Info Judicial Review Putusan MK - Menyatakan Mengabulkan

INFO JUDICIAL REVIEW PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 66/PUU-XV/2017 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN UMUM / 11-01-2018

1. Bahwa pada Kamis, tanggal 11 Januari 2018, Pukul 14.10 WIB, Mahkamah Konstitusi telah selesai menggelar Sidang Pengucapan Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilihan Umum) dalam Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017 Perihal Kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu di Aceh.

2. Bahwa Permohonan Pengujian UU Pemilihan Umum dalam Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017 diajukan oleh Kautsar dan Samsul Bahri pada tanggal 22 Agustus 2017 yang menguji Pasal 557 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 557 ayat (2) dan Pasal 571 huruf d dan dalam Perkara Nomor 66/PUU-XV/2017 diajukan oleh Tgk. H. Muharuddin, S.Sos. pada tanggal 28 Agustus 2017 yang menguji Pasal 557 dan Pasal 571 huruf d yang dianggap para Pemohon bertentangan dengan Pasal 18, Pasal 18A ayat (1), Pasal 18B ayat (1) dan Pasal 28C ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yang pada pokoknya mengatur mengenai Kelembagaan Penyelenggaraan Pemilu di Aceh yang merupakan bagian dari kelembagaan penyelenggaraan Pemilu secara nasional dan bagian dari kekhususan atau keistimewaan Aceh dalam UU Pemerintahan Aceh, serta pelibatan DPRA dalam bentuk konsultasi dan pertimbangan pada proses pembentukan atau perubahan UU Pemilihan Umum oleh pembentuk undang-undang.

3. Bahwa pada Kamis, tanggal 5 Oktober 2017, Pukul 11.00 WIB dan Selasa, tanggal 14 November 2017, Pukul 15.00 WIB, dalam Agenda Sidang Pleno Mendengarkan Keterangan DPR, Tim Kuasa DPR yang diwakili oleh H. Arsul Sani S.H., M.Si dan Ir. H. M. Lukman Edy, M.Si., telah memberikan dan menyampaikan Keterangan DPR kepada Mahkamah terhadap Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017.

4. Bahwa dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017, perwakilan DPR dihadiri oleh Pejabat dan Pegawai di Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI.

1. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan MK Nomor 61/PUU-XV/2017
Bahwa dalam Putusan Nomor 61/PUU-XV/2017, MK memberikan pertimbangan hukum terhadap Pengujian Pasal 557 ayat (2) UU Pemilihan Umum sebagai berikut:

a. bahwa meskipun tidak secara nyata disebutkan adanya pencabutan terhadap Pasal 56 UU Pemerintahan Aceh yang mengatur, klausul Pasal 557 ayat (2) UU Pemilihan Umum dengan sendirinya telah mencabut pasal yang berkenaan dengan Pemilihan Umum berlakunya Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum telah mengubah substansi UU Pemerintahan Aceh yang berkenaan dengan kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh;

b. bahwa sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh, meskipun KIP dan Panwaslih merupakan lembaga yang dibentuk sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh, keberadaan lembaga-lembaga tersebut bukanlah bagian bagian dari lembaga yang menjalankan keistimewaan Aceh. Kemudian KIP sebagai penyelenggara Pemilu dan Pilkada di Aceh memiliki nama sendiri yang berbeda dengan dari penyelenggara Pemilu di daerah lain, demikian pula dengan keanggotaan KIP, termasuk prosedur atau tata cara pengisian keanggotaannya. Namun sekalipun terdapat perbedaan, hal itu bukanlah bagian dari keistimewaan Aceh itu sendiri. Berdasarkan Pasal 22E UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan hanya KPU yang memiliki kewenangan sebagai penyelenggara Pemilu, maka dapat dikonstruksikan secara konstutional bahwa KIP sebagai bagian dari KPU. Setelah KPU, KIP ditempatkan sebagai bagian dari KPU dimana KIP diberi kewenangan sesuai dengan UU Pemerintahan Aceh untuk menyelenggarakan Pemilu dan Pilkada di Aceh. Dalam konteks demikian, KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota pada dasarnya sama dengan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota lainnya di Indonesia, demikian pula halnya dengan Panwaslih yang pada dasarnya sama dengan Bawaslu;

c. bahwa Pasal 1 angka 12 UU Pemerintahan Aceh telah menegaskan bahwa KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota adalah bagian dari KPU. Oleh karena itu kewenangan KIP bukan diberikan oleh UU Pemerintahan Aceh, melainkan merujuk kepada konteks sejarah keberadaan KPU dan kelahiran serta keberadaan KIP aceh dan KIP Kabupaten/Kota; dan

d. bahwa jika hal-hal yang menyangkut nama dan komposisi keanggotaan serta prosedur pengisian keanggotaan KIP Aceh dan KIP Kabupaten/Kota hendak dilakukan perubahan hendak dilakukan perubahan, dan hal itu sesuai dengan hierarkis penyelenggara Pemilu yang bersifat nasional, perubahan itu memerlukan pelibatan dalam bentuk konsultasi dan pertimbangan DPRA. Dalam hal ini, apabila pembentuk undang-undang hendak mengubah ketentuan yang diatur dalam UU Pemerintahan Aceh, maka hal itu mengacu kepada UU Pemerintahan Aceh yaitu Pasal 8 ayat (2) juncto Pasal 269. Jika prosedur demikan tidak ditempuh, maka norma undang-undang yang substansinya berhubungan langsung dengan kekhususan atau keistimewaan yang diatur dalam UU Pemerintahan Aceh maupun yang mengubah ketentuan UU Pemerintahan Aceh akan berdampak pada terjadinya ketidakpastian hukum bagi pemerintahan Aceh maupun rakyat Aceh secara keseluruhan, yang berarti dengan sendirinya bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

Bahwa dalam Amar Putusan MK Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi menyatakan:
1) Mengabulkan Permohonan para Pemohon untuk sebagian.
2) Menyatakan Pasal 557 ayat (2) UU Pemilihan Umum yang berbunyi “Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan Undang-Undang ini” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3) Menyatakan Permohonan para Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum tidak dapat diterima.
4) Menolak Permohonan para Pemohon untuk selain dan selebihnya.
5) Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

2. Pertimbangan Hukum dan Amar Putusan MK Nomor 66/PUU-XV/2017
Bahwa dalam Putusan MK Nomor 66/PUU-XV/2017, MK memberikan pertimbangan hukum terhadap Pengujian Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum sebagai berikut:

a. bahwa berlakunya Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum telah mengubah substansi UU Pemerintahan Aceh yang berkenaan dengan kelembagaan penyelenggaraan pemilu di Aceh dimana MK telah menyatakan pendiriannya sebagaimana tertuang dalam Putusan MK Nomor 61/PUU-XV/2017;

b. bahwa meskipun kelembagaan penyelenggaraan Pemilu di Aceh bukan merupakan bagian dari kekhususan dan keistimewaan Aceh, namun konteks historis dari keberadaannya harus tetap dihormati. Oleh karena itu apabila hendak dilakukan perubahan berkenaan dengan nama maupun komposisi keanggotannya, maka proses atau tata caranya memerlukan konsultasi dan pertimbangan DPRA sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 ayat (2) juncto Pasal 269 UU Pemerintahan Aceh;

c. bahwa kelembagaan penyelenggaraan Pemilu di Aceh adalah bagian tak terpisahkan dari kelembagaan penyelenggaraan Pemilu secara nasional. Oleh karena itu, perubahan terhadapnya di masa yang akan datang sangat mungkin dilakukan apabila terdapat kebutuhan untuk itu. Namun perubahan itu pun dilakukan sesuai dengan proses dan tata cara dalam UU Pemerintahan Aceh; dan

d. bahwa MK tidak memperoleh cukup bukti yang dapat menyakinkan bahwa proses perumusan norma Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum telah dilakukan konsultasi dan pertimbangan DPRA sesuai prosedur pembentukan dan perubahan UU Pemerintahan Aceh berdasarkan Pasal 8 ayat (2) juncto Pasal 269 UU Pemerintahan Aceh. Sehingga Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

Bahwa dalam Amar Putusan MK dalam Perkara Nomor 66/PUU-XV/2017, Mahkamah Konstitusi menyatakan:
1) Mengabulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian.
2) Menyatakan Pasal 571 huruf d UU Pemilihan Umum yang berbunyi “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: d. Pasal 57 dan Pasal 60 ayat (1), ayat (2), serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dicabut dan dinyatakan tidak berlaku” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3) Menyatakan Permohonan para Pemohon sepanjang berkenaan dengan Pasal 557 UU Pemilihan Umum tidak dapat diterima.
4) Memerintahkan pemuatan Putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

3. Bahwa terhadap Putusan MK dalam Perkara Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017 sebagaimana diuraikan diatas, untuk mengisi kekosongan hukum berdasarkan Pasal 10 ayat (1) huruf d, Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 23 ayat (1) huruf b UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang memberikan saran sebagai berikut:
1) Menindaklanjuti Putusan MK Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017 sebagai bahan dalam penyusunan Prolegnas Daftar Kumulatif Terbuka.
2) Menindaklanjuti Putusan MK Nomor 61/PUU-XV/2017 dan 66/PUU-XV/2017 sebagai acuan dalam penyusunan Rancangan Perubahan UU Pemilihan Umum.