Kajian, Analisis, dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan UU


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-kajian.phtml on line 66
KAJIAN DAN EVALUASI PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1961 TENTANG PENGUMPULAN UANG ATAU BARANG / 01-06-2023

Globalisasi menyebabkan perubahan gaya hidup di masyarakat yang ditandai dengan meningkatnya mobilitas pengguna internet, media sosial, dan aplikasi online. Perubahan gaya hidup tersebut merupakan dampak yang mengiringi perkembangan teknologi dan perluasan digitalisasi hampir di seluruh negara di dunia. Dengan kemudahan teknologi dan digitalisasi saat ini, kegiatan donasi atau sumbangan berupa uang atau barang telah banyak dilakukan dengan menggunakan cara melalui beragam platform digital yang dalam pelaksanaannya berpotensi menimbulkan permasalahan dalam transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan dan penyaluran hasil sumbangannya. Selain itu, penyelenggara Pengumpulan Uang atau Barang (selanjutnya disebut PUB) juga telah mengalami perluasan bentuk dimana terdapat lembaga filantropi sebagai penyelenggara PUB yang tidak hanya mewadahi aksi individu, melainkan aksi yang lebih kompleks lagi, yaitu aksi kelompok bahkan juga aksi yang dilakukan oleh korporasi dengan menggunakan platform crowdfunding.

Negara dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi untuk memberikan perlindungan sosial dalam bentuk bantuan sosial, telah membentuk Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang (selanjutnya disebut UU PUB) sebagai dasar hukum penyelenggaraan kegiatan PUB dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh warga negara. UU PUB telah mengatur kegiatan PUB yang dilakukan di tingkat daerah maupun di tingkat pusat dapat dilakukan dengan beralaskan izin penyelenggaraan PUB yang diterbitkan oleh pejabat yang diberikan kewenangan sesuai dengan wilayah kewenangannya.

Selama 62 (enam puluh dua) tahun berlakunya UU PUB terdapat banyak permasalahan penyelenggaraan PUB yang saat ini dirasa sudah tidak mampu diselesaikan dengan menggunakan UU PUB sebagai dasar hukum, mengingat meski berbentuk undang-undang, materi muatan dalam UU PUB hanya mengatur kegiatan PUB yang sifatnya konvensional yaitu kegiatan PUB yang dilakukan dengan mengadakan pertunjukan amal, bazaar, lelang untuk amal, penjualan barang dengan pembayaran yang melebihi harga sebenarnya, atau seperti penjualan kartu undangan, buku-buku dan gambar-gambar atau dengan cara mengirimkan pos wesel dengan maksud mencari derma, sehingga belum menjangkau pengaturan kegiatan PUB yang dilakukan secara online (donation based crowdfunding). UU PUB juga tidak mengatur secara komprehensif kegiatan PUB dari mulai perizinan, pelaksanaan, penyaluran, pelaporan, pembinaan dan pengawasan, dan bahkan ketentuan sanksi dirasa sudah tidak relevan untuk dikenakan saat ini.

Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Semarang dan Kota Cimahi

1. Aspek Substansi Hukum
a. Definisi PUB Sudah Tidak Relevan Dengan Perkembangan Penyelenggaraan PUB Saat Ini.
Materi muatan Pasal 1 UU PUB yang mengatur definisi PUB sudah tidak relevan pada saat ini dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, sebab definisi dalam Pasal 1 UU PUB belum mengakomodir perkembangan bidang sasaran kegiatan PUB yang mencakup bidang kebencanaan, kesehatan, pendidikan, pelestarian lingkungan, perlindungan satwa, dan/atau bidang sasaran lainnya yang berpotensi bertambah kedepan; perubahan metode penyelenggaraan kegiatan PUB dengan menggunakan teknologi digital melalui platform crowdfunding dan media sosial lainnya; serta perluasan subjek dan objek penyelenggara PUB yang tidak hanya berbentuk uang atau barang saja, melainkan juga dapat dalam bentuk saham dan/atau investasi bentuk lain.
b. Perluasan Subjek, Metode, Objek, dan Bidang Sasaran Penyelenggaraan PUB yang Belum Diatur Dalam UU PUB
Materi muatan Pasal 3 UU PUB jo. Pasal 3 Permensos 8/2021, Pasal 10 Permensos 8/2021, dan Pasal 4 PP 29/1980 jo. Pasal 12 Permensos 8/2021 yang mengatur mengenai pelaku penyelenggara PUB, cara atau metode PUB, dan bidang sasaran pemanfaatan hasil PUB sudah tidak relevan pada saat ini dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, sebab belum mencakup/mengakomodir perluasan subjek pelaku donasi yaitu individu dan komunitas yang tidak berbadan hukum, bahkan juga perusahaan; cara atau metode PUB melalui platform crowdfunding dan digital fundraising yang akan datang; objek donasi dalam bentuk saham atau reksadana; dan bidang pemanfaatan hasil pengumpulan sumbangan guna mendukung pencapaian program SDGs.
c. Pengaturan Izin Penyelenggaraan PUB Sudah Tidak Relevan Dengan Perkembangan Kegiatan PUB Saat ini
Materi muatan Pasal 2 s.d. Pasal 5 UU PUB jo. Pasal 7 s.d. Pasal 14 PP 29/1980 jo. Pasal 5 s.d. Pasal 11 Permensos 8/2021 yang mengatur mengenai izin penyelenggaraan PUB, sudah tidak relevan pada saat ini dan sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat, sebab belum memberikan kejelasan jangka waktu penyelesaian pengurusan izin oleh Kemensos dan/atau Dinas Sosial di daerah, belum mengakomodir kegiatan PUB yang kerap dilakukan secara digital melalui platform crowdfunding, masih bersifat short term dengan mengacu pada paradigma kegiatan PUB yang hanya terbatas untuk kegiatan charity saja, masih dilakukan berjenjang dan birokratis apabila dilihat dari persyaratan teknis yang diharuskan, dan menimbulkan inkonsistensi dalam mekanisme palayanan pengurusan perizinannya.
d. Belum Diaturnya Biaya Operasional untuk Penyaluran Kegiatan PUB dalam UU PUB
UU PUB tidak mengatur materi muatan mengenai besaran biaya operasional kegiatan penyelenggaraan PUB melainkan terdapat pengaturan mengenai biaya penyaluran hasil kegiatan PUB dan biaya usaha pengumpulan sumbangan yang hanya diatur melalui peraturan perundang-undangan di bawahnya yaitu dalam Pasal 6 PP 29/1980 dan Pasal 18 Permensos 8/2021. Terhadap ketentuan besaran biaya usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya sebesar 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan sudah tidak relevan lagi, karena dalam tataran implementasinya biaya usaha pengumpulan sumbangan digunakan sebagai biaya operasional kegiatan PUB dapat melebihi besaran 10% (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan sebab dalam beberapa kegiatan penyaluran sumbangan memerlukan biaya yang relatif besar khususnya untuk menjangkau daerah-daerah pelosok yang sulit keterjangkauannya.
Selain itu, dalam UU PUB juga tidak terdapat materi muatan yang mengatur secara rinci terkait cakupan penggunaan biaya usaha pengumpulan sumbangan tersebut sebagai biaya operasional kegiatan pengumpulan sumbangan, apakah mulai dari tahapan pengumpulan/penggalangan sumbangan sampai dengan tahapan penyaluran/pendistribusian hasil sumbangan, atau hanya dapat digunakan untuk tahapan pengumpulan/penggalangan sumbangan saja padahal diketahui bahwa biaya operasional penyaluran/pendistribusian hasil sumbanganlah yang menimbulkan biaya paling besar bila dilihat dari keterbatasan jangkauan daerah-daerah penerima sumbangan. Hal tersebut tentu berpotensi menyebabkan kerancuan atau multitafsir pada tataran implementasinya karena terdapat perbedaan pandangan dalam hal penggunaan besaran biaya usaha pengumpulan sumbangan oleh penyelenggara PUB.
e. Efektivitas Kinerja Panitia Pertimbangan Dalam Pemberian Izin Penyelenggaraan PUB
Pengaturan terkait Panitia Pertimbangan yang diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU PUB untuk memberikan pendapat dalam hal pemberian izin oleh pejabat yang berwenang kepada penyelenggara PUB sudah tidak relevan lagi efektivitasnya pada saat ini, hal tersebut dikarenakan dalam proses verifikasi/pemberian pendapat pada saat ini sudah dilakukan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) untuk pemberian izin oleh pejabat yang berwenang kepada penyelenggara PUB, dan juga dengan adanya Panitia Pertimbangan tersebut menambah panjang rantai birokrasi dalam pelaksanaan penerbitan izin penyelenggara PUB.
f. Pengaturan Mekanisme Pelaporan Belum Memenuhi Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas Kegiatan Penyelenggaraan PUB
Materi muatan Pasal 25 Permensos 8/2021 yang mengatur batasan minimum hasil kegiatan PUB sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) untuk wajib diberikan laporan audit oleh akuntan publik, dan periodesasi pemberian laporan kegiatan PUB yang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak selesai penyaluran program PUB, sudah tidak relevan pada saat ini karena materi muatan tersebut tidak diatur dalam UU PUB dan juga sudah tidak sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat saat ini, dimana saat ini banyak terdapat kegiatan pengumpulan sumbangan dalam rentang waktu berkelanjutan, sudah cukup mudah dalam mencapai nominal angka yang menjadi batas minimum untuk dilakukan audit tersebut, serta biaya menggunakan akuntan publik menjadi beban tersendiri bagi penyelenggara PUB yang melaksanakan kegiatan PUBnya secara rutin dan berkelanjutan dalam rentang waktu yang tidak terbatas. Ketiadaan pengaturan mengenai kewajiban pelaporan kepada publik dalam UU PUB juga menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum dalam masyarakat terkait penyelenggaraan kegiatan PUB yang memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.
g. Pengaturan Sanksi Administratif Dan Sanksi Pidana Dalam UU PUB Yang Sudah Tidak Sesuai Dengan Perkembangan Hukum Saat Ini
Pengaturan terkait sanksi pidana dan sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 8 UU PUB sudah tidak relevan dengan dinamika dan perkembangan hukum pidana pada saat ini dikarenakan pidana kurungan paling lama hanya 3 (tiga) bulan dan denda setinggi-tingginya sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) sudah tidak mampu mencegah terjadinya pelanggaran penyelenggaraan PUB dan tidak memberi efek jera kepada penyelenggara PUB yang melakukan pelanggaran. Selain itu, ketiadaan pengaturan sanksi pidana maupun sanksi administratif bagi penyelenggara PUB yang melakukan penyalahgunaan dana kegiatan PUB, yang melakukan penggelapan dana hasil sumbangan, yang tidak melakukan kewajiban pelaporan kepada instansi/pejabat yang berwenang menerbitkan izin, serta yang melakukan pemalsuan surat atau dokumen laporan, serta terhadap pengumpulan sumbangan yang berpotensi berasal dari tindak pidana pencucian uang serta pengumpulan sumbangan untuk pendanaan terorisme, memberikan ketidakjelasan dan tidak dapat dilaksanakan untuk pelanggaran-pelanggaran tersebut yang saat ini telah banyak ditemukan.

2. Aspek Struktur Hukum
Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini hanya berkenaan dengan pengawasan pasif yaitu melakukan telaah/analisis terhadap laporan yang disampaikan oleh penyelenggara PUB setelah penyaluran hasil sumbangan dilakukan. Pengawasan secara aktif oleh SDM pengawas sangat kurang dilakukan karena komposisi dan jumlah SDM pengawas yang masih minim di tingkat pusat dan daerah. Pengawasan aktif dan pasif yang tidak simultan pelaksanaannya mengakibatkan tidak optimalnya kegiatan pengawasan penyelenggaraan PUB, sehingga praktik penyelenggaraan PUB yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain penyalahgunaan dana hasil sumbangan yang dikumpulkan, penggunaan hasil sumbangan sebagai biaya operasional penyelenggara PUB yang melebihi batas minimum 10% (sepuluh persen) dan praktik penyalahgunaan lainnya berpotensi menjadi tidak terdeteksi.
Dalam konteks penyelenggaraan bantuan luar negeri, belum terdapat kejelasan terkait pembagian kewenangan antara lembaga yang terlibat. Saat ini, penyaluran bantuan keluar negeri dilaksanakan dengan rekomendasi dari tim screening yang dilakukan oleh Kementerian Luar Negeri, perwakilan dari Kementerian Sosial, Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Luar Negeri, Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis, Mabes Polri, Kementerian Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Kementerian hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri dan BNPT, untuk dapat mencegah potensi tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme. Namun, dalam pelaksaan koordinasi tim screening tersebut tidak jelas kementerian/lembaga mana yang menjadi leading sector atau lembaga mana yang berwenang dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan tracking keuangan terhadap kegiatan bantuan luar negeri di sektor PUB, yang menyebabkan tidak efektif dan tidak efisiennya penyaluran sumbangan ke luar negeri.
3. Aspek Sarana dan Prasarana
a. Belum Optimalnya Sistem Data dan Informasi Penyelenggaraan PUB
Sistem Informasi Manajemen Perizinan Penggalangan Dana Berbasis Sosial (SIMPPSDBS) dirancang untuk memfasilitasi penyelenggara penggalangan dana untuk memperoleh perizinan secara efisien dan efektif. Namun demikian, masih juga dibutuhkan dokumen-dokumen yang masih harus diurus secara offline meskipun SIMPPSDBS telah beroperasi, sistem data dan informasi yang ditampilkan belum terpadu, aktual, belum memenuhi aspek easy to use dan easy to access, serta belum mampu mengintegrasikan seluruh kegiatan PUB dari level kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Selain itu, aksesibilitas (jaringan internet dan listrik) terhadap SIMPPSDBS juga belum merata dan tidak dapat dijangkau oleh seluruh penyelenggara PUB dan masyarakat yang ingin melakukan donasi.
b. Terbatasnya Kapasitas SDM Pengawas Dalam Penyelenggaraan PUB
c. Seiring peningkatan kegiatan donasi filantropi dalam bentuk donasi uang dan barang di Indonesia, perlu dilakukan pengawasan sebagai bentuk perlindungan negara terhadap terhimpunnya dana publik hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Permensos 8/2021 yang mengatur bahwa pengawasan penyelenggaraan PUB dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Wali Kota melalui Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) dan Satuan Tugas Penertiban, kemudian di luar ketentuan Pasal 22 Permensos 8/2021, Kemensos juga memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas untuk melakukan pemantuan, penyidikan dan pelaporan di sektor PUB. Namun dalam tataran implementasinya, kapasitas SDM pengawas masih kurang karena sebagian besar SDM pengawas hanya berstatus sebagai pegawai tambahan, yang dengan mudah dapat dirotasi dan kurang mendapat pembinaan. Hal ini mengakibatkan SDM pengawas cenderung tidak melakukan tugas dan fungsinya secara maksimal sehingga pengawasan penyelenggaran PUB tidak optimal.

4. Aspek Budaya Hukum
a. Rendahnya Tingkat Kepatuhan Penyelenggara PUB serta Minimnya Sosialisasi Dan Edukasi Terhadap Masyarakat Terkait Pengaturan Penyelenggaraan PUB
Dalam konteks penyelenggaraan PUB, masih banyak masyarakat dan penyelenggara PUB yang kurang memahami regulasi dan tata cara yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini mengakibatkan banyaknya penyelenggaraan PUB yang tidak berizin dan minimnya akses donatur dalam melakukan tracking penyaluran hasil donasi. Rendahnya kepatuhan penyelenggara PUB dalam hal perizinan menjadi permasalahan serius yang perlu diperhatikan oleh pemerintah.
b. Minimnya Partisipasi Masyarakat Dalam Pelaksanaan Kegiatan PUB
Sampai saat ini pengetahuan masyarakat terkait pelaksanaan PUB hanyalah sebatas masyarakat dapat menjadi inisiator dan donatur dalam pelaksanaan PUB, padahal masyarakat dapat berperan aktif dalam pengawasan pelaksanaan PUB dengan turut serta memberikan laporan kepada Kementerian Sosial apabila masyarakat menemukan indikasi pelanggaran dalam penyelenggaraan PUB. Hal ini disebabkan akibat kurangnya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat terkait aturan-aturan dalam pelaksanaan PUB dan terhadap pengaduan masyarakat yang menemukan indikasi pelanggaraan pelaksanaan kegiatan PUB belum optimal dalam tindak lanjutnya.

5. Aspek Pengarustamaan Nilai-Nilai Pancasila
a. Ruang lingkup definisi PUB yang diatur dalam Pasal 1 UU PUB dalam pelaksanaannya masih bias, keterkaitan subjek dan objek PUB juga masih belum jelas sehingga tidak sesuai dengan nilai Pancasila, yakni sila ke-2 (dua).
b. Pasal 2 ayat (2) UU PUB yang mengatur ketentuan pengecualian PUB yang ditujukan untuk agama, hukum, adat-istiadat, dan dilaksanakan dalam lingkungan terbatas berpotensi menimbulkan penyalahgunaan uang atau barang yang dikumpulkan. Sehingga tidak sesuai dengan nilai Pancasila, yakni sila ke-3 (tiga).
c. Ketentuan sanksi pada Pasal 8 UU PUB sudah tidak relevan dengan kondisi pada saat ini dimana lamanya pengenaan sanksi pidana dan besaran denda sudah tidak relevan dibandingkan dengan potensi penyalahgunaannya, jenis tindak pidana yang tidak relevan serta belum ada mekanisme pengaturan atas hasil PUB dari tindak pidana dapat disita Sehingga tidak sesuai dengan nilai Pancasila, yakni sila ke-5 (lima).

1. Aspek Substansi Hukum
a. Perlu dilakukan perubahan/penggantian definisi PUB dengan menyesuaikan perkembangan metode, subjek, objek, dan bidang sasaran penyelenggaraan PUB saat ini serta harmonisasi dengan peraturan perundang-undangan terkait;
b. Perlu diberikan pengaturan lebih komprehensif dalam UU PUB kedepan terkait: subjek pelaku donasi yaitu individu dan komunitas yang tidak berbadan hukum untuk membentuk suatu badan hukum dalam melakukan kegiatan pengumpulan sumbangan; cara atau metode PUB melalui platform crowdfunding dan digital fundraising yang akan datang; objek donasi dalam bentuk saham, reksadana, dan/atau bentuk investasi lain; dan bidang pemanfaatan hasil pengumpulan sumbangan guna mendukung pencapaian program SDGs;
c. Khusus terkait pengaturan metode PUB melalui platform crowdfunding dan digital fundraising tetap harus dipastikan untuk dapat memenuhi pertimbangan berikut: penerimaan dan penyaluran PUB harus transparan dan akuntabel; mencegah terjadinya eksploitasi warga masyarakat yang menjadi media promosi PUB; mencegah penyalahgunaan PUB untuk kepentingan pengurus/lembaga penyelenggara PUB; dan program PUB sesuai dengan perizinannya harus dilaksanakan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan;
d. Perlu dilakukan simplifikasi pengaturan perizinan penyelenggaraan PUB dengan:
1) memberikan penyederhanaan alur, jenjang, maupun birokrasi pengurusan izin;
2) penambahan jangka waktu berlakunya izin;
3) pemberian pembedaan periodesasi jangka waktu berlakunya izin berdasarkan rentang waktu kegiatan PUBnya, yakni kegiatan PUB yang bersifat rutin dan berkelanjutan, serta kegiatan PUB yang bersifat tentatif/insidental dan pendek;
4) perluasan cakupan izin bagi penyelenggara PUB dengan metode crowdfunding;
5) penyederhanaan persyaratan dokumen perizinan; serta
6) penambahan penjelasan terhadap jenis atau cakupan kegiatan PUB yang tidak perlu menggunakan izin.
e. Perlu pengaturan materi muatan secara rinci terkait cakupan biaya operasional kegiatan pengumpulan sumbangan dan perubahan prosentase besaran biaya usaha pengumpulan sumbangan dalam kegiatan PUB dengan menyesuaikan kondisi saat ini;
f. Perlu dilakukan pencabutan/penghapusan terkait Panitia Pertimbangan dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UU PUB;
g. Perlu melakukan peningkatan batasan minimum hasil pengumpulan sumbangan yang menjadi syarat untuk dilakukannya audit oleh akuntan publik;
h. Perlu menambahkan ketentuan periodesasi kewajiban pelaporan dengan mengacu kepada lingkup lama kegiatan PUB yang dilakukan, selambat-lambatnya dilakukan untuk 1 (satu) tahun anggaran;
i. Perlu mengatur lebih komprehensif terkait kewajiban mekanisme pelaporan kepada publik yang dilakukan oleh penyelenggara PUB dengan memanfaatkan sarana media penyampaian informasi, baik melalui media cetak maupun media elektronik;
j. Perlu dilakukan perubahan/penggantian sanksi pidana dan sanksi administratif dengan memberikan pengaturan besaran sanksi pidana dan sanksi administratif yang relevan dengan dinamika hukum pidana saat ini;
k. Perlu dilakukan penambahan pengaturan terhadap tindak pidana yang berpotensi dilakukan dalam kegiatan penyelenggaraan PUB antara lain yaitu penyalahgunaan dana kegiatan PUB, penggelapan dana hasil sumbangan, tidak melakukan kewajiban pelaporan kepada instansi/pejabat yang berwenang menerbitkan izin, pemalsuan surat atau dokumen laporan, serta terhadap pengumpulan sumbangan yang berpotensi berasal dari tindak pidana pencucian uang serta pengumpulan sumbangan untuk pendanaan terorisme, dengan mengacu kepada KUHP, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan UU Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

2. Aspek Struktur Hukum
a. Perlu adanya pengawasan aktif dan pasif yang dilakukan secara simultan terhadap kegiatan penyelenggaraan PUB;
b. Perlu dilakukan penguatan alur dan sistem koordinasi antar kementerian/lembaga untuk memperbaiki kualitas pengawasan;
c. Perlu peningkatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah;
d. Perlu menyediakan SDM pengawas di pusat maupun daerah dengan komposisi dan jumlah yang ideal;
e. Perlu adanya kejelasan dalam pembagian kewenangan dan penentuan leading sector terkait penyelenggaraan bantuan luar negeri sehingga penyelenggaraan bantuan luar negeri di sektor PUB dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

3. Aspek Sarana dan Prasarana:
a. Perlu adanya perbaikan dan peningkatan tampilan dan fitur aplikasi SIMPPSDBS agar dapat memenuhi aspek easy to use dan easy to access;
b. Perlu dilakukan peningkatan aksesibilitas SIMPPSDBS termasuk akses listrik dan jaringan internet agar dapat dijangkau oleh seluruh penyelenggara dan masyarakat yang ingin berdonasi;
c. Perlu dilakukan peningkatan konektivitas dan integrasi dengan sistem aplikasi dukcapil, sistem aplikasi Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan sistem aplikasi pelayanan terpadu provinsi sehingga pemantauan perizinan dapat dilakukan secara terpadu;
d. Perlu diberikan status jabatan fungsional kepada SDM pengawas penyelenggaraan PUB untuk dapat mencegah terjadinya rotasi SDM pengawas yang terlalu cepat dan kompetensi SDMnya berpeluang untuk ditingkatkan melalui pembinaan yang berkelanjutan;
e. Perlu penambahan SDM pengawas penyelenggaraan PUB terutama di daerah-daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, serta memaksimalkan peran dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) baik yang ada di pusat maupun di daerah untuk memaksimalkan tugas pengawasan penyelenggaraan PUB di seluruh wilayah Indonesia.

4. Aspek Budaya Hukum:
a. Perlu peningkatan kegiatan sosialisasi dan edukasi yang diberikan kepada penyelenggara PUB dan masyarakat terkait pentingnya pengurusan izin penyelenggaraan PUB dan kepatuhan terhadapnya;
b. Perlu peningkatan pengawasan oleh SDM Pengawas untuk kegiatan PUB yang dilakukan tanpa izin;
c. Perlu peningkatan penegakan hukum yang tegas terhadap kegiatan PUB tanpa izin;
d. Perlu dilakukan sosialisasi dan edukasi secara berkelanjutan oleh Kemensos dan stakeholder pusat maupun daerah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dalam hal penyelenggaraan dan pengawasan PUB;
e. Perlu memberikan wadah pengaduan masyarakat yang mudah diakses dan memberikan kejelasan terhadap tindak lanjutnya.

5. Aspek Pengarustamaan Nilai-Nilai Pancasila
a. Perlu adanya limitasi dalam pendetailan jenis-jenis PUB yang wajib didaftarkan dan yang tidak wajib didaftarkan dan pengaturan tata cara dan mekanisme pengumpulan uang atau barang sampai dengan penyaluran.
b. Perlu pengaturan mengenai segala bentuk PUB wajib memperoleh izin.
c. Perlu dilakukan harmonisasi pengaturan tindak pidana yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan prosedur dan pelaksanaan PUB.