No. 14/2005 tentang Guru dan Dosen
KERUGIAN KONSTITUSIONAL PEMOHON :
1. Bahwa Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalitasnya karena
kurang lebih dari 10 (sepuluh) tahun jabatannya sebagai Lektor Kepala
(Associate Professor) dengan kepangkatan Pembina Utama Muda golongan
IVc, menjadi stagnan dan tidak dapat promosi ke jenjang yang lebih tinggi
untuk menjadi profesor (golongan IVd dan IVe). Hal ini disebabkan adanya
persyaratan yang diatur dalam Pasal 48 ayat (3) UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen (selanjutnya disebut UU Guru dan Dosen) bahwa
persyaratan untuk menjadi profesor harus memiliki kualifikasi doktor. (Vide
perbaikan permohonan Bagian II)
2. Bahwa kata ’’kualifikasi akademik’’ yang terdapat dalam Pasal 48 ayat
(3) UU Guru dan Dosen, telah membuat ketidakpastian hukum bagi semua
lektor kepala yang tidak mengikuti program doktor untuk menduduki jabatan
sebagai profesor. Pemohon beranggapan bahwa seorang dosen untuk dapat
diangkat menjadi profesor tidak hanya melalui perolehan ijazah doktor,
melainkan dapat dibuktikan dari kapabilitasnya dan prestasi kerja yang
dimiliki untuk mengembangkan ilmunya dan mengabdi pada civitas
akademika. Hal ini sudah dibuktikan Pemohon yang telah menapaki karier
sebagai seorang dosen selama 35 (tiga puluh lima) tahun. (Vide Perbaikan
Permohonan Bagian II).
LEGAL STANDING :
Terhadap dalil-dalil yang dikemukakan Pemohon a quo, DPR RI memberikan
penjelasan sebagai berikut:
a. Bahwa Pemohon dalam permohonannya mengungkapkan kekhawatiran
atau dugaan berdasarkan penafsiran yang menganggap ketentuan Pasal 48
ayat (3) UU Guru dan Dosen sepanjang kata ’’kualifikasi akademik’’ akan
merugikan hak konstitusional Pemohon. Namun dalam uraian penjelasannya,
kerugian yang dialami Pemohon dalam permohonan a quo bukanlah
termasuk kerugian yang bersifat konkrit atau spesifik dan aktual atau
setidaknya bersifat potensial berdasarkan penalaran yang wajar dipastikan
akan terjadi sesuai dengan parameter kerugian konstitusional yang
ditetapkan Mahkamah Konstitusi (Vide Putusan Perkara Nomor 006/PUU-
III/2005 dan Perkara Nomor 011/PUU-V/2007). Bukti adanya kerugian yang
diajukan oleh Pemohon dalam Permohonan a quo sifatnya hanya dugaan
(spekulatif) atas dasar tafsiran bebas yang mungkin akan terjadi dan tidak
bersifat konkrit atau bahkan potensial akan terjadi. Selain itu Pemohon juga
tidak dapat membuktikan adanya hubungan sebab akibat (causal verband)
antara kerugian dan berlakunya ketentuan Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan
Dosen yang dimohonkan untuk diuji. Dengan demikian Pemohon sama sekali
tidak memiliki kerugian konstitusional.
b. Bahwa Pemohon juga tidak dapat membuktikan secara konkrit apakah
dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian dan/atau kewenangan
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi baik terhadap
Pemohon sendiri maupun pihak lain. Dengan demikian tidak adanya
pembuktian tersebut Pemohon a quo tidak memenuhi kualifikasi sebagai
pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) dan Penjelasan
Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi).
c. Bahwa dalil yang dinyatakan oleh Pemohon pada dasarnya hanya
merupakan persangkaan atau dugaan akan adanya perbedaan penafsiran
(multitafsir) terhadap istilah ‘’kualifikasi akademik’’ dari Pasal 48 ayat (3)
Undang-Undang a quo yang dianggap telah menimbulkan ketidakpastian
hukum karena kalimat yang bermakna umum telah dimaknai secara khusus.
Oleh karenanya dalil yang dinyatakan Pemohon dalam permohonan a quo
pada dasarnya bukan permasalahan konstitusionalitas norma karena tidak
terdapat hak dan/atau kewenangan konstitusional yang dirugikan dengan
berlakunya ketentuan Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang a quo.
Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut, DPR RI
berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan tidak memiliki kedudukan
hukum (legal standing) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1)
dan Penjelasan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, serta tidak
memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam
putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu. Bahwa Pemohon dalam permohonan
a quo tidak menguraikan secara konkrit mengenai hak dan/atau kewenangan
konstitusionaInya yang dianggap dirugikan atas berlakunya ketentuan yang
dimohonkan untuk diuji, utamanya dalam mengkonstruksikan adanya
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionaInya yang dirugikan atas
berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut.
POKOK PERKARA :
1) Bahwa ketentuan Pasal 31 ayat (5) UU No.14 Tahun 2005 yang
menyatakan: ‘’Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.’’ Dengan demikian
untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia, dilakukan
oleh Negara melalui pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa.
2) Bahwa bentuk pengaturan sistem pendidikan nasional yang diwujudkan
melalui lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim
Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU No.20 Tahun 2003),
menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dan bertujuan agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3) Pasal 5 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan: “Setiap warga
Negara mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang
bermutu.” Dalam rangka mendapatkan pendidikan yang berkualitas dan
bermutu, Pemerintah menyusun suatu standar nasional pendidikan yang
merupakan kriteria minimum mengenai sistem pendidikan yang berlaku di
seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur
secara komprehensif dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (selanjutnya disebut PP No. 9 Tahun
2005).
4) Bahwa salah satu standar nasional pendidikan adalah standar pendidik
dan tenaga kependidikan yang diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 PP No.
9 Tahun 2005. Standar pendidik dan tenaga kependidikan mengatur
mengenai kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental,
serta pendidikan dalam jabatan yang harus dimiliki oleh pendidik dan tenaga
kependidikan. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) PP No. 9 Tahun 2005 menyatakan:
“pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, serta sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Kemudian Pasal 28 ayat (2)
menyebutkan: “kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah
dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.”
5) Pasal 39 ayat (3) UU No. 20 Tahun 2003 menyebutkan: ‘’Pendidik yang
mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan
pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen.’’
Selanjutnya ketentuan Pasal 39 ayat (4) menyebutkan, ‘’ketentuan mengenai
guru pada ayat (3) diatur dengan undang-undang tersendiri.’’ Walaupun
amanat UU No. 20 Tahun 2003 hanya menyebutkan ketentuan mengenai guru
akan diatur dalam Undang-Undang tersendiri, namun karena dosen juga
merupakan tenaga pendidik yang mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan
yang sangat strategis di bidang pendidikan dalam pembangunan nasional,
maka materi muatan UU No. 20 Tahun 2003 juga mengatur dosen sebagai
sebuah profesi yang bermartabat;
6) Bahwa kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada
masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang
semakin ketat dengan bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, guru dan dosen
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis. Pasal 39
ayat (2) UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidik merupakan
tenaga profesional. Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
mempunyai visi terwujudnya penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan
prinsip-prinsip profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap
warga Negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.
7) Bahwa ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Guru dan Dosen menyebutkan
bahwa ’’Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.’’ Hal ini dilandasi oleh pertimbangan bahwa
bagi dosen sebagai pendidik profesional dan ilmuwan, pendalaman ilmu
pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dapat dilakukan melalui pengalaman
langsung yang diinternalisasi dan dimaknai secara reflektif. Oleh karena itu,
pengakuan atas pengalaman tersebut merupakan bagian integral dari proses
pembentukan kompetensi dosen sebagai agen pembelajaran.
8) Bahwa kualifikasi akademik merupakan tingkat pendidikan minimal yang
harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan
atau sertifikasi keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. (Kunandar: Guru Profesional, 2007 hal. 51-52). Pengertian
kualifikasi akademik yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU Guru dan Dosen
yaitu ijazah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau
dosen sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat
penugasan. Selain itu, ketentuan Pasal 45 UU Guru dan Dosen menegaskan
bahwa dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi tempat bertugas, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
9) Bahwa terdapat pengaturan khusus mengenai sertifikasi bagi dosen
yang belum memenuhi kualifikasi akademik, tetapi menduduki jabatan
struktural, ekuivalensi antara pengalaman mengajar dengan angka kredit
kumulatif, serta pembatasan usia dosen berdasarkan jabatan fungsional.
Pengaturan khusus ini dilandasi oleh pertimbangan untuk memotivasi dan
menghargai dedikasi dosen dalam melaksanakan tugas profesional sebagai
pendidik dan ilmuwan yang bermartabat.
10) Bahwa ketentuan Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan Dosen memberikan
jaminan kepastian dari Pemerintah mengenai status dan jenjang akademik
bagi dosen. Kualifikasi akademik bagi dosen diperoleh melalui pendidikan
tinggi yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian. Dalam hal ini diatur
bahwa persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus
memiliki kualifikasi akademik doktor. Hal ini terkait dengan pengaturan
dalam ketentuan Pasal 49 ayat (1) UU Guru dan Dosen yang menyatakan
bahwa ”Profesor merupakan jabatan akademik tertinggi pada satuan
pendidikan tinggi yang mempunyai kewenangan membimbing calon doktor.
11) Bahwa mengenai "kualifikasi akademik dosen" telah diatur dalam
peraturan pelaksana UU Guru dan Dosen, yaitu:
a) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2009
Tentang Dosen;
b) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Tunjangan Profesi
Guru Dan Dosen, Tunjangan Khusus Guru Dan Dosen, Serta Tunjangan
Kehormatan Profesor.
87/PUU-XV/2017
Pasal 48 ayat (3) UU Guru dan Dosen :
(3) Persyaratan untuk menduduki jabatan akademik profesor harus memiliki
kualifikasi akademik doktor.’’
1. Pasal 28D ayat (1) UUD Tahun 1945 :
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
2. Pasal 28D ayat (2) UUD Tahun 1945 :
“Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”
3. Pasal 31 ayat (3) UUD Tahun 1945 :
“Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang.’’
4. Pasal 31 ayat (5) UUD Tahun 1945:
”Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban
serta kesejahteraan umat manusia.’’
5. Pasal 32 ayat (1) UUD Tahun 1945 :
”Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya.’’
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430