No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana.
•Kerugian Konstitusional Pemohon: Bahwa Para Pemohon dalam
permohonannya mengemukakan bahwa hak konstitusionalnya telah
dirugikan dengan keberadaan norma pada Pasal 70 ayat (1) Undang-
Undang Kitab Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) yang pada intinya Para
Pemohon merasa bahwa ketentuan Pasal a Quo sepanjang frasa “setiap
waktu” sangat merugikan hak Para Pemohon sebagai penasehat hukum
untuk bertemu dengan kliennya. Padahal Penasehat Hukum merupakan
bagian dari penegakan hukum itu sendiri guna kepentingan pembelaan
perkaranya. •Legal Standing Pemohon: Terhadap kedudukan hukum
(legal standing) Para Pemohon, DPR RI berpandangan bahwa pada
dasarnya permohonan Para Pemohon tidak jelas dan tidak fokus
(obscuur ), karena Para Pemohon tidak menguraikan dan
mengkonstruksikan secara jelas adanya kerugian hak dan/atau
kewenangan konstitusional atas berlakunya pasal a Quo. Para Pemohon
tidak menguraikan hubungan sebab akibat (causal verband) antara
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan undang-
undang yang dimohonkan pengujian. •Pokok Perkara Keterangan DPR RI
: A.) DPR RI berpandangan bahwa pengaturan Pasal a Quo yang
menyatakan bahwa “Penasihat hukum berhak menghubungi dan
berbicara dengan tersangka pada setiap tingkat pemeriksaan dan setiap
waktu untuk kepentingan pembelaan perkaranya.” Pasal ini berlaku
terhadap semua Penasihat hukum dan tersangka sehingga tidak ada
pembedaan perlakuan. B.) Pasal a Quo justru memberikan perlakuan
yang sama di hadapan hukum yaitu terhadap semua penasihat hukum.
Pengaturan UU a Quo juga demi memberikan kepastian hukum dimana
dalam konsideran menimbang huruf c menyatakan “bahwa
pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara
pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan
untuk meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum
sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya
hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat
manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi terselenggaranya
negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.” C.)Bahwa
DPR RI berpendapat permasalahan yang dialami oleh Para Pemohon
sebagaimana diuraikan dalam permohonannya adalah bukan
permasalahan konstitusionalitas norma, melainkan permasalahan
implementasi norma akibat tidak dipatuhinya ketentuan dan semangat
yang terkandung dalam norma UU a quo yang dimohonkan pengujian.
D.) DPR RI berpandangan apa yang dimintakan oleh Para Pemohon
dalam petitumnya tidak diperlukan karena norma yang ada di dalam
Pasal 70 ayat (1) UU HAP telah jelas (expresiss verbis) berlaku bagi
seluruh Penasehat Hukum dan Tersangka meliputi segala sesuatu dalam
seluruh rangkaian peristiwa untuk kepentingan pembelaan perkara.
Terhadap ketentuan norma undang-undang yang telah jelas (expressis
verbis) tidak perlu untuk ditafsirkan lagi.
92/PUU-XV/2017
Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430