Resume Putusan MK - Menyatakan Menolak, Tidak Dapat Diterima


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-resume.phtml on line 66
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 71/PUU-XVI/2018 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 21-05-2019

Dorel Almir, Abda Khair Mufti, dan Muhammad Hafidz

Pasal 326 UU Pemilu

Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945

Perwakilan DPR RI dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI

Bahwa terhadap pengujian Pasal 326 UU Pemilu dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:

1) Menimbang bahwa masalah konstitusional yang harus dipertimbangkan oleh Mahkamah, apakah benar Pasal 326 UU 7/2017 adalah bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Dana Kampanye untuk pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c yang berasal dari pasangan calon, partai politik, dan/atau gabungan partai politik pengusul pasangan calon, atau pihak lain yang berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, dan/atau badan usaha nonpemerintah, berupa pemberian atau sumbangan yang sah menurut hukum serta bersifat tidak mengikat”.

Terhadap masalah konstitusional tersebut, sebelum Mahkamah mempertimbangkan pokok permohonan lebih jauh, terlebih dahulu Mahkamah perlu menjelaskan:

2) Bahwa pengaturan dana kampanye pemilu presiden dan wakil presiden dalam UU 7/2017 bukanlah merupakan materi baru karena sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU 42/2008), materi dana kampanye tersebut telah diatur, namun materi pengaturannya belum selengkap seperti yang diatur dalam UU 7/2017 (vide Bagian Kesebelas), terutama terkait dengan transparansi dan akuntabilitas perolehan dan penggunaan dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

3) Bahwa untuk memahami secara komprehensif pengaturan dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam UU 7/2017 tidak dapat hanya dilakukan secara parsial, tanpa memerhatikan keterkaitan antarpasal secara keseluruhannya hingga pengaturan yang terkait dengan ketentuan pidana. Karena, pada prinsipnya dana Kampanye Pemilu Presiden dan Wakil Presiden merupakan tanggung jawab pasangan calon. Namun demikian bukan berarti seluruh dana kampanye hanya berasal sepenuhnya dari pasangan calon. Sebab dalam hal ini dana kampanye pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dapat juga diperoleh dari partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon, termasuk pula diperoleh dari sumbangan yang sah menurut hukum dari pihak lain. Lebih lanjut, untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas perolehan serta penggunaan dana kampanye yang berupa uang maka kepada pasangan calon diwajibkan oleh UU 7/2017 untuk melakukan pembukuan khusus dana kampanye dan menempatkannya pada rekening khusus dana kampanye pasangan calon pada bank.

Pembukuan khusus tersebut berisi penerimaan dan pengeluaran yang harus dibuat terpisah dengan pembukuan keuangan pribadi pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Hal demikian dimaksudkan agar tidak ada dana kampanye fiktif sebagaimana dikhawatirkan para Pemohon. Bahkan jika ada dana kampanye yang penyumbangnya tidak jelas identitasnya maka para Pemohon pun tidak perlu khawatir karena sumbangan demikian digolongkan sebagai sumbangan yang dilarang dan apabila larangan tersebut dilanggar akan terkena ketentuan pidana sebagaimana ditentukan dalam Pasal 527 UU 7/2017 yaitu dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah). Terlebih lagi jika dana kampanye tersebut tidak dilaporkan oleh pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau tidak disetorkan oleh pasangan calon ke kas negara dalam kurun waktu paling lama 14 (empat belas) hari maka pidananya menjadi lebih berat yaitu pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterima [vide Pasal 339 ayat (2) juncto Pasal 528 ayat (1) UU 7/2017]. Termasuk dalam kaitan ini jika tim kampanye pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden menggunakan sumbangan yang tidak jelas identitas penyumbangnya dan/atau tidak melaporkan kepada KPU atau tidak menyetorkannya ke kas negara maka pidana penjaranya adalah paling lama 2 (dua) tahun dan denda sebanyak 3 (tiga) kali dari jumlah sumbangan yang diterimanya [vide Pasal 339 ayat (2) juncto Pasal 528 ayat (2) UU 7/2017]. Ancaman pidana yang terkait dengan sumbangan yang tidak jelas identitasnya, sebagaimana diistilahkan oleh para Pemohon sebagai dana kampanye fiktif ini, telah ditentukan jauh lebih berat dalam UU 7/2017 jika dibandingkan dengan UU 42/2008. Perubahan pengaturan ancaman pidana atas pelanggaran larangan dana kampanye bertujuan untuk menegakkan Pemilu yang jujur dan adil serta semakin memberikan kepastian hukum sebagaimana dimaksud oleh Pasal 22E dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
4) Bahwa dalam kaitan dengan hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Mahkamah (petitum), Mahkamah tidak memahami apa sesungguhnya yang dimohonkan oleh para Pemohon karena petitum para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Pasal 326 UU 7/2017 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Dana Kampanye untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 325 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c UU 7/2017 yang berasal dari pasangan calon, partai politik dan/atau gabungan partai politik pengusul pasangan calon, atau pihak lain yang berasal dari perseorangan, kelompok, perusahaan, atau badan usaha nonpemerintah, berupa pemberian atau sumbangan yang sah menurut hukum serta bersifat tidak mengikat”. Petitum para Pemohon ini justru sangat berkaitan erat tidak hanya dengan norma Pasal 325 UU 7/2017 sebagai rujukan pokoknya melainkan juga dengan norma Pasal 327, Pasal 328, Paragraf 4 (Pasal 334 sampai dengan Pasal 339) mengenai Laporan Dana Kampanye, dan Ketentuan Pidana UU 7/2017.

Oleh karena itu jikapun permohonan para Pemohon dianggap benar sehingga kemudian dikabulkan, quod non, permohonan demikian justru akan merusak konstruksi pengaturan mengenai dana kampanye, sehingga seharusnya permohonan para Pemohon dinyatakan tidak beralasan menurut hukum. Namun, setelah Mahkamah memeriksa secara saksama permohonan para Pemohon, telah ternyata bahwa tidak terdapat relevansi antara alasan-alasan permohonan (posita) dan hal yang dimohonkan untuk diputus oleh Mahkamah (petitum) sehingga tidak terdapat keterkaitan antara posita dan petitum. Dengan demikian, permohonan para Pemohon adalah tidak jelas atau kabur.

[3.12] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat, permohonan pengujian konstitusionalitas Pasal 326 UU 7/2017 yang dimohonkan oleh para Pemohon adalah tidak jelas atau kabur (obscuur libel). Oleh karena itu, Mahkamah tidak mempertimbangkan lebih lanjut permohonan para Pemohon.