Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia yaitu mencapai 240,62 juta jiwa pada 2023 berdasarkan laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC). Besarnya jumlah penduduk muslim Indonesia menjadi potensi atau peluang bagi sektor keuangan syariah untuk menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Akan tetapi, banyaknya jumlah penduduk muslim di Indonesia belum selaras dengan masifnya penanaman investasi berbasis syariah terutama SBSN. Apabila dibandingkan dengan negara penerbit sukuk negara lainnya, Indonesia masih terletak di urutan ke-3 (tiga), setelah Malaysia dan Saudi Arabia. Peringkat penerbitan sukuk negara Indonesia dengan populasi muslim sebanyak 240,62 juta warga, masih di bawah Malaysia yang hanya memiliki 21,79 juta warga yang beragama Islam. Dengan demikian dapat dilihat bahwa laju pertumbuhan sukuk negara di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Malaysia, meskipun menyandang sebagai populasi negara muslim terbesar di dunia. Selain itu rasio nilai kapitalisasi pasar modal syariah terhadap gross domestic products masih di bawah 50% , tepatnya senilai 46,02% pada tahun 2022.
Optimalisasi pemanfaatan instrumen keuangan syariah antara lain dilakukan melalui pemanfaatan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Di Indonesia, SBSN adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk memenuhi pembiayaan APBN termasuk membiayai pembangunan proyek dengan total pembiayaan proyek SBSN pada periode 2013-2023 sebesar Rp 209,82 triliun, meliputi 5.126 proyek di 34 provinsi. Pemanfaatan SBSN telah memiliki payung hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN). Setelah diterbitkan selama 16 tahun, perlu dilihat efektivitas UU SBSN beserta peraturan pelaksanaannya terutama dikaitkan dengan perkembangan dan perluasan kebijakan investasi proyek pembangunan nasional. Dalam implementasinya masih terdapat beberapa tantangan guna memaksimalkan potensi SBSN yang dimiliki Indonesia. Beberapa tantangan tersebut antara lain keterbatasan sumber daya, koordinasi antarlembaga yang kompleks, dan risiko pelaksanaan proyek yang tidak terduga dalam implementasi proyek yang dibiayai SBSN.
Provinsi Jawa Barat, Provinsi Bali, Kabupaten Bandung Barat, dan Kabupaten Gianyar
Berdasarkan hasil studi normatif dan studi empiris melalui diskusi/konsultasi publik dengan berbagai pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah, ditemukan beberapa tantangan yang dapat menguatkan efektivitas dari pelaksanaan UU SBSN dalam rangka mencapai tujuan dibentuknya UU SBSN. Adapun tantangan tersebut di antaranya terkait dengan implementasi proyek yang dibiayai SBSN, pengembangan SBSN, dan pengembangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah untuk memobilisasi dana publik, menjadi sumber pembiayaan pembangunan nasional, dan menumbuhkembangkan sektor ekonomi dan keuangan syariah melalui pengembangan instrumen keuangan syariah
1. Terhadap tantangan implementasi proyek yang dibiayai SBSN, diberikan rekomendasi sebagai berikut:
a. dalam penguatan regulasi, yaitu:
1) terdapat dua pilihan kebijakan yang dapat diambil yaitu regulasi proyek yang dibiayai SBSN cukup diatur di tingkat peraturan pemerintah atau penguatan regulasi UU SBSN sebagai dasar hukum SBSN, setidaknya dengan:
a) mengatur materi pokok pada tingkat UU SBSN yang sejalan dengan perkembangan perluasan pengaturan ruang lingkup SBSN dan pemangku kepentingannya;
b) mengatur pasal yang mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksanaannya; dan
c) penguatan regulasi dimaksud tanpa mengatur lebih lanjut secara rigid masing-masing ruang lingkup proyek tersebut serta tanpa mengubah ketentuan dalam PP 16/2023 yang telah efektif berjalan.
2) melakukan revisi PMPPN 8/2020 sejalan dengan telah diberlakukannya PP 16/2023.
b. dalam penyelenggaraan proyek, perlu penguatan dimulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan, antara lain:
1) K/L Pemrakarsa melakukan optimalisasi pada perencanaan dan pengusulan proyek, serta pelaksanaan proyek dengan mematuhi dengan baik seluruh mekanisme komprehensif berdasarkan PMK 138/2023 yang baru terbit; serta melakukan peningkatan manajemen risiko, menyusun rencana kebutuhan jangka panjang, dan mengatur waktu pelaksanaan yang realistis;
2) mempertimbangkan adanya suatu unit independen dalam Bappenas atau pelaksanaan fungsi yang sejenisnya untuk mengisi kekosongan opini syariah, melakukan manajemen risiko dalam penilaian kelayakan proyek yang menjadi underlying asset serta peningkatan upaya penjaminan proyek SBSN yang memenuhi prinsip syariah pada seluruh acuan kerja proyek sesuai fatwa DSN-MUI;
3) Kemenkeu dan Bappenas secara berkesinambungan meningkatkan pengawasan dan evaluasi yang tidak hanya berlandaskan laporan kinerja proyek secara formal, melainkan meliputi penilaian secara komprehensif antara lain terhadap kepatuhan regulasi, kualitas pekerjaan, identifikasi masalah serta respons terhadap masalah yang muncul selama pelaksanaan proyek; dan
4) Pemangku kepentingan meneruskan dan meningkatkan pelaksanaan prinsip good governance dalam seluruh tahapan penyelenggaraan proyek yang dibiayai SBSN.
2. Terhadap tantangan dalam pengembangan SBSN, diberikan rekomendasi sebagai berikut:
a. Peningkatan upaya sosialisasi dan edukasi SBSN yang masif kepada masyarakat dan Pemda, antara lain dengan meningkatkan pemanfaatan teknologi informasi dan sosial media.
b. Penguatan kolaborasi antara pemangku kepentingan untuk menyederhanakan proses dan menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan akad-akad syariah dan diversifikasi produk SBSN.
c. Memperkaya kajian penggunaan akad-akad syariah dan diversifikasi produk antara lain dengan mengkomparasi penerbitan sukuk di negara lain dengan menyesuaikan minat investor.
3. Terhadap tantangan ekosistem ekonomi dan keuangan syariah, diberikan rekomendasi untuk memberikan penguatan dalam UU SBSN mengenai:
a. Adanya pengaturan dalam UU SBSN mengenai definisi prinsip syariah yang merupakan prinsip hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
b. Adanya pengaturan dalam UU SBSN bahwa kepatuhan terhadap prinsip syariah melekat dalam tiap aspek pengelolaan SBSN, mulai dari perencanaan hingga pelunasan SBSN.
Gedung Setjen dan Badan Keahlian DPR RI, Lantai 6, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270. Telp. 021-5715467, 021-5715855, Fax : 021-5715430