Analisis dan Evaluasi UU Berdasarkan Putusan MK


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 66

Warning: Undefined property: stdClass::$resume in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 80

Deprecated: nl2br(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 80
Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi / 01-03-2024

Mahkamah Konstitusi RI melalui Putusan Nomor 31/PUU-XXI/2023 menjatuhkan putusan terkait pengujian Pasal 74 ayat (3) Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU 24/2003) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

1. Apa akibat hukum terhadap Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi?
2. Apakah terjadi disharmoni norma dalam UU 24/2003 jika Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi?
3. Bagaimana mengisi kekosongan hukum sebagai implikasi terhadap Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh Mahkamah Konstitusi?

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

1. Pada tahun 2023, terdapat satu putusan Mahkamah Konstitusi yang menguji UU 24/2003 terhadap UUD NRI Tahun 1945 dan menyatakan Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, yaitu Putusan Nomor 31/PUU-XXI/2023.
2. Materi muatan Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat adalah mengenai jangka waktu pengajuan permohonan PHPU. Agar pasal tersebut menjadi konstitusional, maka Mahkamah Konstitusi memberikan pemaknaan sebagai berikut:
““3 (tiga) hari setelah”, sehingga ketentuan dalam Pasal 74 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, selengkapnya menjadi “Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil pemilihan umum secara nasional”.
Mahkamah Konstitusi dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum bahwa pilihan untuk menggunakan kata “setelah” dan tidak mengabulkan petitum Pemohon berupa 7 (tujuh) hari karena tidak dapat dilepaskan dari prinsip proses peradilan cepat (speedy trial) dalam penyelesaian PHPU Presiden dan Wakil Presiden dalam desain kewenangan Mahkamah sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
3. Perumusan pemaknaan yang merupakan norma baru tersebut tidak dapat langsung diimplementasikan (non-self-implementating) tanpa adanya pengadopsian melalui proses legislasi. Dalam perkembangannya sampai dengan saat ini, pembentuk undang-undang telah merencanakan pembentukan RUU Perubahan Keempat atas UU 24/2003 dengan pengusul DPR RI.

Pembentuk undang-undang perlu menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-XXI/2023 sebagai bahan dalam penyusunan Prolegnas daftar kumulatif terbuka dan sebagai acuan dalam penyusunan RUU Perubahan Keempat UU 24/2003 dengan penormaan Pasal 74 ayat (3) UU 24/2003 sebagai berikut: “Permohonan hanya dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil pemilihan umum secara nasional”. Ketentuan pasal tersebut dirumuskan demikian untuk memastikan prinsip proses peradilan cepat (speedy trial) dalam penyelesaian sengketa hasil pemilu presiden dan wakil presiden dalam desain kewenangan Mahkamah sebagaimana termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.