Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak Dan/Atau Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 67/PUU-XVII/2019 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 06-01-2020

Supriyono

Pasal 38 ayat (1) UU KIP

Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28I ayat (4), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal & Badan Keahlian DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian UU KIP dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.12] Menimbang bahwa setelah mempertimbangkan hal-hal sebagaimana diuraikan pada Paragraf [3.11], terhadap dalil Pemohon, persoalan konstitusional yang harus dipertimbangkan Mahkamah adalah apakah benar Pasal 38 ayat (1) UU 14/2008 menimbulkan ketidakpastian hukum sehingga harus dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Terhadap persoalan konstitusional tersebut Mahkamah mempertimbangkan sebagai berikut:

[3.12.1] Bahwa penting bagi Mahkamah mengutip kembali secara utuh Pasal 38 ayat (1) UU 14/2008 yang menyatakan bahwa “Komisi Informasi Pusat dan Komisi Informasi provinsi dan/atau Komisi Informasi kabupaten/kota harus mulai mengupayakan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik”. Ketentuan dalam ayat ini mengandung norma keharusan yang tidak boleh dilanggar walaupun tidak ditentukan secara langsung sanksinya karena berkaitan langsung dengan proses dalam hukum acara Komisi sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal sebelumnya dan berikutnya. Oleh karena itu perlu ditentukan batasan waktu bahwa dalam waktu tidak boleh lebih dari 14 (empat belas) hari kerja Komisi Informasi baik di pusat maupun di daerah harus mulai mengupayakan proses penyelesaian sengketa informasi publik apakah akan melalui mediasi dan/atau melalui proses ajudikasi nonlitigasi.
Namun demikian pelaksanaan ketentuan mengenai penyelesaian sengketa informasi publik yang diatur dalam Pasal 38 UU 14/2008 tidak dapat dipahami secara berdiri sendiri karena substansinya bertalian erat dengan pasal- pasal sebelumnya dalam UU a quo yang mengatur mengenai “Keberatan Dan Penyelesaian Sengketa Melalui Komisi Informasi”. Berkenaan dengan hal tersebut Pasal 35 ayat (1) UU a quo telah menentukan bahwa setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada atasan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi berdasarkan alasan: (a) adanya penolakan atas permintaan informasi berdasarkan alasan pengecualian yang ditentukan dalam Pasal 17; (b) tidak disediakannya informasi berkala sesuai dengan ketentuan Pasal 9; (c) tidak adanya tanggapan atas permintaan informasi; (d) permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta; (e) tidak dipenuhinya permintaan informasi; (f) pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau (g) penyampaian atas informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU a quo.
Keberatan tersebut di atas diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah ditemukan adanya alasan pengajuan keberatan [vide Pasal 36 ayat (1) UU 14/2008]. Selanjutnya, atasan pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) UU a quo memberikan tanggapan terhadap keberatan yang diajukan oleh Pemohon Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya keberatan secara tertulis. Alasan tertulis tersebut disertakan sekaligus bersama dengan tanggapan apabila atasan pejabat menguatkan putusan yang telah ditetapkan oleh bawahannya.
Apabila tanggapan atasan pejabat pengelola informasi dan dokumentasi sesuai dengan kewenangannya, dalam proses keberatan tersebut, tidak memuaskan maka Pemohon Informasi Publik diberi kesempatan untuk mengajukan upaya penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi pusat dan/atau daerah (provinsi/kabupaten/kota). Pada konteks ini, ditentukan juga batasan waktu untuk upaya penyelesaian sengketa informasi publik, yakni dapat diajukan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya tanggapan tertulis dari atasan pejabat [vide Pasal 37 UU 14/2008]. Setelah mekanisme dalam Pasal 37 UU 14/2008 ditempuh oleh Pemohon Informasi Publik, baru dapat dilanjutkan dengan pelaksanaan Pasal 38 UU 14/2008 yakni Komisi Informasi harus mulai mengupayakan penyelesaian sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian sengketa informasi publik.
Sesuai dengan hukum acara proses penyelesaian sengketa informasi publik, mediasi yang menjadi pilihan sukarela para pihak (pemohon dan termohon) hanya dapat digunakan untuk proses penyelesaian sengketa informasi karena adanya alasan: tidak disediakannya informasi berkala; tidak ditanggapinya permintaan informasi; permintaan informasi ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta; tidak dipenuhinya permintaan informasi; pengenaan biaya yang tidak wajar; dan/atau penyampaian informasi yang melebihi waktu yang diatur dalam UU a quo [vide Pasal 40 ayat (2) UU 14/2008]. Mediasi tersebut dilakukan melalui bantuan mediator komisi informasi. Sementara itu, untuk penyelesaian melalui proses ajudikasi nonlitigasi oleh Komisi Informasi hanya dapat ditempuh apabila upaya mediasi dinyatakan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa, atau salah satu atau para pihak yang bersengketa menarik diri dari perundingan [vide Pasal 42 UU 14/2008].
Tahapan dalam proses pengajuan keberatan dan penyelesaian sengketa informasi publik oleh Komisi Informasi seharusnya ditempuh oleh siapapun yang mengajukan permohonan sebagaimana uraian di atas. Dalam permohonan Pemohon a quo, tanpa menguraikan tahapan di atas apakah sudah ditempuh atau belum, Pemohon dalam dalilnya mempermasalahkan bahwa dalam praktiknya tenggat waktu dimulainya upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik oleh Komisi Informasi baik dengan mediasi dan/atau adjudikasi nonlitigasi berbeda- beda walaupun Pasal 38 ayat (1) UU 14/2008 telah mengatur mengenai tenggat waktu harus dimulainya upaya penyelesaian sengketa informasi publik yaitu paling lambat 14 hari kerja setelah menerima permohonan penyelesaian sengketa informasi publik.

[3.12.2] Bahwa selanjutnya, Mahkamah memeriksa dengan saksama bukti-bukti berupa Putusan dan Ketetapan Komisi Informasi Pusat yang Pemohon ajukan (vide Bukti P-11 sampai dengan Bukti P-13), yang merupakan Putusan dan Ketetapan yang dapat diakses publik pada laman resmi Komisi Informasi Pusat (https://komisiinformasi.go.id/). Dari bukti-bukti Putusan dan Ketetapan yang diajukan Pemohon, Mahkamah menemukan fakta adanya perbedaan waktu untuk memulai upaya penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang cukup mencolok;
Pada permohonan Sengketa Informasi Publik Nomor 002/I/KIP- PS/2018 upaya penyelesaian sengketa baru mulai dilakukan 10 bulan sejak permohonan diregistrasi. Sedangkan untuk Permohonan Sengketa Informasi Publik Nomor 003/I/KIP-PS/2017 upaya penyelesaian sengketa dimulai 16 bulan sejak permohonan diregistrasi. Lain halnya dengan Permohonan Sengketa Informasi Publik Nomor 020/III/KIP-PS/2017 di mana upaya penyelesaian sengketa baru dimulai setelah 22 bulan sejak permohonan diregistrasi;
Demikian halnya dengan waktu dimulainya upaya penyelesaian sengketa di Komisi Informasi Provinsi yang juga bervariasi. Dalam bukti yang dilampirkan Pemohon, Permohonan Sengketa Informasi Publik yang diajukan kepada Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat, yakni Permohonan Nomor 1797/P- C1/PSI/KI-JBR/V/2019 diregistrasi tanggal 8 Mei 2019 (vide bukti P-8), pada tanggal 16 Mei 2019 sudah dimulai Sidang Pemeriksaan Awal untuk penyelesaian sengketa a quo (vide bukti P-9). Sementara itu, untuk permohonan Sengketa Informasi Publik di Provinsi Banten yang diregistrasi dengan Nomor 026/II/KI BANTEN-PS/2018, upaya penyelesaian sengketa baru mulai dilakukan 5 bulan sejak diregistrasi (vide bukti P-21). Sedangkan permohonan Sengketa Informasi Publik di Provinsi Jawa Tengah yang diregistrasi dengan Nomor 001/PEN- MK/IX/2018, upaya penyelesaian sengketa baru mulai dilakukan 3 bulan sejak diregistrasi (vide bukti P-22).

[3.12.3] Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang diuraikan pada Paragraf [3.12.2] telah ternyata permohonan penyelesaian sengketa informasi publik yang diajukan oleh Pemohon kepada Komisi Informasi baik pusat dan daerah telah diregistrasi setelah diterimanya permohonan penyelesaian sengketa informasi publik tersebut (vide Bukti P-11 sampai dengan Bukti P-13). Persoalannya ternyata terletak pada pelaksanaan upaya penyelesaiannya yang seharusnya dalam tenggat waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya berkas permohonan dan telah diregistrasi. Dengan demikian, pembatasan 14 (empat belas) hari kerja yang ditentukan dalam norma Pasal 38 ayat (1) UU 14/2008 sudah tegas bahwa proses penyelesaian harus sudah dimulai 1 (satu) hari kerja setelah permohonan diterima dan diregistrasi. Pembatasan demikian dimaksudkan agar penyelesaian sengketa informasi publik sejalan dengan asas penyediaan dan pelayanan informasi publik yang cepat, tepat waktu, biaya ringan dan cara sederhana. Oleh karena itu adanya persoalan berlarutnya proses upaya penyelesaian sengketa informasi publik sebagaimana yang dicontohkan oleh Pemohon adalah persoalan implementasi yang seharusnya tidak boleh terjadi, dan hal ini bukan disebabkan oleh inkonstitusionalnya norma undang-undang yang dimohonkan pengujian. Dengan demikian, Mahkamah berpendapat terhadap ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU 14/2008 tidak terdapat persoalan konstitusionalitas norma karena yang sesungguhnya terjadi adalah persoalan implementasi norma.

[3.13] Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum di atas, Mahkamah berpendapat bahwa dalil Pemohon tidak beralasan menurut hukum.