Keterangan DPR mengenai Pengujian UU Terhadap UUD 1945

Keterangan DPR Perkara No. 18/PUU-XV/2017 / 20-04-2017

No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara

Kerugian Konstitusional:
1. Bahwa Pemohon adalah mantan atau pensiunan Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PNS) di bidang pendidikan dan pengajaran khususnya di Satuan Kerja Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

2. Bahwa pada tanggal 19 September 2016, Pemohon datang ke Kantor Pusat PT. Taspen di jalan Cempaka Putih Raya untuk menanyakan berapa jumlah pensiunnya tiap bulan. Pemohon diberitahu petugas PT. Taspen bahwa tidak ada data tentang adanya pensiun Pemohon, yang artinya PT. Taspen tidak pernah membayarkan pensiun Pemohon.
(Vide permohonan Pemohon halaman 7 butir 1).

3. Bahwa pada tanggal 12 April 2017 PT. Taspen memberikan surat jawaban atas pertanyaan Pemohon melalui 6 (enam) butir penjelasan yang menjelaskan bahwa pemotongan pembayaran rapel pensiun itu berkenaan dengan Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004. Tetapi PT. Taspen sama sekali tidak menerangkan hubungan antara kalimat yang tertulis pada Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2004 tersebut dengan pemotongan pembayaran pensiun Pemohon sebesar 16 bulan pembayaran.
(Vide permohonan Pemohon halaman 8 butir 7).

4. Bahwa Pemohon berpendapat bahwa Jatuh Tempo atas pembayaran pensiun tidak mengenal waktu, yang artinya bisa sewaktu-waktu diajukan, yaitu sesudah masa pensiun dinyatakan mulai berlaku.
(Vide permohonan Pemohon halaman 10 bagian B-3 butir 6)

5. Bahwa Pemohon juga berpendapat bahwa Jatuh Tempo untuk pembayaran pensiun juga tidak mengenal istilah jatuh tempo, karena tidak pernah ada perjanjian apapun yang dibuta oleh Pemerintah dengan Pegawai Negeri Sipil selain pemenuhan persayaratan kelengkapan dokumen (paper works) apalagi perjanjian yang menyangkut masalah jatuh tempo terhadap Jatuh Tempo.
(Vide permohonan Pemohon halaman 10 bagian B-3 butir 7)

Legal Standing:
1. Bahwa Pemohon harus dapat membuktikan terlebih dahulu apakah benar Pemohon sebagai pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji, khususnya dalam mengkonstruksikan adanya kerugian terhadap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagai dampak dari diberlakukannya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji;

2. Bahwa kerugian yang dialami Pemohon sepenuhnya dikarenakan kelalaian Pemohon dalam memenuhi syarat administrasi yang ditetapkan oleh PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (PT TASPEN) PERSERO yang merupakan Penyelenggara Program Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari Program Pensiun dan Tabungan Hari Tua Pegawai Negeri Sipil yang ditunjuk oleh Pemerintah.

3. Bahwa permohonan Pemohon sama sekali tidak memberikan argumentasi tentang pertentangan antara pasal yang dimohonkan pengujian dengan UUD Tahun 1945 serta tidak menunjukkan argumentasi bagaimana pertentangan antara pasal Pasal 40 UU Perbendahaaraan Negara dengan pasal-pasal yang menjadi dasar pengujian dalam UUD Tahun 1945. Pemohon tidak mengurailan mengenai inkonstitusionalitas norma, akan tetapi justru lebih banyak menguraikan kasus konkret yang dialami oleh Pemohon.

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut maka DPR berpendapat permohonan Pemohon a quo kabur sehingga tidak memenuhi syarat formal permohonan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap kedudukan hukum (legal standing) Pemohon, DPR RI menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua/Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi dan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan perkara Nomor 011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional.

Pokok Perkara:
a. Bahwa Undang-Undang a quo merupakan amanat dari Pasal 29 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (selanjutnya disebut UU Keuangan Negara) untuk mengatur pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan APBN dan APBD dan penyelesaian kerugian negara dengan mengacu pada landasan konstitusional (Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945) dan kaidah hukum administrasi keuangan negara guna tercapainya tertib administasi pengelolaan keuangan negara;

b. Bahwa tertib administrasi pengelolaan keuangan negara mencakup tertib dalam pengelolaan keuangan negara dan tanggungjawab keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN/APBD sebagaimana diatur pada Undang-Undang a quo.

c. Bahwa berdasarkan Undang-Undang a quo tertib administrasi pengelolaan keuangan negara berarti pelaksanaan pengelolaan keuangan negara harus memenuhi asas kesatuan, asas universalitas, asas tahunan, dan asas spesialitas. Asas kesatuan menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Asas universalitas mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu. Asas spesialitas mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Demikian pula pelaksanaan pengelolaan keuangan negara yang mendorong profesionalitas, serta menjamin keterbukaan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan anggaran;

d. Bahwa pada hakikatnya Negara adalah suatu lembaga politik dan dalam kedudukannya yang demikian maka negara tunduk pada tatanan hukum publik, yang melalui kegiatan berbagai lembaga pemerintah, negara berusaha memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat (welfare state). Oleh karena itu, pengelolaan keuangan negara harus menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance) yang sesuai dengan lingkungan pemerintahan antara lain yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah;

e. Bahwa dalam Undang-Undang a quo juga mengatur mengenai laporan pertanggungjawaban keuangan pemerintah perlu disampaikan secara tepat waktu dan disusun mengikuti standar akuntansi pemerintahan guna mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara;

f. Bahwa dengan tertib administrasi pengelolaan keuangan negara maka akan dicapai tertib dalam penyusunan, penetapan, dan pelaksanaan APBN dan APBD;

g. Bahwa menurut UU Keuangan Negara, pembayaran gaji dan belanja pegawai (dalam hal ini Pegawai Negeri Sipil/PNS) merupakan beban Pemerintah melalui APBN. Dan selanjutnya melalui peraturan perundang-perundangan dibawahnya yaitu Keputusan Menteri Keuangan menjelaskan bahwa sumber dana pensiun sepenuhnya berasal dari APBN dan menjadi utang atas beban Pemerintah Pusat;

h. Bahwa Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo yang menyatakan “Hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak utang tersebut jatuh tempo, kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang”, memiliki esensi mengenai kedaluarsa hak tagih setelah 5 tahun terkait dengan utang, baik utang yang merupakan beban Pemerintah Pusat maupun utang yang merupakan beban Pemerintah Daerah.

i. Bahwa Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo mensyaratkan penyelesaian utang yang merupakan beban negara sebagai tindakan pre-emtif dan preventif Negara untuk melindungi keuangan Negara dalam melaksanakan tertib pengelolaan administrasi keuangan Negara;

j. Bahwa penundaan penggunaan hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah yang tidak diatur dan dibatasi jangka waktunya dapat berakibat pada terganggunya atau terhambatnya pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kas, perencanaan penerimaan dan pengeluaran, pengelolaan utang piutang dan investasi serta barang milik negara/daerah yang merupakan dasar dalam penetapan sistem perencanaan fiskal yang terdiri dari sistem penyusunan anggaran tahunan dalam hal ini APBN/APBD. Apabila proses penetapannya terlambat akan berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya, terlebih diketahui bersama bahwa APBN/APBD memiliki fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi guna membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan;

k. Bahwa PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Persero atau PT TASPEN (PERSERO) adalah suatu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditugaskan oleh Pemerintah untuk menyelenggarakan Program Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari Program Dana Pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Tabungan Hari Tua (THT) dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri pada saat memasuki usia pension, dan oleh karenya PT TASPEN (PERSERO) dalam menjalankan bidang usahanya harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Pemerintah;

l. Bahwa Penerima Pensiun, Hak-hak Penerima Pensiun, Kewajiban Peserta Pensiun, Kewajiban Penerima Pensiun, Biaya Penyelenggaraan Pensiun, dan Persyaratan Pengurusan Hak, seluruhnya diatur melalui Peraturan PT TASPEN (PERSERO) guna menyelenggarakan tertib pengelolaan administrasi dan seluruh aturan ini wajib dipenuhi oleh Penerima Pensiun dalam proses Pengurusan Haknya;

m. Bahwa dalam hal ini Pemohon lah yang telah lalai dalam memenuhi persyaratan administrasi yang telah ditetapkan dan diberitahukan kepada Pemohon sehingga menimbulkan dampak kerugian sebagaimana dijelaskan dalam permohonan Pemohon;

n. Bahwa berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka perhitungan yang diterapkan oleh PT. Taspen telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan oleh karenanya ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo tidak bertentangan dengan ketentuan manapun dalam UUD Tahun 1945;

o. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan bahwa yang bertentangan dengan UUD Tahun 1945 adalah Pasal 40 secara keseluruhan tidak tepat, karena berdasarkan penjelasan Pemohon hanya Pasal 40 ayat (1) yang menyebabkan pengurangan 16 bulan dalam perhitungan uang jaminan pensiun Pemohon. Selain itu, sepanjang Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo tidak bertentangan dengan dengan UUD Tahun 1945 maka seluruh ketentuan Pasal 40 baik ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) tetap berlaku dan mempunyai kekuatan hukum mengikat;

p. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo bertentangan dengan Pasal 23 UUD Tahun 1945 yaitu tentang Keuangan negara di Bab VIII dan tentang Badan Pemeriksa Keuangan Negara, tidaklah tepat. Korelasi antara Pasal yang dimohonkan untuk diuji terhadap Undang-Undang Dasar adalah tidak berdasar sama sekali. Undang-Undang a quo dibentuk dengan berdasarkan pada asas/prinsip/kaidah hukum administrasi pengelolaan keuangan negara yang didalamnya juga termaktub ilmu manajemen keuangan pada umumnya dan ilmu keuangan negara pada khususnya serta dalam proses pembentukannya juga melibatkan beberapa Ahli dalam Bidang Keuangan Negara. Selain itu, Undang-Undang a quo merupakan amanat dari UU Keuangan Negara dimana UU Keuangan Negara juga merupakan amanat konstitusi sebagaimana disebutkan dalam Pasal 23C Bab VIII UUD Tahun 1945 yang mengamanatkan hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. Dan hal ini menjelaskan bahwa landasan filosofis terbentuknya Undang-Undang a quo adalah UUD Tahun 1945, sehingga seluruh ketentuan dalam Undang-Undang a quo tidak bertentangan dengan UUD Tahun 1945;

q. Bahwa dalil Pemohon yang beranggapan bahwa ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo bertentangan dengan Pasal 34 ayat (2) dan Pasal 28H ayat (3) UUD tahun 1945 tentang jaminan sosial, tidaklah tepat. Ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo hanya memberikan syarat formal terhadap jangka waku penggunaan hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah sehingga tidak ada korelasi dengan sistem jaminan sosial bagi masyarakat yang dibentuk oleh Negara. Negara telah melaksanakan amanat konstitusi tentang jaminan sosial yang disebutkan dalam Pasal 34 dan Pasal 28 UUD Tahun 1945 dengan mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang pengaturannya dimuat dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (selanjutnya disebut UU Sistim Jaminan Sosial Nasional) dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya;

r. Bahwa dalil Pemohon yang beranggapan bahwa ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD tahun 1945 tidaklah tepat. Ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo hanya memberikan syarat formal terhadap jangka waku penggunaan hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah, sehingga tidak dapat diartikan sebagai sikap negara untuk menghalangi dan membatasi Pemohon dalam mencari dan mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak sebagaimana yang didalilkan Pemohon;

s. Bahwa dalil Pemohon yang beranggapan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28D, dan Pasal 28H, serta Pasal 28C dan Pasal 28G UUD Tahun 1945, tidaklah tepat. Pada hakikatnya negara menjamin seluruh hak setiap warga negaranya dalam mempertahankan hidup dan kehidupan; mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja; hak atas hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat; hak mendapat kemudahan, kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan; serta hak untuk memajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Jaminan negara atas seluruh Hak warga negara ini diatur dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan amanatnya masing-masing. Negara tidak mengurangi, membatasi, atau menghalangi terlaksananya prinsip dasar pemenuhan kebutuhan hidup manusia sepanjang hak tersebut dilaksanakan secara seimbang dan tidak bertentangan dengan norma dan kaidah hukum yang berlaku. Pengaturan ketentuan kedaluarsa hak tagih mengenai utang atas beban negara/daerah merupakan suatu konsekuensi logis yang harus dipatuhi oleh seluruh warga negara Indonesia. Ketentuan tersebut tidak dimaksudkan untuk bersikap diskriminatif dan mengurangi hak warganegara dalam pemenuhan kebutuhannya; dan

t. Bahwa dalil Pemohon yang beranggapan ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang a quo bertentangan dengan Pasal 31 dan Pasal 33 ayat (1) UUD Tahun 1945, tidak dapat diterima. Korelasi antara Pasal yang dimohonkan untuk diuji terhadap Undang-Undang Dasar adalah tidak berdasar sama sekali. Sistem Pendidikan dan Perekonomian di Negara ini telah dibentuk dan dikembangkan dengan sejalan amanat konstitusi melalui peraturan perundang-undangan yang telah ada. Ketentuan Pasal 40 ayat (1) tidak mempunyai korelasi apapun dengan sistem pendidikan dan pengajaran.

18/PUU-XV/2017

Pasal 40 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Pasal 23, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28A, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 31, Pasal 33 ayat (1) dan Pasal 34 ayat (2) UUD Tahun 1945