Kajian, Analisis, dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan UU


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-kajian.phtml on line 66
KAJIAN DAN EVALUASI PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA / 01-08-2023

Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara. Status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dan negaranya. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya. Sebaliknya, negara mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Hal ini selaras dengan konsepsi kewarganegaraan sebagai konsepsi yang mengatur bagaimana hubungan politis dan yuridis antara negara dengan salah satu unsur lahirnya negara yaitu warga negara, yang menjadi anggota penuh dari suatu negara yang berdaulat. Keanggotaan warga negara tersebut kemudian melahirkan konsekuensi hak dan kewajiban warga negara kepada negaranya dan juga berarti kewajiban negara untuk melindungi warga negaranya dengan segala hak yang dimilikinya di manapun mereka berada.

Perihal kewarganegaraan juga menjadi salah satu isu penting yang ditegaskan dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) dan dikuatkan dengan Pasal 28D ayat (4) UUD NRI Tahun 1945. Mengingat urgensi dan krusialnya isu kewarganegaraan, Pasal 26 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan agar hal-hal mengenai warga negara diatur dengan undang-undang. Amanat tersebut telah ditindaklanjuti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (UU Kewarganegaraan).

UU Kewarganegaraan dibentuk untuk menjawab sekaligus menjadi dasar hukum yang menyesuaikan dengan perkembangan dan memenuhi tuntutan masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warga negara dihadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Penyesuaian dengan perkembangan dan pemenuhan terhadap tuntutan tersebut ditempuh dengan cara menerapkan asas-asas kewarganegaraan universal seperti asas ius sanguinis, asas ius soli, asas kewarganegaraan tunggal, asas kewarganegaraan ganda terbatas, asas kepentingan nasional, asas perlindungan maksimum, asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan, asas kebenaran substantif, asas nondiskriminatif, asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, asas keterbukaan, dan asas publisitas.

Provinsi Bali, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Provinsi Kalimantan Barat; Kabupaten Badung, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Mempawah

1. Aspek Substansi Hukum
a. Inkonsistensi definisi “Setiap orang” dalam UU Kewarganegaraan
Pengaturan dalam Pasal 1 angka 6 UU Kewarganegaraan memiliki inkonsistensi definisi “setiap orang” dalam UU Kewarganegaraan, hal ini berdampak pada ketentuan pidana pada Pasal 37 dan Pasal 38 UU Kewarganegaraan yang membedakan subjek yang dimaksud dari setiap orang, dimana Pasal 37 UU Kewarganegaraan tindak pidana dilakukan oleh setiap orang sedangkan Pasal 38 UU Kewarganegaraan membedakan ketentuan pidana hanya pada subjek korporasi. Sehingga ketentuan Pasal 1 angka 6 UU Kewarganegaraan belum cukup memenuhi kejelasan rumusan dan menimbulkan berbagai macam interpretasi apabila penegakan hukum ingin menentukan ketentuan pidananya.
b. Tidak Relevannya Persyaratan Sehat Jasmani dan Rohani Sebagai Syarat Permohonan Pewarganegaraan
Bahwa persyaratan pewarganegaraan melalui Pasal 9 huruf c UU Kewarganegaraan dinilai masih bersifat diskriminatif yaitu sehat jasmani dan rohani. karena persyaratan tersebut dapat menjadi penghambat untuk setiap orang yang memiliki permasalahan disabilitas untuk dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia. Selain itu dengan memperhatikan Universal Decalartion of Human Rights, International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR), Convenants on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD), dan General Comments Adopted by the Committee on Economic, Social, and Cultural Rights yang telah diratifikasi oleh Indonesia dan di dalam UUD NRI Tahun 1945 terdapat wujud dan dasar atas jaminan untuk peraturan perundang-undangan lain terhadap perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk tidak dibenarkannya diskriminasi. Sehingga kaitannya dengan Pasal 9 huruf c UU Kewarganegaraan memiliki pertentangan dengan asas kejelasan rumusan dan asas pengakuan dan penghormatan terhadap HAM.
c. Belum Jelasnya Frasa “Dinas Tentara Asing” dalam Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaraan
Ketentuan Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaran masih menyisakan kekosongan hukum terhadap status kewarganegaraan Warga Negara Indonesia (WNI) yang secara terpaksa mengikuti keluarganya yang terpapar paham radikalisme (dinas tantara asing). Sehingga ketentuan Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaran belum dapat memenuhi asas kedayagunaan dan kehasilgunaan dan asas kepentingan nasional pada Penjelasan UU Kewarganegaran, dimana asas kepentingan nasional merupakan bentuk peraturan yang mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri.

d. Pengenaan Ketentuan Sanksi Pidana Terhadap Kelalaian Yang Bersifat Administratif dalam UU Kewarganegaraan
Dalam rangka penyelenggaraan urusan kewarganegaraan, guna menegakkan hukum, BAB VI UU Kewarganegaraan hadir mengatur beberapa pasal mengenai Ketentuan Pidana terhadap pelanggaran terhadap pewarganegaraan yang salah satunya Pasal 36 UU Kewarganegaraan yang mengatur terkait dengan kelalaian pejabat dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Terkait dengan aspek penegakan hukum dalam pemberlakuan sanksi pidana Pasal 36 UU Kewarganegaraan, ketentuan sanksi pidana dalam UU Kewarganegaraan dirasa belum efektif karena penjatuhan sanksi pidana terhadap kelalaian pejabat dalam tugas dan kewajiban adiministrasinya tidak tepat dan sanksi tersebut belum pernah diterapkan dalam implementasi penegakan hukumnya.
e. Minimnya Materi Muatan Yang Mengatur Mengenai Diaspora dalam UU Kewarganegaraan
Diaspora merupakan bagian dari WNI dan telah menjadi komunitas yang nyata eksistensinya. Di satu sisi mereka ingin mengembangkan diri dan mencari penghidupan yang lebih baik melalui karir dan karya di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tetapi di lain sisi mereka tetap ingin berkewarganegaraan Indonesia. Sayangnya pengaturan mengenai diaspora termasuk hak dan kewajibannya serta hubungan timbal baliknya dengan negara dalam UU Kewarganegaraan belum cukup komprehensif dan dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

2. Aspek Struktur Hukum
Masih terdapat problematika koordinasi antar para pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam penyelesaian permohonan pewarganegaraan yang berakibat pada tidak terpenuhinya jangka waktu maksimal 3 (tiga) bulan untuk penyelesaian permohonan pewarganegaraan dan terkendalanya pelayanan pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda. Kurangnya koordinasi antara para pemangku kepentingan yang juga mengakibatkan data dan informasi mengenai kewarganegaraan seseorang menjadi tidak akurat.

3. Aspek Sarana dan Prasarana
Data terkait dengan perubahan status kewarganegaraan masih ditemukan beberapa permasalahan, terlebih mendapatkan atau kehilangan status kewarganegaraan juga dipengaruhi oleh faktor keimigrasian, perkawinan, kependudukan, dan catatan sipil yang mana tanggungjawab terhadap data tersebut dilakukan oleh kementerian yang berbeda- beda yaitu Kemenkumham, Kemenlu, Kemenag, dan Kemendagri. Selanjutnya terdapat tantangan yang masih menjadi permasalahan atas data status kewarganegaraan saat ini, diantaranya: belum adanya standarisasi assessment verifikasi WNI; banyak WNI undocumented yang tidak memiliki/tidak dapat membuktikan kewarganegaraannya; WNI yang terverifikasi dan memperoleh identitas dari Perwakilan Indonesia tidak secara otomatis diakui di negara setempat; tantangan geografis, di mana lokasi, jumlah, dan sebaran WNI atau yang diduga WNI tersebut tersebar di wilayah-wilayah remote; SAKE belum terintegrasi oleh sistem lain yang memiliki keterkaitan pada status kewarganegaraan; perjanjian kerjasama oleh beberapa K/L dengan jangka waktu tertentu hanya pada urusan kewarganegaraan dari pekerja migran; dan Berita Negara belum menjadi tools integrasi data kewarganegaraan. Oleh karena itu, data dari kewarganegaraan saat ini menjadi tidak valid dan belum terdokumentasikan dengan baik meskipun telah terdapat sistem yang telah dibuat oleh Kemenkumham, Kemenlu, dan Kemendagri maupun publisitas pada Berita Negara.

4. Aspek Budaya Hukum
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan kewarganegaraan khususnya terkait Anak Berkewarganegaraan Ganda yang merupakan akibat dari dilakukannya perkawinan campur disebabkan oleh minimnya kesadaran masyarakat dalam memahami peraturan dibidang kewarganegaraan sehingga menimbulkan ketidakpedulian masyarakat untuk segera melaporkan status dari Anak Berkewarganegaraan Ganda tersebut secara administrasi. Padahal informasi yang diberikan guna menjadi bahan K/L terkait dalam hal untuk memberi kejelasan mengenai status kewarganegaraan Anak Berkewarganegaraan Ganda.

5. Aspek Pengarusutamaan Nilai-Nilai Pancasila
Terdapat beberapa materi muatan dalam UU Kewarganegaraan yang berpotensi tidak selaras dan bertentangan dengan Sila Kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, di antaranya:
a. Pasal 9 huruf c, huruf e, dan huruf g UU Kewarganegaraan belum memberikan jaminan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara yang berprinsip pada penghapusan diskriminasi sosial.
b. Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaraan belum memberikan jaminan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara yang berprinsip pada kepastian akan perlindungan hukum baik WNI yang diduga terpapar radikalisme dan berafiliasi dengan angkatan bersenjata asing.
Pasal-pasal dalam UU Kewarganegaraan tersebut berpengaruh signifikan dalam proses penyelenggaraan kewarganegaraan untuk mewujudkan perlindungan terhadap warga negara.

1. Aspek Substansi Hukum, diperlukan:
a. Perlu penambahan definisi tersendiri mengenai “korporasi” dalam Ketentuan Umum RUU Kewarganegaraan;
b. Penjelasan Pasal 9 huruf c UU Kewarganegaraan terhadap basis variabel sehat jasmani dan rohani. Bahwa perumusan ketentuan sehat jasmani dan rohani tidak perlu melakukan penetapan, melainkan perlu mengakui ada faktor-faktor tertentu yang membuat seseorang dapat melakukan/tidak dapat melakukan suatu kegiatan. Dimana alur tersebut terdiri dari: tahapan identifikasi subjek, tahap identifkasi faktor, dan tahap identifikasi kewajiban;
c. Perlu penambahan penjelasan mengenai frasa “dinas tentara asing” dalam Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaraan menyesuaikan dengan fenomena radikalisme yang berskala global saat ini;
d. Perlu pengkajian kembali terkait sanksi pidana dalam Pasal 36 UU Kewarganegaraan sehingga sanksi pidana dapat dikenakan ke jenis kejahatan yang relevan dan adanya penambahan sanksi administrasi seperti teguran secara tertulis dan denda administratif bagi yang melanggar sebelum penjatuhan sanksi pidana; dan
e. Penambahan pengaturan mengenai materi muatan diaspora secara komprehensif dengan memperhatikan hak dan kewajiban diaspora serta hubungan timbal baliknya dengan negara.

2. Aspek Struktur Hukum, diperlukan:
a. Penguatan sinergi dan peningkatan koordinasi antar para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan UU Kewarganegaraan khususnya dalam hal pelayanan permohonan pewarganegaraan dan pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda; dan
b. Peningkatan kesadaran, kesepemahaman, dan komitmen bersama dari masing-masing pemangku kepentingan pelaksana UU Kewarganegaraan khususnya dalam hal pelayanan permohonan pewarganegaraan dan pendaftaran Anak Berkewarganegaraan Ganda.

3. Aspek Sarana dan Prasarana, diperlukan:
Pengintegrasian dari setiap sistem aplikasi yang berkaitan dengan kewarganegaraan yang masih dikelola oleh masing-masing kementerian secara terpisah dengan upaya sinkronisasi data de jure dan data de facto yang dilakukan secara rutin dan teratur. Sehingga terdapat aplikasi kerjasama antara kementerian khususnya untuk nama-nama yang sudah ada di Berita Negara Republik Indonesia dapat secara otomatis ditindaklanjuti oleh pencatatan sipil supaya stelsel aktif dapat dilaksanakan.

4. Aspek Budaya Hukum, diperlukan:
a. Sosialisasi dan literasi hukum yang lebih masif terkait dengan UU Kewarganegaraan, terutama di daerah yang berbatasan dengan negara lain. Beberapa di antaranya dapat dilakukan melalui iklan layanan masyarakat, media sosial, dan pendekatan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau elemen masyarakat lokal; dan
b. Adanya peningkatan pemahaman Sumber Daya Manusia (SDM) di K/L yang menangani urusan terkait dengan kewarganegaraan.

5. Aspek Pengarusutamaan Nilai-Nilai Pancasila, diperlukan:
a. Sinkronisasi dan penyelarasan materi muatan dalam RUU Perubahan Atas UU kewarganegaraan agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara Indonesia.
b. Memberikan penjelasan pada Pasal 9 huruf c, huruf e, dan huruf g serta Pasal 23 huruf d UU Kewarganegaraan.