipun secara redaksional kedua norma tersebut terdapat sedikit perbedaan, akan tetapi secara esensial mengandung pemaknaan yang sama di mana penekanannya adalah berkaitan dengan syarat sertifikasi bagi profesi di bidang penagihan. Oleh karena itu, setelah memeriksa bukti-bukti yang diajukan oleh para Pemohon, Mahkamah tidak menemukan bukti yang dapat mendukung bahwa para Pemohon memenuhi kriteria sebagaimana yang diatur dalam ketentuan tersebut, khususnya alat bukti berupa sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. Fakta hukum tersebut penting untuk menilai apakah para Pemohon memenuhi syarat sebagai penagih atau kolektor sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 29/POJK.05/2014, yang telah diperbaharui dalam Pasal 65 ayat (5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 35/POJK.05/2018 tersebut di atas;
g. Bahwa berkaitan dengan status para Pemohon sebagai kolektor dari Perusahaan PT Indomobil Finance Indonesia, Cabang Tembilahan, Mahkamah hanya mendapatkan alat bukti yang diberi tanda P-11 berupa Surat Kuasa Substitusi Penarikan Kendaraan Nomor 4/SKS-COLL/TBL/2017, bertanggal 17 Januari 2017, yang pada pokoknya memberi kuasa untuk bertindak mewakili Pemberi Kuasa, dalam hal ini PT Indomobil Finance Indonesia, untuk menarik dan/atau mengambil serta menyerahkan kepada PT Indomobil Finance Indonesia atas 1 (satu) unit kendaraan bermotor roda dua tanpa dibubuhi meterai yang cukup. Terhadap fakta tersebut, Mahkamah berpendapat oleh karena Surat Kuasa tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, yaitu UndangUndang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai, antara lain menyatakan “Dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk: a. surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata”. Oleh karenanya Mahkamah tidak mendapatkan keyakinan terhadap alat bukti tersebut sehingga tidak mempertimbangkan lebih lanjut;
h. Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas, oleh karena para Pemohon tidak memenuhi kualifikasi sebagai subjek hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK maka terhadap anggapan kerugian konstitusional sebagaimana dipersyaratkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 bertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 bertanggal 20 September 2007 tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut. Sebab, antara subjek hukum dan syarat-syarat kerugian konstitusional merupakan persyaratan yang bersifat kumulatif yang tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya Mahkamah berkesimpulan para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan a quo.

[3.6] Menimbang bahwa meskipun Mahkamah berwenang mengadili Permohonan a quo namun oleh karena para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai pemohon dalam Permohonan a quo, maka Mahkamah tidak mempertimbangkan pokok Permohonan para Pemohon.