Air merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang sangat penting. Merujuk pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 disebutkan bahwa air sebagai bagian dari sumber daya air yang merupakan cabang produksi yang penting bagi hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Guna mengejawantahkan amanat konstitusi tersebut, dibentuk UU Sumber Daya Air untuk mengoptimalkan pengelolaan sumber daya air. Adapun pengaturan sumber daya air tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak atas air; menjamin keberlanjutan ketersediaan air dan sumber air; pelestarian fungsi air dan sumber air; dan menjamin terciptanya kepastian hukum bagi terlaksananya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemanfaatan sumber daya air.
Selama rentang waktu keberlakuannya, UU Sumber Daya Air dipandang perlu untuk dilakukan analisis dan evaluasi terhadap praktik pelaksanaannya selama ini. Hal ini mengingat begitu pentingnya air bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, guna mengetahui efektivitas implementasi UU Sumber Daya Air, Puspanlak UU Badan Keahlian DPR RI sebagaimana tugas dan fungsinya telah melakukan pemantauan pelaksanaan UU Sumber Daya Air guna mendukung fungsi DPR RI dalam melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang.
Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan hasil pemantauan pelaksanaan UU 17/2019 yang dilaksanakan dengan mengundang berbagai pemangku kepentingan, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi baik secara normatif maupun empiris, yaitu terkait beberapa peraturan pelaksanaan UU 17/2019 yang belum dibentuk; konflik sumber daya air dan penegakan hukum; perubahan fungsi kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS); dan permasalahan terkait distribusi air dan hak rakyat atas air.
1. Terhadap permasalahan terkait peraturan pelaksanaan UU 17/2019 yang masih belum dibentuk, maka:
a. Pemerintah perlu segera menyelesaikan 4 (empat) RPP yang telah disusun tersebut guna menjawab kebutuhan regulasi teknis UU 17/2019;
b. DPR melalui fungsi yang dimilikinya yakni fungsi pengawasan perlu untuk turut memastikan bahwa substansi yang diatur dalam 4 (empat) RPP yang saat ini disusun tersebut mampu menjawab kebutuhan pengaturan teknis dari yang diamanatkan oleh UU 17/2019; dan
c. Perlu adanya peninjauan ulang terkait rumusan norma Pasal 76 huruf b UU 17/2019 tersebut guna menghindari adanya celah hukum dalam menjawab kebutuhan hukum atas peraturan turunan UU 17/2019.
2. Terhadap permasalahan terkait pemenuhan hak rakyat atas air, maka:
a. Pemerintah Daerah perlu mengambil inisiatif strategis untuk memfasilitasi dan memperkuat kerjasama dengan komunitas lokal ataupun pemerintahan desa dalam usaha pelindungan dan pengawasan SDA yang ada di masing-masing wilayah sungai. Inisiatif ini sangat penting untuk mengurangi dampak negatif seperti pencemaran air dan untuk memastikan bahwa SDA tetap terjaga. Dengan memperkuat sinergi ini, diharapkan tidak hanya akan melindungi SDA dari pencemaran, tetapi juga membantu pemerintah daerah mencapai target nasional yang berkaitan dengan Indeks Kualitas Air yang selama beberapa periode terakhir sering tidak terpenuhi;
b. Pemerintah perlu memperkuat mekanisme partisipasi masyarakat dalam pengelolaan SDA di semua tingkatan, khususnya dalam penyusunan Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT). Ini harus dilakukan dengan mendasarkan pada hierarki prioritas hak rakyat atas air yang dijamin oleh undang-undang, guna memastikan bahwa alokasi SDA mencerminkan asas keadilan, keseimbangan, dan keberlanjutan. Selain itu, hal ini juga dapat menjawab tantangan mengenai aspek ketercukupan (sufficient) untuk menghindari terjadinya kelangkaan atau krisis air yang mengakibatkan terjadinya konflik air di tengah-tengah masyarakat; dan
c. Pemerintah harus meningkatkan penggunaan skema pembiayaan inovatif seperti Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) untuk memfasilitasi dan mempercepat pengembangan infrastruktur air minum perpipaan. Pendekatan ini harus dilengkapi dengan strategi keuangan yang terintegrasi yang meliputi pemetaan sumber daya, alokasi anggaran yang transparan, dan pengelolaan risiko yang efektif, dengan tujuan khusus untuk mencapai target akses air minum perpipaan sebesar 30 persen pada tahun 2024 sebagaimana ditetapkan dalam RPJMN 2020-2024.
3. Terhadap permasalahan terkait persoalan perubahan fungsi kawasan Daerah Aliran Sungai, maka:
a. Mendorong Dewan Sumber Daya Air provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang untuk bersinergi dalam mengoptimalkan pengelolaan SDA.
b. Perlu adanya upaya adaptasi berbasis teknologi dengan basis data berdasarkan perhitungan seperti Urban Digital Twin sehingga pengawasan wilayah penyanggah kehidupan yang mencangkup DAS sebagai bagian penting dari konservasi SDA dapat terlindungi serta mempermudah perumus kebijakaan untuk pengelolaan SDA.
c. Melakukan harmonisasi antara UU 17/2019 dengan peraturan perundang-undangan lain untuk memperkuat upaya pelindungan kawasan konservasi SDA.
4. Terhadap permasalahan konflik dan penegakan hukum sumber daya air, maka:
a. Upaya pencegahan konflik SDA di masyarakat dapat dilakukan dengan mendorong musyawarah antara pihak-pihak terkait dengan menghadirkan tokoh pemuka masyarakat atau pemuka adat dalam musyarawah sehingga hasil yang disepakati dipatuhi oleh semua pihak;
b. Melakukan evaluasi dengan Kementerian PUPR terkait kebutuhan PPNS bidang SDA di daerah agar penegakan hukum SDA dapat berjalan dengan optimal; dan
c. Melakukan pengawasan terhadap perizinan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah serta penerapan sanksi administrasi atas pelanggaran perizinan.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430