Bahrul Ilmi Yakup, S.H., M.H., H. Shalih Mangara Sitompul, S.H., M.H., Gunadi Handoko, S.H., M.Hum., Rynaldo P. Batubara, S.H., M.H., Ismail Nganggon, S.H., dan Iwan Kurniawan, S.Sy.
Pasal 1 ayat (4), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) huruf c, Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 23 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 30 ayat (1) [sic!], Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 33, dan dalam Penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat.
Pasal 28, Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28J ayat (2) UUD NRI Tahun 1945
perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Sekretariat Jenderal & Badan Keahlian DPR RI.
Bahwa terhadap pengujian frasa “Organisasi Advokat” dalam ketentuan Pasal 1 ayat (4), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) huruf c, Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 23 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7), Pasal 27 ayat (1), ayat (3), dan ayat (5), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 30 ayat (1) [sic!], Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 33, dan dalam Penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
Dalam Provisi
a. Menimbang bahwa selain mengajukan permohonan sebagaimana dalam pokok permohonan, para Pemohon juga mengajukan permohonan provisi agar Mahkamah memerintahkan semua Organisasi Advokat untuk menghentikan penyelenggaran pendidikan terhadap calon advokat, pengangkatan terhadap advokat, pengajuan permohonan pengambilan sumpah advokat kepada Pengadilan Tinggi, dan pengawasan dan menjatuhkan sanksi kepada advokat selama uji materi permohonan a quo masih berlangsung. Terhadap permohonan provisi para Pemohon tersebut Mahkamah berpendapat bahwa oleh karena pokok permohonan para Pemohon belum dipertimbangkan, terlebih dikabulkan, oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 58 UU MK, yang pada pokoknya menyatakan bahwa undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku sebelum adanya putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sehingga Mahkamah berpendapat tidak dapat dibenarkan secara hukum untuk menunda keberlakuan norma dari undang- undang yang dimohonkan pengujian dalam perkara a quo. Lagi pula, Mahkamah tidak menemukan alasan yang kuat bahwa ada hal yang mendesak untuk dikabulkannya permohonan provisi para Pemohon a quo sebagaimana pertimbangan Mahkamah mengabulkan permohonan provisi para Pemohon untuk sebagian dalam perkara Nomor 133/PUU-VII/2009.
Bahwa berdasarkan alasan pertimbangan hukum tersebut di atas, permohonan provisi para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Dalam Pokok Permohonan
A. ….
3. Bahwa berkenaan dengan persoalan konstitusionalitas organisasi advokat dalam UU Advokat telah pernah dipertimbangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 bertanggal 30 Desember 2009, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XIII/2015 bertanggal 29 September 2015, sehingga pendirian Mahkamah dalam putusan-putusan tersebut tidak mungkin dilepaskan dalam mempertimbangkan permohonan a quo. Oleh karena itu, tidak bisa tidak, sebagian dari pertimbangan Mahkamah dalam permohonan a quo merujuk kembali sejumlah pertimbangan hukum putusan-putusan dimaksud, ….
a. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 dalam pengujian Pasal 1 angka 1 dan angka 4, Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3), dan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) UU Advokat. Amar putusan Mahkamah saat itu meskipun menolak permohonan para Pemohon namun dalam pertimbangannya antara lain menyatakan bahwa dengan telah terbentuknya PERADI yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat maka seharusnya tidak ada lagi persoalan konstitusionalitas organisasi advokat.
….
b. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 101/PUU-VII/2009 dalam pengujian Pasal 4 ayat (1) UU Advokat. Dalam pertimbangannya Mahkamah menyatakan antara lain bahwa apabila setelah jangka waktu dua tahun organisasi advokat belum juga terbentuk maka perselisihan tentang organisasi yang sah diselesaikan melalui peradilan umum.
….
c. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 dalam pengujian Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (4) UU Advokat. Meski dalam amar putusannya Mahkamah menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima, namun Mahkamah menegaskan kembali bahwa satu- satunya wadah profesi advokat yang dimaksud dalam UU Advokat adalah hanya satu wadah profesi advokat yang menjalankan 8 (delapan) kewenangan yang ditentukan dalam UU Advokat, yang tidak menutup kemungkinan adanya wadah profesi advokat lain yang tidak menjalankan 8 (delapan) kewenangan yang ditentukan dalam UU Advokat berdasarkan asas kebebasan berserikat dan berkumpul.
….
d. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XIII/2015 dalam pengujian Pasal 4 ayat (1) dan ayat (3) UU Advokat. Dalam pertimbangannya Mahkamah menyatakan antara lain bahwa penentuan organisasi advokat akan selamanya menjadi organisasi tunggal atau berubah menjadi multi organ merupakan bagian dari kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan bagi pembentuk Undang-Undang (DPR dan Presiden) beserta pemangku kepentingan (para advokat dan organisasi advokat) melalui proses legislative review.
….
4. Bahwa dengan memperhatikan Putusan-Putusan di atas, Mahkamah melalui putusan ini menegaskan hal-hal sebagai berikut:
1) Bahwa persoalan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat sesungguhnya telah selesai dan telah dipertimbangkan secara tegas oleh Mahkamah, yakni PERADI yang merupakan singkatan (akronim) dari Perhimpunan Advokat Indonesia sebagai organisasi advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006], yang memiliki wewenang sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat untuk:
a. melaksanakan pendidikan khusus profesi Advokat [Pasal 2 ayat (1)];
b. melaksanakan pengujian calon Advokat [Pasal 3 ayat (1) huruf f];
c. melaksanakan pengangkatan Advokat [Pasal 2 ayat (2)];
d. membuat kode etik [Pasal 26 ayat (1)];
e. membentuk Dewan Kehormatan [Pasal 27 ayat (1)];
f. membentuk Komisi Pengawas [Pasal 13 ayat (1)];
g. melakukan pengawasan [Pasal 12 ayat (1)]; dan
h. memberhentikan Advokat [Pasal 9 ayat (1)].
[vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011];
2) Bahwa berkaitan dengan organisasi-organisasi advokat lain yang secara de facto saat ini ada, hal tersebut tidak dapat dilarang mengingat konstitusi menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Namun demikian organisasi-organsasi advokat lain tersebut tidak mempunyai kewenangan untuk menjalankan 8 (delapan) jenis kewenangan sebagaimana diuraikan pada butir angka (1) di atas dan hal tersebut telah secara tegas dipertimbangkan sebagai pendirian Mahkamah dalam putusannya yang berkaitan dengan organisasi advokat yang dapat menjalankan 8 (delapan) kewenangan dimaksud [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 66/PUU-VIII/2010 bertanggal 27 Juni 2011];
3) Bahwa lebih lanjut berkaitan dengan penyumpahan advokat yang dilakukan oleh Pengadilan Tinggi tanpa mengaitkan dengan keanggotaan organisasi advokat yang pada saat ini secara de facto ada, tidak serta-merta membenarkan bahwa organisasi di luar PERADI dapat menjalankan 8 (delapan) kewenangan sebagaimana ditentukan dalam UU Advokat, akan tetapi semata-mata dengan pertimbangan tidak diperbolehkannya menghambat hak konstitusional setiap orang termasuk organisasi advokat lain yang secara de facto ada sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yaitu hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Dalam kaitan ini, calon advokat juga harus dijamin perlindungan hak konstitusionalnya untuk disumpah oleh pengadilan tinggi karena tanpa dilakukan penyumpahan calon advokat yang bersangkutan tidak akan dapat menjalankan profesinya. Oleh karena itu, konsekuensi yuridisnya, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi yang berkaitan dengan penyumpahan menjadi Advokat maka ke depan organisasi-organisasi advokat lain selain PERADI harus segera menyesuaikan dengan organisasi PERADI sebab sebagaimana telah ditegaskan dalam Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut di atas bahwa PERADI-lah sebagai satu-satunya wadah profesi advokat yang di dalamnya melekat 8 (delapan) kewenangan di mana salah satunya berkaitan erat dengan pengangkatan Advokat [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006 bertanggal 30 November 2006].
4) Bahwa berkaitan dengan keinginan dari sebagian anggota Advokat yang menghendaki bentuk organisasi Advokat tetap bersifat organisasi tunggal (single bar) atau akan dilakukan perubahan menjadi bentuk organisasi multi organ (multibar) hal tersebut juga telah ditegaskan dalam putusan Mahkamah, di mana Mahkamah telah berpendirian bahwa hal ini merupakan bagian dari kebijakan hukum yang menjadi kewenangan pembentuk Undang-Undang untuk menentukan yang sesuai dengan kebutuhan organisasi advokat di Indonesia [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XII/2014 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XIII/2015 bertanggal 29 September 2015].
5. Bahwa sesungguhnya penegasan Mahkamah terhadap organisasi advokat melalui pertimbangan-pertimbangan dalam putusan-putusan di atas tidak dapat dilepaskan dari keinginan yang kuat untuk membangun marwah advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile) yang dapat diwujudkan dengan memberikan penguatan integritas, kompetensi, dan profesionalitas, di samping memberikan perlindungan hukum terhadap pencari keadilan (justiciabelen), secara lebih khusus yang menggunakan jasa profesi Advokat.
6. Bahwa dengan telah ditegaskannya kembali pada pertimbangan hukum di atas, maka sesungguhnya terhadap norma pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon dalam perkara a quo tidak ada persoalan konstitusionalitas. Sebab norma pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 1 ayat (4), Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 3 ayat (1) huruf f, Pasal 4 ayat (3), Pasal 7 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1) huruf c, Pasal 11, Pasal 12 ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 23 ayat (2), Pasal 26 ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), ayat (6) dan ayat (7), Pasal 27 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5), Pasal 28 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), Pasal 29 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 30 ayat (1), Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 33, termasuk Penjelasan Pasal 3 huruf f dan Pasal 5 ayat (2) UU Advokat, sejatinya yang menjadi genus adalah norma Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang termasuk juga dimohonkan pengujian oleh para Pemohon a quo. Sehingga, norma pasal-pasal yang dimohonkan pengujian oleh para Pemohon tersebut merupakan wujud adanya konsekuensi yuridis dengan telah terbentuknya organisasi advokat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 28 ayat (1) UU Advokat yang secara lengkap telah dipertimbangkan Mahkamah dalam Putusan-Putusan tersebut di atas. Sementara itu, berkenaan dengan Pasal 32 ayat (3) dan ayat (4) UU Advokat yang juga dimohonkan pengujian oleh para Pemohon a quo sesungguhnya merupakan pasal yang sudah selesai dilaksanakan dengan telah berlalunya tenggat dua tahun dan dengan telah terbentuknya PERADI sebagai Organisasi Advokat yang merupakan satu-satunya wadah profesi advokat, sehingga tidak relevan lagi untuk dipersoalkan konstitusionalitasnya [vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 014/PUU-IV/2006].
B. Menimbang bahwa dengan telah dinyatakannya tidak ada persoalan konstitusionalitas terhadap norma pasal-pasal yang diajukan pengujian oleh para Pemohon dalam perkara a quo maka penegasan dari pendirian Mahkamah tersebut sudah menjadi rujukan bahwa persoalan yang berkaitan dengan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana yang dimaksudkan dalam UU Advokat dipandang telah selesai, sehingga sepanjang berkenaan dengan permasalahan konstitusionalitas organisasi advokat sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Advokat sudah tidak relevan lagi dipersoalkan. Dengan demikian permasalahan organisasi advokat yang secara faktual saat ini masih ada, hal tersebut telah berkenaan dengan kasus-kasus konkret yang bukan menjadi kewenangan Mahkamah menilainya.
C. Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, dalil-dalil para Pemohon selain dan selebihnya dan hal-hal lain, karena tidak relevan dengan pokok permohonan para Pemohon, tidak dipertimbangkan.
D. Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah berpendapat permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430