Parliament Responsive Forum (PAMOR) dalam hal ini diwakili oleh Dayanto, S.H., M.H. dan Muhammad Alfa Sikar yang memberikan kuasa kepada Husen Bafaddal, S.H., M.H., dkk, Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Husen Bafaddal & Partners
Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3) UU Pilkada
Pasal 18 ayat (4) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
Perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal & Badan Keahlian DPR RI.
Bahwa terhadap permohonan pengujian pasal a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.5] Menimbang bahwa berdasarkan uraian ketentuan Pasal 51 ayat (1) UU MK dan syarat-syarat kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional sebagaimana diuraikan di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan kedudukan hukum Pemohon sebagai berikut:
1. Bahwa Pemohon memohonkan pengujian konstitusionalitas kata “hari” dalam Pasal 143 ayat (2); kata “temuan” dalam Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3); serta Pasal 143 ayat (3) UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang rumusan masing-masing ayat selengkapnya sebagai berikut:
Pasal 143 ayat (2)
“Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus sengketa Pemilihan paling lama 12 (dua belas) hari sejak diterimanya laporan atau temuan.”
Pasal 143 ayat (3)
“Bawaslu Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota melakukan penyelesaian sengketa melalui tahapan:
a. menerima dan mengkaji laporan atau temuan; dan
b. mempertemukan pihak yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan melalui musyawarah dan mufakat.”
2. Bahwa Pemohon, yaitu Parliament Responsive Forum (PAMOR), adalah organisasi yang dibentuk dengan tujuan: “1. Menumbuhkembangkan institusi Parlemen yang amanah dan kredibel dalam memperjuangkan kepentingan rakyat melalui trifungsi Parlemen. 2. Menumbuhkembangkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan anti korupsi melalui clean legislative. 3. Menumbuhkembangkan budaya politik yang demokratis”, sebagaimana tercantum pada Pasal 3 Akta Pendirian Parliament Responsive Forum disingkat PAMOR (vide Bukti P-3);
3. Bahwa Pemohon mendalilkan memiliki hak konstitusional untuk mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, yang hak tersebut menurut Pemohon dirugikan oleh keberlakuan kata “hari” dalam Pasal 143 ayat (2) selama kata tersebut tidak dimaknai sebagai “hari kerja”; kata “temuan” dalam Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3); serta Pasal 143 ayat (3) selama ayat tersebut tidak dimaknai sebagai “tahapan penyelesaian sengketa Pemilihan dalam hal tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa melalui musyawarah dan mufakat, penyelesaian sengketa Pemilihan dilakukan melalui adjudikasi” UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Sebagai organisasi yang bergiat dalam upaya menumbuhkan budaya politik demokratis ketentuan a quo menurut Pemohon telah merugikan karena tidak sejalan dengan prinsip Pilkada demokratis yang mensyaratkan kepastian hukum dan keadilan;
4. Bahwa Pemohon, menurut Mahkamah, telah menjelaskan kedudukannya sebagai badan hukum publik dan telah pula membuktikan bahwa Dayanto, S.H., M.H. dan Muhammad Alfa Sikar masing-masing adalah Direktur dan Sekretaris Jenderal PAMOR yang berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili PAMOR [vide Bukti P-3 berupa Salinan Akta Notaris mengenai Pendirian PAMOR];
5. Bahwa mengenai kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional, Pemohon menyatakan mengalami kerugian demikian karena Pemohon bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya politik yang demokratis (vide Pasal 3 Akta Pendirian PAMOR, Bukti P-3). Tujuan organisasi tersebut ditegaskan melalui kegiatan Pemohon berupa “Melakukan pendampingan, pengawasan, dan evaluasi terhadap pembentukan peraturan perundangundangan terutama pembentukan Undang-Undang dan Peraturan Daerah yang partisipatif dan aspiratif” [vide Pasal 4 angka 1 Akta Pendirian PAMOR, Bukti P-3];
6. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 juncto Pasal 4 ayat (1) Akta Pendirian PAMOR tersebut, Pemohon mendalilkan sebagai badan hukum yang concern kepada undang-undang demi kepentingan publik sehingga mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo;
7. Bahwa terhadap keterangan Pemohon demikian, Mahkamah menilai memang benar dalam Pasal 4 angka 1 Akta Pendirian PAMOR diatur bidang kegiatan Pemohon yang salah satunya adalah mendampingi, mengawasi, dan mengevaluasi undang-undang dan peraturan daerah. Namun setelah mencermati ketentuan Pasal 3 serta membaca secara sistematis akta pendirian tersebut secara menyeluruh, menurut Mahkamah, PAMOR merupakan organisasi yang menitikberatkan kegiatannya pada pengawasan dan pengembangan kualitas parlemen;
8. Bahwa dalam konteks pengajuan permohonan pengujian undang-undang, posisi Pemohon yang demikian akan tepat jika Pemohon mengajukan pengujian undang-undang yang mengatur institusi parlemen atau mengatur kelembagaan parlemen. Adapun norma undang-undang yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon, yaitu kata “hari” dalam Pasal 143 ayat (2); kata “temuan” dalam Pasal 143 ayat (2) dan ayat (3); serta Pasal 143 ayat (3) UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, menurut Mahkamah bukan produk hukum yang mengatur institusi/kelembagaan parlemen, sehingga hal demikian berada di luar bidang kegiatan Pemohon (PAMOR) dan karenanya tidak terdapat hak dan/atau kewenangan konstitusional Pemohon yang dirugikan oleh keberadaan ketentuan Undang-Undang a quo;
9. Bahwa berdasarkan pertimbangan hukum demikian, Mahkamah menilai Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo;
[3.6] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo namun Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, maka Mahkamah tidak akan mempertimbangkan pokok permohonan lebih lanjut.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430