Info Judicial Review Putusan MK - Menyatakan Mengabulkan


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-info-judicial-review.phtml on line 66

Warning: Undefined property: stdClass::$penutupan in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-info-judicial-review.phtml on line 91

Deprecated: nl2br(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-info-judicial-review.phtml on line 91
INFO JUDICIAL REVIEW (Resume Putusan Perkara Pengujian Undang-Undang Yang Dikabulkan Dalam Sidang Mahkamah Konstitusi) PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 6/PUU-XVIII/2020 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 / 30-09-2021

Bahwa pada hari Kamis tanggal 30 September 2021, pukul 10.17 WIB, Mahkamah Konstitusi telah memutus dalam Sidang Pengucapan Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (selanjutnya disebut UU BPJS) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) dalam Perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020. Dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 6/PUU-XVIII/2020, perwakilan DPR RI dihadiri secara virtual oleh Kepala Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang dan jajarannya di lingkungan Pusat Pemantauan Pelaksanaan Undang-Undang, Badan Keahlian, Sekretariat Jenderal DPR RI.

Bahwa terhadap pengujian UU BPJS dalam permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut:
[3.16] Menimbang bahwa sebelum Mahkamah mempertimbangkan lebih lanjut pokok permohonan Para Pemohon, oleh karena isu pokok yang dijadikan alasan permohonan pengujian oleh para Pemohon mempunyai kesamaan dengan perkara Nomor 72/PUU-XVII/2019 yang putusannya telah diucapkan sebelumnya, sehingga penting bagi Mahkamah untuk mengutip beberapa pertimbangan hukum Mahkamah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019 tersebut, sebagai berikut:

“[3.16] …Setiap jenis pekerjaan memiliki karakter tersendiri baik dari aspek latar belakang, tujuan atau orientasi maupun risiko yang akan ditanggung. Oleh karena itu, jaminan sosial terhadap pekerjaan atau profesi dimaksud juga harus disesuaikan dengan kelompok profesi/pekerjaan yang dimiliki setiap warga negara. Dalam kerangka inilah sesungguhnya UU 40/2004 memilih badan hukum penyelenggara jaminan sosial bukan merupakan lembaga/badan tunggal, melainkan jamak, bisa: dua, tiga, empat atau lebih.

[3.17] … kebijakan mengalihkan dengan cara meleburnya dengan persero lainnya menjadi satu BJPS Ketenagakerjaan justru berlawanan atau tidak sejalan dengan pilihan kebijakan pembentuk undang-undang saat membentuk UU 40/2004. Sebab, peralihan tersebut justru berimplikasi pada penerapan konsep lembaga tunggal dalam penyelenggaraan sistem jaminan sosial ketenagakerjaan. Padahal, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dan UU 40/2004 bukan memilih model lembaga atau desain kelembagaannya tunggal, tetapi mengikuti konsep banyak lembaga atau lembaga majemuk. Pilihan kebijakan dengan lembaga tunggal tidak sejalan dengan konsep transformasi badan penyelenggara jaminan sosial sebagaimana termaktub dalam UU 40/2004 …”

[3.18] … sekalipun UU 40/2004 mengharuskan badan/lembaga yang bergerak di bidang penyelenggaraan jaminan sosial bertransformasi menjadi badan penyelenggara jaminan sosial, namun tidak berarti badan tersebut dihapuskan dengan model atau cara menggabungkannya dengan persero lainnya yang memiliki karakter berbeda. Transformasi cukup hanya dengan melakukan perubahan terhadap bentuk hukum badan hukum dimaksud serta melakukan penyesuaian terhadap kedudukan badan hukum tersebut, yang semula sebagai persero menjadi badan hukum penyelenggara jaminan sosial, dengan memperkuat regulasi yang mengamanatkan kewajiban penyelenggara jaminan sosial untuk diatur dengan undang-undang [vide Pasal 5 ayat (1) UU 40/2004]. Pada saat pembentuk undang-undang mengalihkan persero dengan cara menggabungkannya dengan persero lain yang berbeda karakter, hal demikian potensial merugikan hak-hak peserta program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang telah dilakukan oleh persero sebelum dialihkan. Kerugian atau potensi kerugian dimaksud disebabkan karena ketika dilakukan penggabungan, akan sangat mungkin terjadi penyeragaman standar layanan dan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian bagi semua peserta. Penyeragaman dimaksud akan menempatkan semua peserta dalam posisi yang sama padahal masing-masing mereka berangkat dari pekerjaan dengan karakter dan risiko kerja yang berbeda-beda …

[3.20] … Oleh karena itu, untuk memenuhi prinsip gotong royong, pembentuk undang-undang sesungguhnya tidak harus menjadikan semua persero penyelenggara jaminan sosial bidang ketenagakerjaan ditransformasi menjadi satu badan. Bagaimanapun, dengan tetap mempertahankan eksistensi masing-masing persero dan mentransformasikan menjadi badan-badan penyelenggara jaminan sosial, prinsip gotong-royong tetap dapat dipenuhi secara baik …”

[3.17] Menimbang bahwa setelah merujuk pada pertimbangan hukum putusan tersebut di atas, selanjutnya Mahkamah akan mempertimbangkan pokok permasalahan Para Pemohon mengenai konstitusionalitas pengalihan PT ASABRI (Persero) sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat UU BPJS sebagai berikut:

[3.17.1] Bahwa sebagaimana telah dipertimbangkan Mahkamah dalam Paragraf [3.17] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019, peleburan persero yang bergerak dalam penyelenggaraan jaminan sosial menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan sesuai Pasal 57 dan Pasal 65 UU BPJS berlawanan atau tidak sejalan dengan pilihan kebijakan pembentuk undangundang saat membentuk Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004) yang menghendaki konsep banyak lembaga atau lembaga majemuk. Sehingga, konsep peralihan kelembagaan badan penyelenggara jaminan sosial ke dalam BPJS Ketenagakerjaan menyebabkan hilangnya entitas persero yang mengakibatkan munculnya ketidakpastian hukum dalam transformasi beberapa badan penyelenggara jaminan sosial yang telah ada sebelumnya yang masing-masing mempunyai karakter dan kekhususan yang berbeda-beda;

[3.17.2] Bahwa sejalan dengan pertimbangan Mahkamah pada Sub-paragraf [3.17.1] di atas, pertimbangan Mahkamah dalam Paragraf [3.18] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019, pada pokoknya menyatakan sekalipun UU 40/2004 mengharuskan badan/lembaga yang bergerak di bidang penyelenggaraan jaminan sosial bertransformasi menjadi badan penyelenggara jaminan sosial, namun tidak berarti badan tersebut dihapuskan dengan model atau cara menggabungkannya dengan persero lainnya yang memiliki karakter berbeda, melainkan cukup hanya dengan melakukan perubahan terhadap bentuk hukum badan hukum dimaksud dan melakukan penyesuaian terhadap kedudukan badan hukum tersebut serta memperkuat regulasi yang mengamanatkan kewajiban penyelenggara jaminan sosial untuk diatur dengan undang-undang [vide Pasal 5 ayat (1) UU 40/2004]. Hal ini untuk menghindari terjadinya potensi kerugian hakhak peserta program tabungan hari tua dan pembayaran pensiun yang telah dilakukan oleh persero sebelum dialihkan, khususnya berkaitan dengan nilai manfaat. Oleh karenanya, meskipun pilihan melakukan transformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dimaksud merupakan kebijakan pembentuk undang-undang, namun transformasi harus dilakukan secara konsisten dengan konsep banyak lembaga yang hal itu tidak dapat dipisahkan dari karakter dan kekhususan masingmasing badan penyelenggara jaminan sosial yang berbeda-beda, sehingga mampu memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas jaminan sosial warga negara, khususnya peserta yang tergabung di dalamnya sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) juncto Pasal 28H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.

[3.17.3] Bahwa meskipun tidak secara tegas didalilkan oleh Para Pemohon dalam permohonannya, namun Mahkamah perlu menegaskan pendiriannya berkenaan dengan pemenuhan prinsip gotong royong dalam penyelenggaraan jaminan sosial sebagaimana dipertimbangkan pada Paragraf [3.20] Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019, yang pada pokoknya menyatakan untuk memenuhi prinsip gotong-royong, pembentuk undang-undang sesungguhnya tidak harus menjadikan semua persero penyelenggara jaminan sosial bidang ketenagakerjaan ditransformasi menjadi satu badan. Dengan demikian, meskipun dengan tetap mempertahankan eksistensi masing-masing persero dan mentransformasikan menjadi badan-badan penyelenggara jaminan sosial, prinsip gotong-royong tetap dapat dipenuhi secara baik. Oleh karena itu, desain transformasi badan penyelenggara jaminan sosial ke dalam BPJS Ketenagakerjaan mengandung ketidakpastian baik karena tidak konsistennya pilihan desain kelembagaan yang diambil ataupun karena tidak adanya kepastian terkait nasib peserta yang ada di dalamnya, khususnya skema yang seharusnya mencerminkan adanya jaminan dan potensi terkuranginya nilai manfaat bagi para pesertanya

[3.18] Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon mengenai pengalihan PT ASABRI (Persero) sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS bertentangan dengan hak setiap orang atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, sebagaimana termaktub dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dan amanat bagi negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan sebagaimana termaktub dalam Pasal 34 ayat (2) UUD 1945. Hal tersebut juga merupakan semangat yang terdapat dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019. Dengan demikian, pertimbangan hukum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 72/PUU-XVII/2019 tersebut mutatis-mutandis menjadi bagian dari pertimbangan hukum terhadap putusan perkara a quo dan oleh karena itu Mahkamah berpendapat terhadap permohonan Para Pemohon ini pun adalah beralasan menurut hukum.

[3.19] Menimbang bahwa oleh karena terdapat sejumlah pasal lain dalam UU 24/2011 yang berhubungan erat dengan norma Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah, maka sebagai konsekuensi yuridisnya pemberlakuannya harus menyesuaikan dengan putusan Mahkamah a quo.

[3.20] Menimbang bahwa dengan telah ditegaskannya pendirian Mahkamah bahwa ketentuan norma Pasal 57 huruf e dan Pasal 65 ayat (1) UU BPJS inkonstitusional sebagaimana telah dipertimbangkan di atas, maka terhadap halhal lain dari permohonan Para Pemohon yang dipandang tidak relevan tidak dipertimbangkan lebih lanjut.