Bahwa pada hari Selasa tanggal 31 Oktober 2023, pukul 13.43 WIB, Mahkamah Konstitusi telah memutus dalam Sidang Pengucapan Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Derah Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (selanjutnya disebut UU Pemerintahan Daerah) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) dalam Perkara Nomor 88/PUU-XXI/2023. Dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 88/PUU-XXI/2023, perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.
Bahwa terhadap Pasal 193 ayat (2) huruf i UU Pemerintahan Daerah dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.13] Menimbang bahwa menurut Mahkamah adanya fakta terkait dengan isu konstitusional pemberhentian anggota DPRD serta perpindahan keanggotaan partai politik yang dilakukan oleh anggota partai politik yang sedang menduduki jabatan anggota legislatif telah dipertimbangkan dan dituangkan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013. Dengan mendasarkan pada putusan tersebut, oleh karena secara substansi norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 adalah terkait dengan pemberhentian antar waktu anggota DPRD kabupaten/kota yang diberhentikan karena menjadi anggota partai politik lain terlebih partai politik yang mengajukan dalam pemilu sebelumnya tidak lolos sebagai peserta pemilu berikutnya, maka Mahkamah menyatakan norma Pasal a quo adalah inkonstitusional secara bersyarat sebagaimana substansi dan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013, sepanjang berkenaan dengan keanggotaan DPRD kabupaten/kota. Sementara itu, oleh karena amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013 berkaitan dengan status keanggotaan DPR dan DPRD Provinsi, maka terhadap hal tersebut Mahkamah menilai tidak relevan untuk dipertimbangkan. Dengan demikian, norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 harus pula dimaknai secara bersyarat sebagaimana pemaknaan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013 hanya sepanjang berkenaan dengan status keanggotaan DPRD kabupaten/kota. Sehingga, dengan demikian norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 adalah inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai selengkapnya sebagaimana yang akan dituangkan dalam amar putusan a quo;
[3.14] Bahwa terkait dengan dalil para Pemohon yang mempersoalkan Putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya bersifat erga omnes, sehingga terhadap permohonan a quo seharusnya mengikuti amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUU-XI/2013. Terhadap hal tersebut, demi meneguhkan prinsip kepastian hukum, dengan berlandaskan pada doktrin erga omnes, sepanjang berkaitan dengan status keanggotaan DPRD kabupaten/kota, Mahkamah tetap mengikuti amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 39/PUUXI/2013 karena substansi atau materi yang diatur dalam norma Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 yang dimohonkan para Pemohon secara substansi adalah sama dengan norma Pasal 16 ayat (3) UU 2/2008.
[3.15] Menimbang bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, dalil para Pemohon yang menyatakan bahwa Pasal 193 ayat (2) huruf i UU 23/2014 telah menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan serta menyebabkan terlanggarnya hak untuk memperoleh kesempatan yang sama di dalam pemerintahan sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD 1945 sepanjang berkenaan dengan status keanggotaan DPRD kabupaten/kota adalah beralasan menurut hukum untuk Sebagian.
[3.16] Menimbang bahwa terhadap hal-hal lain dan selebihnya tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430