Kerugian Konstitusional:
Bahwa Para Pemohon menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya telah dirugikan akibat pemberlakuan ketentuan a quo yang pada intinya berdasarkan pasal a quo Akhir Masa Jabatan (AMJ) Anggota KPU Provinsi dan Anggota KPU Kabupaten/Kota berakhir pada tahun 2023 dan 2024 bersamaan dengan Tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, sehingga mengganggu jalannya Tahapan Pemilu Dan Pemilihan Serentak Tahun 2024, karena ditengah-tengah pelaksanaan Tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2023 harus diselenggarakan seleksi anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota di sebagian besar wilayah Indonesia dengan jumlah yang sangat banyak. Hal tersebut menyebabkan hak konstitusional Para Pemohon sebagai pemegang kedaulatan rakyat untuk terwujudnya Pemilu yang jujur dan adil potensial tidak dapat diwujudkan (vide Perbaikan Permohonan hlm. 9 dan hlm. 24).
Legal Standing:
1. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon yang diberikan oleh UUD NRI Tahun 1945
Bahwa Para Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal a quo melanggar hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Terhadap dalil tersebut, DPR RI menerangkan bahwa Pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 tidak memberikan hak dan/atau kewenangan konstitusional kepada Para Pemohon, melainkan merupakan prinsip dasar dari sistem demokrasi yang dianut oleh negara Indonesia. Begtiu pula pengaturan dalam Pasal 22E ayat (1) dan Pasal 22E ayat (5) UUD NRI Tahun 1945 yang tidak mengatur mengenai hak konstitusional, melainkan merupakan landasan pokok dalam penyelenggaraan suatu pemilihan umum (pemilu), antara lain terkait dengan asas penyelenggaraan pemilu dan lembaga yang menyelenggarakan pemilu.
Terkait dengan ketentuan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang dijadikan batu uji oleh Para Pemohon, DPR RI menyampaikan bahwa ketentuan Pasal 10 ayat (9) UU 7/2017 yang memberikan batasan terhadap masa jabatan keanggotaan lembaga penyelenggara pemilu justru merupakan upaya pemenuhan kepastian hukum yang adil dan memberikan perlakuan yang sama terhadap setiap warga negara untuk dapat menjadi anggota lembaga penyelenggara pemilu.
Berdasarkan uraian tersebut maka tidak terdapat hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon yang diberikan oleh ketentuan Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
2. Hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon tersebut dianggap oleh Para Pemohon telah dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji
Bahwa Para Pemohon mendalilkan kerugian konstitusional karena dengan adanya ketentuan pasal a quo merasa tahapan Pemilu akan terganggu. Terhadap dalil kerugian Para Pemohon tersebut, DPR RI berpandangan bahwa ketentuan pasal a quo adalah ketentuan yang berlaku bagi orang yang berprofesi atau menjabat sebagai anggota KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota. Sedangkan dalam permohonan a quo, Para Pemohon yang mendalilkan dirinya berprofesi sebagai Advokat dan Yayasan yang salah satu kegiatannya berpartisipasi aktif dalam proses perbaikan kebijakan publik, justru memperlihatkan bahwa Para Pemohon bukan atau tidak menjabat sebagai anggota lembaga penyelenggara pemilu, baik di tingkat pusat maupun di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Para Pemohon bukan lah addressat yang dituju dari dari ketentuan pasal a quo. Oleh karena itu tidak ada hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon yang dirugikan dari ketentuan pasal a quo.
3. Adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon yang dimaksud bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi
Bahwa dengan berlakunya ketentuan pasal a quo, yang dihubungkan dengan profesi Para Pemohon, maka terlihat jelas bahwa Para Pemohon sama sekali tidak mengalami adanya kerugian yang bersifat spesifik (khusus) dan aktual atau setidaknya bersifat potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi.
4. Adanya hubungan sebab akibat (causal verband) antara kerugian dan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujian
Bahwa antara profesi Para Pemohon sebagai Advokat dan Yayasan dengan ketentuan pasal a quo sama sekali tidak ada hubungan sebab akibat (causal verband). Ada atau tidaknya ketentuan pasal a quo sama sekali tidak menghalangi profesi Pemohon I untuk menjalankan profesinya sebagai Advokat, demikian juga Pemohon II sebagai Yayasan tetap dapat melakukan aktivitas tanpa terganggu oleh ketentuan pasal a quo. Oleh karena itu sudah dapat dipastikan tidak ada hubungan sebab akibat langsung (causal verband) antara kerugian konstitusional Para Pemohon dengan ketentuan pasal a quo.
5. Adanya kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi
Bahwa karena tidak ada kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional Para Pemohon maka sudah dapat dipastikan bahwa pengujian ketentuan Pasal a quo tidak akan berdampak apapun pada Para Pemohon. Dengan demikian menjadi tidak relevan lagi bagi Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa dan memutus Permohonan a quo karena Para Pemohon tidak memenuhi 5 batas kerugian konstitusional berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional yang harus dipenuhi secara kumulatif sehingga Para Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam pengujian pasal a quo.
Pokok Permohonan:
1. Bahwa Tahapan Pemilu Tahun 2024 telah ditetapkan dalam Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 (PKPU 3/2022) yang dimulai sejak 14 Juni 2022 sampai 20 Oktober 2024, dan pemilu serentak dilakukan pada 14 Februari 2024. Tahapan tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama yaitu selama 28 bulan atau selama 2 tahun 4 bulan.
2. Bahwa Tahapan dan Jadwal Pemilu 2024 tersebut disepakati antara DPR RI (dalam hal ini Komisi II) bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU, Ketua Badan Pengawas Pemilu, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dalam agenda Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI pada 24 Januari 2022. Oleh karena itu KPU sebagai penyelenggara pemilu harus menyelenggarakan pemilihan umum secara tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditetapkan tersebut.
3. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 13 UU 7/2017, KPU berwenang mengangkat, membina, memberhentikan, serta menjatuhkan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan sementara anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota. Bahwa dalam rekruitmen anggota KPU Provinsi dan anggota KPU Kabupaten/Kota, KPU sepenuhnya dibantu oleh tim seleksi yang dibentuk KPU pada setiap provinsi dan kabupaten/kota. Tim seleksi tersebut masing-masing beranggotakan 5 orang yang berasal dari unsur akademisi, profesional, dan tokoh masyarakat yang memiliki integritas. (Pasal 27 ayat (2) jo. Pasal 31 ayat (3) UU 7/2017)
4. Bahwa pembentukan tim seleksi oleh KPU hanya membutuhkan 15 hari kerja terhitung 5 bulan sebelum berakhirnya keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota. (Pasal 27 ayat (6) jo. Pasal 31 ayat (7) UU 7/2017). Untuk tim seleksi diberikan waktu paling lama 3 bulan saja untuk melaksanakan tahapan kegiatan pemilihan calon anggota KPU Provinsi, dan 2 bulan saja untuk pemilihan calon anggota KPU Kabupaten/Kota. (Pasal 28 ayat (4) jo. Pasal 32 ayat (4) UU 7/2017). Selanjutnya KPU melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan menetapkan hasil pemilihannya berdasarkan peringkat.
5. Bahwa KPU telah mendesain jika dalam proses rekruitmen calon anggota KPU Kabupaten/Kota berpotensi mengganggu jalannya tahapan pemilu, KPU dapat menugaskan kepada KPU Provinsi untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota KPU Kabupaten/Kota dengan mempertimbangkan aspek waktu, sumber daya manusia, dan pelaksanaan tahapan Pemilu dan Pemilihan. (Pasal 42 Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Seleksi Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota (PKPU 4/2023))
6. Bahwa seluruh rangkaian proses pemilihan dan penetapan calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tersebut dilakukan paling lama 60 hari kerja. (Pasal 30 jo. Pasal 34 UU 7/2017). Dengan demikian, dalam proses rekruitmen calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota memakan waktu sekitar 3 bulan saja, dan keterlibatan KPU secara langsung hanya pada pembentukan tim seleksi, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, dan pemilihan dan penetapan calon anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.
7. Bahwa dalam Pasal a quo, telah diatur secara jelas masa jabatan keanggotaan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama. Berdasarkan UU 7/2017, masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota adalah selama 5 tahun sejak pengucapan sumpah/janji, dan keanggotaan KPU dapat dipilih kembali hanya untuk 1 kali masa jabatan pada tingkatan yang sama. Sehingga total masa keanggotaan KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota paling lama menjadi 10 tahun untuk tingkatan yang sama.
8. Bahwa dalam Pasal 2 PKPU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Seleksi Anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota terdapat syarat tambahan bagi anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang mendaftar kembali dalam posisi yang sama yaitu:
a) Belum pernah menjabat sebagai anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota selama 2 kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
b) Penghitungan 2 kali masa jabatan tersebut dihitung berdasarkan jumlah pelantikan dalam jabatan yang sama selama 5 tahun atau lebih dari 2½ tahun pada setiap masa jabatan.
c) Penghitungan 2 kali masa jabatan tersebut meliputi:
1) Telah 2 kali berturut-turut dalam jabatan yang sama;
2) Telah 2 kali dalam jabatan yang sama tidak berturut-turut; atau
3) Telah 2 kali dalam jabatan yang sama di daerah yang sama atau di daerah yang berbeda.
Sehingga dengan demikian, masa keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota sudah ditetapkan selama 5 tahun atau lebih dari 2½ tahun, dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 kali masa jabatan. Sehingga masa keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota untuk 2 kali masa jabatan adalah 7½ tahun hingga 10 tahun. Tidak ada ketentuan yang memungkinkan perpanjangan masa keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota melebihi 10 tahun.
9. Bahwa dalam desain rekruitmen keanggotaan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota, KPU telah menetapkan Keputusan KPU Nomor 71 Tahun 2023 tentang Jadwal Tahapan Pelaksanaan Seleksi Calon Anggota KPU Provinsi di Provinsi Bengkulu, Jambi, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Papua Tengah, Papua Selatan, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya Periode 2023-2028 yang menjadi pedoman bagi Tim Seleksi dalam melaksanakan proses seleksi calon anggota KPU Provinsi di 20 provinsi.
10. Bahwa KPU menunjukkan telah siap dan telah mendesain perihal masa keanggotaan di 20 KPU Provinsi yang akan habis masa keanggotaannya pada tahun 2023 dengan mempersiapkan jadwal rekruitmen yang prosesnya telah dimulai sejak Januari 2023. Bahwa dalam jumpa pers di kantor KPU RI, usai pertemuan 7 Komisioner KPU RI Periode 2022-2027 dengan Presiden Joko Widodo pada 30 Mei 2022, Ketua KPU RI Hasyim Asyari menyampaikan pada intinya proses seleksi anggota atau komisioner KPU provinsi dan kabupaten/kota akan tetap dilakukan, sehingga dengan merujuk pada UU 7/2017 yang mengatur masa jabatan anggota KPU provinsi dan kabupaten/kota adalah 5 tahun maka akan dilakukan seleksi, sehingga dengan demikian sepanjang ketentuan di dalam undang-undang tidak ada perubahan maka sesuai dengan durasi maksimal masa jabatannya menjelang lima tahun akan dilakukan seleksi ulang. Selain itu seleksi yang akan dilakukan dengan pertama-tama membentuk tim seleksi oleh KPU RI sekurang-kurangnya harus dilakukan 5 bulan sebelum masa jabatan anggota atau komisioner KPU di daerah terkait habis, dan sejak Januari 2023 KPU telah membentuk Tim Seleksi.
(https://www.rmolbengkulu.id/kpu-batal-perpanjang-masa-jabatan-anggota-kpu-daerah)
11. Bahwa dalam petitumnya Para Pemohon pada intinya meminta agar rumusan pasal a quo yaitu “Masa Jabatan Keanggotaan KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota adalah selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan pada tingkatan yang sama” diubah menjadi “Anggota KPU Provinsi, Anggota KPU Kabupaten/Kota yang berakhir masa jabatannya pada Tahun 2023 dan Tahun 2024 diperpanjang masa jabatannya sampai setelah selesainya Tahapan Pemilu dan Pemilihan Serentak Tahun 2024”.
Terhadap petitum tersebut DPR RI berpandangan sebagai berikut:
a. Bahwa pembentuk undang-undang telah merumuskan ketentuan pasal a quo adalah sebagai dasar hukum pengaturan mengenai masa jabatan keanggotaan KPU, KPU Povinsi, KPU Kabupaten/Kota tidak hanya bagi Pemilu 2024, melainkan terhadap setiap penyelenggaraan pemilu-pemilu selanjutnya di masa yang akan datang. Bila rumusan pasal a quo diubah sebagaimana yang dimohonkan oleh Para Pemohon dalam petitumnya, maka ketentuan pasal a quo hanya dapat digunakan untuk penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, dan tidak dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam penyelenggaraan Pemilu-pemilu yang selanjutnya.
b. Bahwa perubahan yang demikian itu akan bertentangan dengan asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik terutama asas dapat dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 huruf e Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU Pembentukan PUU) yang menegaskan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
c. Bahwa sudah selayaknya suatu undang-undang, khususnya dalam hal ini UU 7/2017 bisa dioptimalkan untuk jangka waktu yang lebih panjang dan bukan mengakomodir situasi tertentu atau kepentingan tertentu mengikuti siklus lima tahunan. Hal tersebut sangat penting agar tidak ada kesan merubah regulasi pemilu demi kepentingan politik. Harapan dari Pembentuk Undang-Undang dengan adanya UU 7/2017 maka dapat digunakan dan dilaksanakan sebagai dasar hukum penyelenggaraan pemilu secara kontinuitas berdasarkan kebutuhan obyektif demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar.
d. Bahwa terhadap permasalahan yang dikemukakan oleh Para Pemohon bukanlah permasalahan konstitusionalitas norma, melainkan penerapan undang-undang, yang seharusnya bisa diselesaikan melalui kebijakan atau Peraturan Pelaksana.
120/PUU-XX/2022
Pasal 10 ayat (9) UU 7/2017
Pasal 1 ayat (2), Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (5), Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430