Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Ditolak Dan/Atau Tidak Dapat Diterima Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 74/PUU-XVII/2019 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 06-01-2020

Ahmad Ridha Sabana dan Abdullah Mansuri, masing-masing sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya M. Maulana Bungaran, S.H.; Hendarsam Marantoko, S.H., CLA.; dan Munathsir Mustaman, S.H.

Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu

Pasal 28, Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD NRI Tahun 1945

perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal & Badan Keahlian DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

[3.8] Menimbang bahwa setelah Mahkamah mempelajari dengan saksama permohonan Pemohon, berkenaan dengan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu yang diajukan permohonan oleh Pemohon ternyata telah pernah diuji konstitusionalitasnya dengan dasar pengujian Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 dan kemudian telah diputus Mahkamah melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017, bertanggal 11 Januari 2018, dengan amar putusan yang pada pokoknya menyatakan:
“1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian;
2. Menyatakan frasa “telah ditetapkan/” dalam Pasal 173 ayat (1) UndangUndang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Pasal 173 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya;
5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya”;

Bahwa berkaitan dengan fakta hukum perihal Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu sudah pernah diuji konstitusionalitasnya oleh Mahkamah, dikaitkan dengan permohonan a quo yang ternyata juga menggunakan dasar pengujian yaitu Pasal 28, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945. Apabila dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 53/PUU-XV/2017, ternyata putusan a quo memakai atau menggunakan dasar pengujian yaitu Pasal 27 ayat (1), Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Ihwal keterkaitan tersebut, ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK menyatakan, “Terhadap materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian dalam undang-undang yang telah diuji, tidak dapat dimohonkan pengujian kembali”. Sesuai dengan ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK di atas telah ternyata dasar pengujian yang digunakan dalam permohonan a quo adalah di antaranya sama, yaitu Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3) UUD 1945, sehingga permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali.

[3.9] Menimbang bahwa selanjutnya terkait dengan pembatasan yang diatur dalam ketentuan Pasal 60 ayat (1) UU MK di atas dapat dikecualikan sesuai dengan Pasal 60 ayat (2) UU MK yang menyatakan, “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan jika materi muatan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dijadikan dasar pengujian berbeda”;

Bahwa berkenaan dengan ketentuan Pasal 60 ayat (2) UU MK tersebut, setelah Mahkamah mencermati permohonan Pemohon ternyata dasar pengujian berbeda atau baru yang dimaksudkan oleh Pemohon pada pokoknya adalah telah terbukti dalam Pemilu 2019 penyederhanaan kepartaian tidak efektif dengan memperberat verifikasi partai politik (vide angka 5 Perbaikan Permohonan, hlm. 3). Selain itu, lebih jauh Pemohon menambahkan, jika yang diinginkan partai politik yang lebih sederhana, seharusnya sejak awal syarat ikut sertanya partai politik dalam pemilu yang diperberat. Jangan partai politik yang susah-payah ikut pemilu kemudian dipangkas dan diberangus untuk mengikuti pemilu berikutnya (vide angka 44 Perbaikan Permohonan, hlm. 15).

Bahwa terhadap argumentasi atau dalil Pemohon yang menyatakan ihwal adanya dasar permohonan yang baru, setelah Mahkamah mencermati keseluruhan permohonan Pemohon, Mahkamah tidak menemukan uraian lebih lanjut mengenai adanya argumentasi konstitusional baru yang diajukan Pemohon. Dalam permohonannya, Pemohon tidak menerangkan basis argumen, baik fakta hukum maupun teori/konsep, yang membuat Pemohon menyimpulkan bahwa penyederhanaan partai politik dalam Pemilu 2019 melalui verifikasi adalah tidak efektif. Ketiadaan penjelasan demikian menurut Mahkamah menunjukkan bahwa permohonan Pemohon tidak mempunyai argumentasi konstitusional baru untuk dapat memenuhi ketentuan Pasal 60 ayat (2) UU MK. Dengan demikian, telah ternyata materi muatan baru yang menjadi dasar pengujian tidak dapat dibenarkan Mahkamah karena berbeda dengan permohonan sebelumnya. Bahkan, dalam batas-batas penalaran yang wajar, penerimaan Pemohon terhadap pemberatan persyaratan partai politik menjadi peserta pemilu tanpa diikuti kewajiban atau beban melakukan verifikasi adalah nalar yang tidak linier dan tidak memiliki basis argumentasi yang kokoh bila diletakkan dalam konteks penyederhanaan jumlah partai politik sebagai bagian dari skenario memperkuat sistem pemerintahan presidensial. Oleh karena itu, permohonan Pemohon tidak memenuhi ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) UU MK.

[3.10] Menimbang bahwa karena Mahkamah berwenang mengadili permohonan a quo, Pemohon memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon, namun oleh karena ketentuan yang dimohonkan pengujian oleh Pemohon sudah pernah diuji dan diputus sebelumnya oleh Mahkamah dengan dasar pengujian yang sama, maka pokok permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali dan Mahkamah tidak mempertimbangkan permohonan lebih lanjut