Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 74/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 21-05-2019

Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia, Yayasan Auriga Nusantara, Dr. Oce Madril, S.H., M.A, Abdul Ficar Hadjar, S.H., M.H., diwakili oleh Kuasa hukum Feri Amsari S.H.,M.H.,LL.M dan rekan yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Pencucian Uang

Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010

Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945

Perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Bahwa setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama permohonan para Pemohon, bukti surat tulisan, serta surat kuasa para Pemohon kepada kuasa hukum para Pemohon, Mahkamah mendapati hal-hal sebagai berikut:

1. Pemohon I merupakan Yayasan Anti Pencucian Uang Indonesia, oleh karena itu sesuai Akta Notaris Nomor 06, tanggal 21 April 2010 yang berhak mewakili lembaga atau yayasan untuk bertindak di dalam dan di luar pengadilan adalah pengurus (vide bukti P-19). Selengkapnya bunyi Pasal 16 ayat (5) Akta Notaris Nomor 06, tanggal 21 April 2010 yang diterbitkan oleh Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah Prihandari S. Hendrawan, S.H., M.Kn, menyatakan “Pengurus berhak mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan kejadian…”
Kemudian Pasal 13 Akta Nomor 06 tersebut menyebutkan Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan yang sekurang- kurangnya terdiri dari: a. seorang Ketua, b. seorang Sekretaris, dan c. seorang Bendahara. Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 06 tersebut menyatakan, Ketua Umum bersama-sama dengan salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan. Dengan demikian, untuk mewakili Lembaga/Yayasan Anti Pencucian Uang Indonesia (Pemohon I) adalah Pengurus Yayasan dan/atau Ketua Umum bersama-sama dengan salah satu anggota Pengurus lainnya.
Pemohon I dalam permohonannya mendalilkan sebagai Lembaga Anti Pencucian Uang Indonesia yang diwakili oleh Agus Triyono selaku Ketua demikian pula dalam Surat Kuasa Khusus bertanggal 10 Agustus 2018. Oleh karena itu, mengacu pada ketentuan Pasal 13 ayat (1) , Pasal 16 ayat (5), dan Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 06 tanggal 21 April 2010 maka Agus Triyono tidak dapat bertindak untuk dan atas nama mewakili Yayasan Anti Pencucian Uang Indonesia karena hanya bertindak seorang diri, padahal dengan mengacu pada Pasal 16 ayat (1) Akta Nomor 06 tanggal 21 April 2010 yang dapat bertindak mewakili Yayasan Anti Pencucian Uang Indonesia adalah Pengurus yang secara khusus lagi ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 06 tanggal 21 April 2010, yaitu Ketua Umum bersama-sama salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan, sehingga menurut Mahkamah, Agus Triyono tidak dapat bertindak mewakili Yayasan Anti Pencucian Uang Indonesia untuk mengajukan permohonan a quo.

2. Pemohon II Yayasan Auriga Nusantara sesuai Akta Notaris Nomor 02 tanggal 26 Mei 2014 yang diterbitkan oleh Notaris Rini M. Dahliani, S.H. merupakan nama baru dari Yayasan Silvagama. Namun, terkait dengan AD/ART yang tetap mengacu pada AD/ART Yayasan Silvagama sebagaimana ditentukan dalam Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009 yang diterbitkan oleh Notaris Nurhadi Darussalam, S.H., M.Hum., (bukti P-20).
Bahwa sesuai dengan Pasal 16 ayat (5) Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009 menyatakan “Pengurus berhak mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan tentang segala hal dan kejadian…”. Kemudian Pasal 13 Akta Nomor 01 tersebut menyebutkan Pengurus adalah organ yayasan yang melaksanakan kepengurusan yayasan yang sekurang-kurangnya terdiri dari:
a. seorang Ketua,
b. seorang Sekretaris, dan c. seorang Bendahara.
Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 01 tersebut menyatakan, Ketua Umum bersama-sama dengan salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan. Dengan demikian, untuk mewakili Yayasan Auriga Nusantara (dahulu Yayasan Silvagama, Pemohon II) adalah Pengurus Yayasan dan/atau Ketua Umum bersama-sama dengan salah satu anggota Pengurus lainnya. Pemohon II dalam permohonannya mendalilkan sebagai Yayasan Auriga Nusantara yang diwakili oleh Timer Manurung selaku Ketua Badan Pekerja demikian pula dalam Surat Kuasa Khusus bertanggal 10 Agustus 2018. Oleh karena itu, mengacu pada ketentuan Pasal 13 ayat (1), Pasal 16 ayat (5), dan Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009 maka Timer Manurung tidak dapat bertindak untuk dan atas nama mewakili Yayasan Auriga Nusantara karena hanya bertindak seorang diri terlebih lagi Timer Manurung adalah Ketua Badan Pekerja, padahal dengan mengacu pada Pasal 16 ayat (1) Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009 yang dapat bertindak mewakili Yayasan Auriga Nusantara adalah Pengurus yang secara khusus lagi ditentukan dalam Pasal 18 ayat (1) Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009, yaitu Ketua Umum bersama-sama salah seorang anggota Pengurus lainnya berwenang bertindak untuk dan atas nama pengurus serta mewakili Yayasan, sehingga menurut Mahkamah, Timer Manurung tidak dapat bertindak mewakili Yayasan Auriga Nusantara dalam mengajukan permohonan a quo.
Bahwa meskipun Mahkamah telah memberi kesempatan kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya, namun sesuai dengan perbaikan permohonan yang diterima di Kepaniteraan Mahkamah pada tanggal 27 September 2018 ternyata para Pemohon tetap mengajukan permohonan a quo, di mana Pemohon I dan Pemohon II tetap diwakili oleh pihak yang tidak sesuai dengan Akta Nomor 06 tanggal 21 April 2010 dan Akta Nomor 01 tanggal 12 November 2009. Di samping itu, terhadap permohonan Pemohon I dan Pemohon II a quo juga telah dilakukan sidang pleno untuk pembuktian lebih lanjut atas substansi permohonan dan pada kesempatan tersebut seharusnya masih dapat dipergunakan oleh Pemohon I dan Pemohon II untuk membuktikan segala hal yang berkaitan dengan permohonannya, termasuk dalam hal ini membuktikan kedudukan hukum Pemohon I dan Pemohon II, namun ternyata hal tersebut juga tidak dilakukan oleh Pemohon I dan Pemohon II.

3. Bahwa Pemohon III dan Pemohon IV mendalilkan diri sebagai warga negara Indonesia yang merupakan pengajar atau dosen di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pemohon III) dan pengajar atau dosen di Fakultas Hukum Universitas Trisakti (Pemohon IV) yang dirugikan hak konstitusionalnya oleh
berlakunya ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010. Bahwa Pemohon III dan Pemohon IV dalam alasan kedudukan hukumnya tidak mendalilkan ketentuan dalam UUD 1945 yang dirugikan oleh berlakunya ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010. Jika pun menggunakan pasal UUD 1945 yang terdapat dalam pokok permohonan para Pemohon, yaitu Pasal 33 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 kemudian dihubungkan dengan syarat kerugian sebagaimana Paragraf [3.4] di atas, menurut Mahkamah, jika pun benar Pemohon III dan Pemohon IV memiliki hak konstitusional, quod non, kerugian dimaksud tidak memiliki hubungan sebab akibat secara potensial apalagi secara faktual dan aktual oleh berlakunya ketentuan Pasal 2 ayat (1) huruf z dan Penjelasan Pasal 74 UU 8/2010 karena selaku pengajar atau dosen, Pemohon III dan Pemohon IV tetap dapat mengajar di bidangnya masing-masing dan tetap dapat memberikan kontribusi dalam proses perubahan peraturan perundang-undangan, terlebih lagi kerugian yang didalilkan oleh Pemohon III dan Pemohon IV tidak bersifat spesifik (khusus).
Berkenaan dengan penjelasan kerugian hak konstitusional Pemohon III dan Pemohon IV yang menggunakan dasar sebagai tax payer untuk dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang ke Mahkamah karena telah membayar pajak – yang secara implisit tanpa perlu ada hubungan causal verband – maka terhadap hal yang demikian, Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10/PUU-XVII/2019 bertanggal 13 Maret 2019 telah menyatakan pendiriannya, yaitu:
… Sementara itu, berkenaan dengan penjelasan untuk menguatkan kedudukan hukum dengan menggunakan alasan bahwa para Pemohon adalah pembayar pajak tidaklah dapat diterima oleh Mahkamah karena sebagaimana telah menjadi pendirian Mahkamah sejak Tahun 2003, pembayar pajak semata-mata tidaklah serta-merta memiliki kedudukan hukum untuk bertindak sebagai Pemohon dalam pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 jika tidak terdapat kaitan yang cukup antara kerugian hak konstitusional yang dianggapkan dengan norma undang-undang yang dimohonkan pengujian (vide Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 003/PUU- I/2003, Nomor 27/PUU-V/2009, dan Nomor 76/PUU-XII/2014) …

Berdasarkan uraian tersebut, menurut Mahkamah Pemohon III dan Pemohon IV tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) huruf a UU MK dan syarat kedudukan hukum sebagaimana Paragraf [3.4] di atas;