Kerugian Konstitusional:
Bahwa Para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan akibat pemberlakuan ketentuan a quo yang pada intinya adalah sebagai berikut:
a. Para Pemohon berdalil bahwa sejak pemberlakuan kebijakan penghentian sementara pembayaran tunjangan profesi, tidak terhitung jumlahnya dosen pegawai pelajar yang telah kehilangan hak keuangannya berupa tunjangan sertifikasi dosen dan dirugikan kepentingannya saat sedang menempuh studi lanjut hanya karena penafsiran semata yang tidak didasarkan pada kepentingan terbaik dosen yang diberi tugas belajar. Padahal, realitasnya, dosen pegawai pelajar telah menjalankan kewajiban keprofesionalannya untuk melaksanakan tugas belajar yang telah diberikan. (vide Perbaikan Permohonan hlm. 6 poin 8)
b. Para Pemohon berdalil bahwa terdapat keterkaitan langsung antara ketentuan Pasal UU a quo sepanjang frasa: “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan”, dengan kerugian atau potensi kerugian konstitusional yang dialami Para Pemohon, paling tidak dikarenakan penafsiran terhadap Pasal UU a quo dijadikan dasar pengambilan kebijakan penghentian sementara pembayaran tunjangan profesi dosen. (vide Perbaikan Permohonan hlm. 9 poin 4);
Legal Standing:
Terkait kedudukan hukum (legal standing) Para Pemohon dalam pengujian undang-undang secara materiil, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
Pokok Permohonan:
a. Bahwa ketentuan Pasal UU a quo dibentuk oleh pembentuk Undang-Undang untuk memberikan hak kepada dosen, hal ini karena Dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sehingga dibutuhkan ketentuan yang mengatur mengenai hak-hak yang diberikan kepada Dosen. Pasal UU a quo sudah memberikan kepastian hukum kepada Dosen yaitu dengan memberikan hak-hak kepada Dosen yang telah melaksanakan tugas keprofesionalannya. Sedangkan ketentuan teknis lebih lanjut mengenai bagaimana cara memberikan ataupun kualifikasi untuk mendapatkan hak-hak tersebut secara teknis oleh pembentuk undang-undang didelegasikan kepada peraturan pemerintah, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 tentang Tunjangan Profesi Guru dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru dan Dosen, serta Tunjangan Kehormatan Profesor (PP 41/2009).
b. Bahwa tunjangan profesi diberikan kepada dosen pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan fungsional dosen dan diberikan pula kepada dosen bukan pegawai negeri sipil (vide Pasal 3 ayat (2) PP 41/2009). Oleh karena Para Pemohon merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS), maka terhadapnya juga berlaku ketentuan teknis lainnya terkait dengan manajemen PNS, lebih khususnya lagi mengenai pembinaan jabatan fungsional PNS.
c. Bahwa ketentuan mengenai manajemen PNS diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PP Manajemen PNS) yang merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Manajemen PNS adalah pengelolaan PNS untuk menghasilkan pegawai PNS yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meliputi antara lain penggajian dan tunjangan serta pemberhentian dari PNS. Ketentuan Pasal 94 ayat (1) PP Manajemen PNS mengatur PNS diberhentikan dari jabatan fungsional apabila menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam bulan).
d. Bahwa telah terdapat ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih lanjut secara teknis mengenai tugas belajar yang berlaku bagi dosen yang berstatus Pegawai Negeri Sipil, antara lain:
1) Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberian Tugas Belajar Bagi Pegawai Negeri Sipil Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek 27/2022)
2) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor Nomor 17 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Dosen dan Angka Kredit (Permenpan RB 17/2013)
Bahwa terkait dengan pengaturan mengenai besaran tunjangan yang berlaku bagi profesi dosen telah diatur di dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 20 Tahun 2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor (Permendikbudristek 20/2017)
e. Ketentuan Pasal 30 Permenpan RB 17/2013 juga mengatur bahwa dosen dibebaskan sementara dari jabatannya apabila salah satunya menjalani tugas belajar lebih dari 6 (enam) bulan. Bahwa Tugas Belajar adalah penugasan yang diberikan oleh PPK atau Pejabat Yang Menerima Delegasi Kewenangan kepada PNS melalui Pendidikan formal. (vide Pasal 1 angka 1 Permendikbudristek 27/2022). Bahwa Tugas Belajar dapat dilaksanakan dengan pembebasan dari kewajiban melaksanakan tugas jabatan. Namun, pembebasan dari kewajiban melaksanakan tugas jabatan dapat diberikan dengan mempertimbangkan kebutuhan organisasi dan kemampuan Pegawai Pelajar dalam melaksanakan tugas kedinasan. (vide Pasal 11 jo Pasal 12 ayat (1) Permendikbudristek 27/2022).
f. Bahwa terkait dengan kerugian yang dialami oleh Para Pemohon, DPR RI berpandangan bahwa hal tersebut bukan merupakan permasalahan yang disebabkan oleh konstitusionalitas norma pasal UU a quo yang diujikan, sebab Pasal UU a quo telah jelas mengatur mengenai hak Dosen dalam menjalankan tugas keprofesionalannya, dimana ketentuan lebih lanjut mengenai hak dosen tersebut diamanatkan melalui peraturan teknis di bawahnya. Selain itu, dalam perumusan norma Pasal UU a quo sama sekali tidak mengatur mengenai penghentian tunjangan profesi dosen. Secara normatif Pasal UU a quo justru memberikan dasar hukum untuk menjamin para dosen agar tetap memperoleh haknya, salah satunya yaitu mendapatkan penghasilan d iatas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
g. Bahwa terkait dalil Para Pemohon yang menyatakan penafsiran sepanjang frasa “dalam melaksanakan tugas keprofesionalan” menjadi dasar pengambilan kebijakan penghentian sementara tunjangan profesi dosen, DPR RI berpendapat bahwa dalil Para Pemohon hanya merupakan asumsi dan tidak berdasar karena tidak ada dasar dan bukti yang kuat bagi Para Pemohon untuk menyatakan bahwa frasa tersebut ditafsirkan demikian. Dasar pengambilan kebijakan penghentian sementara tunjangan profesi dosen merupakan ketentuan teknis yang tidak diatur di dalam ketentuan pasal a quo dan tidak relevan untuk diajukan pengujiannya di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu pengujian perkara a quo merupakan pengujian yang salah sasaran (error in objecto) dan sudah selayaknya Mahkamah Konstitusi menyatakan untuk menolak permohonan a quo.
111/PUU-XX/2022
Pasal 51 ayat (1) UU Guru dan Dosen
Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430