Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
RESUME PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 25/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 28-06-2018

PT Fidzkarana Cipta Media (diwakili oleh Muhammad Hafidz selaku direktur) dan Abda Khair Mufti (selanjutnya disebut Para Pemohon).

Pasal 122 huruf l dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3

Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan
Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI.

Bahwa terhadap konstitusionalitas Pasal 122 huruf l dan Pasal 245 ayat
(1) UU MD3, MK memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

1) Bahwa sebelum mempertimbangkan lebih lanjut tentang pokok
permohonan para Pemohon, Mahkamah memandang penting untuk
mengaitkan dalil permohonan para Pemohon a quo dengan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-XVI/2018, tanggal 28 Juni 2018,
yang telah diucapkan sebelumnya, dengan amar putusannya
menyatakan:

Mengadili,

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

2. Pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187)
bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

3. Pasal 122 huruf l Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6187) bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Frasa “Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota
DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan
dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden” dalam Pasal 245 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6187) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai dalam konteks semata-mata pemanggilan dan
permintaan keterangan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang
diduga melakukan tindak pidana; sementara itu, frasa “setelah mendapat
pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan” dalam Pasal 245 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6187) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,
sehingga Pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 29, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) selengkapnya
menjadi:
“Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang
diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden.”

5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia;

6. Menolak permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.


2) Bahwa terhadap dalil-dalil permohonan para Pemohon yang
berkaitan dengan pengujian konstitusionalitas norma Pasal 122 huruf l
dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 sepanjang frasa “setelah mendapat
pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan” telah ternyata
merupakan bagian yang dinyatakan inkonstitusional. Dengan kata lain
terhadap norma Pasal tersebut telah dinyatakan bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga
dengan sendirinya telah dinyatakan tidak berlaku lagi, maka dengan
demikian permohonan para Pemohon terhadap norma Pasal 122 huruf l
dan Pasal 245 ayat (1) UU MD3 sepanjang frasa “setelah mendapat
pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan” telah kehilangan
objek.

3) Bahwa sementara itu, terhadap Pasal 245 ayat (1) UU MD3
sepanjang frasa “persetujuan tertulis dari Presiden” telah dinyatakan
bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dalam konteks
semata-mata pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota
Dewan Perwakilan Rakyat yang diduga melakukan tindak pidana,
sehingga Pasal 245 ayat (1) UU MD3 selengkapnya menjadi,
”Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang
diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan
pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus
mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden” [vide Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 16/PUU- XVI/2018, bertanggal 28 Juni 2018]. Dengan
demikian, pertimbangan Mahkamah dalam Putusan Nomor 16/PUU-
XVI/2018 tersebut mutatis mutandis berlaku terhadap Pasal 245 ayat (1)
UU MD3 sepanjang frasa “persetujuan tertulis dari Presiden”.

4) Bahwa permohonan a quo mengenai Pasal 122 huruf l dan Pasal
245 ayat (1) UU MD3 sepanjang frasa “setelah mendapat pertimbangan
dari Mahkamah Kehormatan Dewan” dinyatakan kehilangan objek,
sementara itu Pasal 245 ayat (1) UU MD3 sepanjang frasa “persetujuan
tertulis dari Presiden” dinyatakan mutatis mutandis berlaku pertimbangan
Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 16/PUU-
XVI/2018, dan oleh karena itu terhadap pokok permohonan selebihnya
tidak perlu dipertimbangkan.