Analisis dan Evaluasi UU Berdasarkan Putusan MK


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 66

Warning: Undefined property: stdClass::$resume in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 80

Deprecated: nl2br(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-evaluasi.phtml on line 80
Analisis dan Evaluasi Undang-Undang Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi: Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan / 01-03-2024

Mahkamah Konstitusi RI melalui Putusan Nomor 83/PUU-XXI/2023 menjatuhkan putusan terkait pengujian Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU 7/2021) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945).

1. Bagaimana mengisi kekosongan hukum sebagai implikasi terhadap pasal atau ayat yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK dalam Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023?
2. Apa akibat hukum terhadap pasal, ayat suatu undang-undang yang
dinyatakan MK sebagai inkonstitusional bersyarat dalam Putusan MK
Nomor 83/PUU-XXI/2023?
3. Apakah terjadi disharmoni norma dalam suatu undang-undang jika suatu pasal, ayat yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat oleh MK berimplikasi terhadap norma pasal ayat lain yang tidak diujikan?

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

Selengkapnya dapat dilihat pada Ebook (terlampir)

1. Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 UU HPP inkonstitusional secara bersyarat yakni dengan ketentuan bahwa Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 UU HPP “sepanjang frasa “pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan
penyidikan” tetap berlaku sepanjang tidak dimaknai “tidak terdapat
tindakan upaya paksa” serta pemaknaan dalam Pasal 43A ayat (4)
dalam Pasal 2 angka 13 UU HPP berlaku, sepanjang tidak mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan upaya paksa dan melanggar hak. Oleh sebab itu, untuk mengisi kekosongan hukum pemaknaan dalam implementasi Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 UU
HPP harus disesuaikan dengan Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2022. Selain itu, adressat putusan a quo, khususnya Pembentuk Undang
Undang dapat segera menindaklanjuti putusan a quo.
2. Terdapat beberapa akibat hukum yang timbul pasca putusan MK Nomor
83/PUU-XXI/2022, yakni segala bentuk tindakan upaya paksa sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 43A ayat (1) Pasal 2 angka 13 UU HPP beserta segala pengaturan berkenaan pemeriksaan bukti permulaan
dalam PMK 177/2022 sebagaimana tindaklanjut Pasal 43 ayat (4) Pasal 2
angka 13 UU HPP, tidak dapat diterapkan dalam mekanisme pemeriksaan
bukti permulaan tindak pidana perpajakan. Selain itu, PMK 177/2022
tetap dinyatakan berlaku sebab, peraturan tersebut bukan merupakan
objectum litis dalam pengujian undang-undang dalam kerangka
kewenangan Mahkamah Konstitusi, oleh sebab itu apabila terdapat
pengujian PMK 177/20222 di Mahkamah Agung atau perubahan terhadap
PMK
177/2022
beserta
pemberlakuannya
harus
memperhatikan dan mematuhi Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI/2023.
3. Pasca berlakunya Putusan MK Nomor 83/PUU-XXI, antinomi dalam
pemeriksaan bukti permulaan dalam tindak pidana perpajakan telah
disesuaikan dengan hukum acara pidana sebagaimana KUHAP yakni
meniadakan upaya paksa dalam tahap penyelidikan (pemeriksaan bukti
permulaan) tindak pidana pajak. Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian
visi antara pemberlakuan kebijakan self-assessment system dalam pemungutan pajak dengan upaya preventifnya, sehingga pemberlakuan kebijakan self-assessment system perlu untuk ditinjau kembali serta perlu untuk merumuskan sikap prevenif pemerintah dalam penegakan hukum pajak jika kebijakan self-assessment masih diterapkan. Selanjutnya berkaitan dengan PMK 177/2022 yang dinyatakan tetap berlaku perlu segera ditindaklanjuti agar tidak terdapat disharmoni norma secara vertikal, sebab pada dasarnya UU HPP tidak mengatur detail terkait dengan tindakan pemeriksaan bukti permulaan sebagaimana PMK 177/2022.

Agar pembentuk Undang-Undang segera menindaklanjuti Putusan Nomor
83/PUU-XXI/2022 dalam RUU tentang Perubahan atas UU HPP melalui
prolegnas kumulatif terbuka.