Kajian, Analisis, dan Evaluasi Pemantauan Pelaksanaan UU


Warning: Undefined variable $file_pdf in C:\www\puspanlakuu\application\modules\default\views\scripts\produk\detail-kajian.phtml on line 66
KAJIAN DAN EVALUASI PEMANTAUAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 1997 TENTANG STATISTIK / 01-06-2023

Tujuan bernegara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sebagaimana amanat Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 perlu dilakukan dengan perencanaan pembangunan nasional yang terencana, menyeluruh, terpadu, terarah, dan berkelanjutan yang didukung dengan data statistik lengkap, akurat, dan mutakhir. Statistik menjadi hal yang sangat penting dan strategis karena menjadi dasar bagi Pemerintah dalam melakukan pengambilan keputusan dan kebijakan pembangunan nasional yang tepat.

Perwujudan cita-cita bangsa dalam melindungi segenap bangsa dan memajukan kesejahteraan rakyat dilakukan dengan memenuhi hak-hak asasinya, antara lain diatur pula melalui Pasal 28A hingga Pasal 28J, Bab XA Hak Asasi Manusia UUD NRI Tahun 1945. Pemenuhan hak asasi manusia bagi warga negara Indonesia perlu didukung dengan suatu Sistem Statistik Nasional yang sejalan dengan kebutuhan pembangunan nasional. Indonesia pernah membentuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus (UU 6/1960) dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (UU 7/1960), yang pada perjalanannya sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan, tuntutan masyarakat, dan kebutuhan pembangunan nasional. Sehingga kedua undang-undang tersebut digantikan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik (UU Statistik).

Pada perkembangannya, pelaksanaan UU Statistik masih dirasakan memiliki kelemahan baik dalam pelaksanaan maupun yang terkait dengan landasan hukumnya. Terkait dengan hal tersebut, Puspanlak UU sebagai salah satu supporting system DPR dalam bidang pengawasan melakukan evaluasi terhadap undang-undang ini guna melihat kembali dasar hukum penyelenggaraan UU Statistik beserta implementasinya selama ini. Selain itu, dilakukannya pemantauan pelaksanaan UU Statistik dikarenakan UU ini masuk dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2023 dengan nomor urut ke-17 (tujuh belas) yang diusulkan perubahan oleh DPR dalam hal ini Badan Legislasi. Selain itu, RUU tentang Perubahan atas UU Statistik juga tercantum dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Nomor 13/DPR RI/II/2022-2023 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Prioritas Tahun 2022 dan Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-Undang Perubahan Keempat Tahun 2020-2024, dengan nomor urut ke-20 (dua puluh) yang diusulkan perubahan oleh DPR.

Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Kabupaten Bangka, Kota Cimahi, dan Kabupaten Banjarmasin

1. Aspek Substansi Hukum
a. Belum Komprehensifnya Pengaturan Pengumpulan Data Statistik dalam UU Statistik Sesuai Perkembangan Zaman
Terdapat permasalahan belum diaturnya peraturan teknis terkait dengan pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan statistik yang sangat cepat dan dinamis. Pasal 7 UU Statistik tidak mengatur ketentuan pendelegasian peraturan pelaksana sehingga sampai dengan saat ini belum ada pedoman teknis pelaksanaan pengumpulan data yang memanfaatkan teknologi. Hal ini menandakan bahwa ketentuan UU Statistik belum komprehensif sesuai dengan perkembangan zaman.
b. Belum Komprehensifnya Pengaturan Koordinasi dan Kerja Sama Penyelenggaraan Statistik sebagai Payung Hukum Sistem Statistik Nasional
Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Statistik yang pada pokoknya mengatur koordinasi dan kerjasama antar Badan dengan instansi pemerintah dan masyarakat, masih belum komprehensif menjadi payung hukum yang jelas dan memadai untuk terwujudnya Sistem Statistik Nasional yang yang andal, efektif, dan efisien karena belum secara jelas dan tegas mengatur tata kelola data statistik dengan koordinasi terpadu dan terintegrasi oleh leading sector. Pasal 17 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) UU Statistik juga tidak jelas membagi peran koordinasi dan kerja sama antar BPS, instansi pemerintah, dan masyarakat dalam penyelenggaraan statistik dasar, sektoral, dan khusus. Padahal baik badan, instansi pemerintah, maupun masyarakat memiliki perannya masing-masing melakukan statistik dasar, sektoral, dan khusus. Terlebih lagi jika dilihat berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU Statistik, koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik dilaksanakan atas dasar kemitraan. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab tidak adanya garis komando dalam tata kelola data statistik nasional. Belum komprehensifnya pengaturan mengenai koordinasi dan kerja sama dalam penyelenggaraan statistik berdampak pada beberapa akibat berupa ketidakjelasan koordinasi dan garis komando; lemahnya tata kelola data statistik; dan ego sektoral kelembagaan.
c. Ketidakjelasan Rumusan Pasal 19 UU Statistik Sepanjang Frasa “Wajib Berhak”
Pasal 19 UU Statistik mengatur mengenai hak dan kewajiban penyelenggara statistik dalam memperoleh data dan informasi. Dalam ketentuan Pasal 19 UU Statistik, terdapat frasa “wajib berhak” yang menimbulkan permasalahan secara normatif maupun implementatif. Sebab, terdapat perbedaan makna antara hak dan kewajiban yang berimplikasi pada sulitnya mendapatkan keterangan dari responden dalam penyelenggaraan kegiatan statistik. Sehingga, apabila dikaitkan dengan ketentuan dalam UU Pembentukan PUU, maka ketentuan Pasal 19 UU Statistik belum memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yaitu, asas kejelasan rumusan. Ketentuan Pasal 19 UU Statistik juga memenuhi asas dalam penyelenggaraan statistik, yaitu asas keterpaduan.
d. Tidak Efektifnya Sanksi Pidana dalam Penegakan Hukum UU Statistik
Guna menegakkan hukum penyelenggaraan statistik, BAB X UU Statistik mengatur beberapa pasal mengenai Ketentuan Pidana untuk memberi perlindungan hukum atas hak dan kewajiban setiap pihak, dalam hal ini petugas statistik dan responden dalam kegiatan statistik. Sehubungan dengan aspek penegakan hukum dalam pemberlakuan sanksi pidana pada UU Statistik, berdasarkan pengumpulan data dan informasi dengan pemangku kepentingan, ketentuan sanksi pidana dalam UU Statistik tidak efektif karena belum pernah diterapkan dalam implementasi penegakan hukum statistik.

2. Aspek Struktur Hukum
a. Belum Optimalnya Koordinasi dan Kerjasama Statistik dalam Penyelenggaraan Statisik
Permasalahan tidak efektifnya koordinasi dan kerja sama yang menyebabkan tidak berjalannya Sistem Statistik Nasional antara lain adalah masih lemahnya koordinasi dalam tata kelola data statistik; masih lemahnya kerja sama dan adanya ego sektoral instansi atas data yang dimiliki; tumpang tindih dalam penyelenggaraan kegiatan statistik; belum memadainya pengaturan koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik. Belum optimalnya koordinasi dan kerja sama penyelenggaraan statistik berdampak langsung terhadap kualitas data statistik. Berbagai permasalahan data statistik antara lain berupa perbedaan data yang dimiliki K/L/D/I; data antar K/L/D/I bersifat parsial; duplikasi data statistik; minimnya keterpaduan data statistik; keengganan berbagi pakai data statistik antar K/L/D/I; dan pengumpulan data yang tidak terstandar.
b. Kendala Pembinaan Kegiatan Statistik
Perbedaan metodologi dalam cara pengumpulan data oleh BPS dengan lembaga-lembaga pemangku kepentingan terkait dengan tata kelola data statistik yang mengindikasikan masih lemahnya pembinaan statistik oleh BPS. Kendala serta penyebab lemahnya pembinaan statistik oleh BPS antara lain disebabkan adanya perbedaan pola koordinasi dan tanggung jawab pemerintah daerah berdasarkan UU Pemda yang memiliki garis kewenangan pertanggungjawaban yang tidak beririsan dengan BPS.

3. Aspek Sarana dan Prasarana
a. Kurangnya Kuantitas dan Kualitas SDM Penyelenggara Kegiatan Statistik
Pada saat ini, ketersediaan SDM di Indonesia tidak merata, sementara kegiatan pembangunan membutuhkan SDM yang semakin meningkat baik secara kualitas maupun kuantitas. BPS menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan statistik masih terdapat kekurangan SDM sekitar 10.000 orang. Kekurangan jumlah SDM sebanyak ini meliputi kekurangan jumlah SDM di K/L/D/I. Selain itu, SDM yang memumpuni dan memiliki kualitas keahlian di bidang statistik juga masih minim.

b. Kendala Pelaksanaan Pengumpulan Data
Masih terdapat beberapa kendala utama pelaksanaan pengumpulan data. Pertama, terkait tantangan kondisi geografis dan demografi Indonesia dalam pengumpulan data sensus terkendala dengan kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan wilayah yang beragam serta jumlah penduduk yang mencapai 275,77 juta orang (2022). Proses pengumpulan data akan lebih sulit dilakukan jika kondisi geografis yang sulit dijangkau, seperti wilayah perbukitan, pegunungan, dan daerah terpencil lainnya. Penyelenggaraan sensus dengan kondisi geografis Indonesia yang luas membutuhkan anggaran yang besar. Kedua, terkait dengan jangka waktu pelaksanaan sensus, beberapa pemangku kepentingan berpendapat jangka waktu pelaksanaan sensus penduduk selama 10 (sepuluh) tahun kurang relevan karena dalam kurun waktu tersebut terjadi banyak perubahan dan pergeseran dalam komposisi dan karakteristik populasi suatu negara. Jangka waktu pelaksanaan sensus penduduk 10 (sepuluh) tahun sekali masih relevan apabila hambatan pelaksanaan sensus selama ini berupa kondisi geografis yang beragam, keterbatasan infrastruktur pendukung, keterbatasan anggaran, dan kurangnya kuantitas SDM penyelenggara belum mampu diatasi Pemerintah maupun BPS. Negara lain yang memiliki karakter luas wilayah dan jumlah populasi penduduk yang mirip dengan Indonesia yakni Amerika Serikat, Rusia, dan China juga masih menganut kebijakan pelaksanaan sensus penduduk setiap 10 (sepuluh) tahun sekali. Masukan beberapa stakeholders terkait dengan jangka waktu sensus penduduk setiap 5 (lima) tahun sekali merupakan masukan yang baik apabila Pemerintah maupun BPS dapat mengatasi hambatan pengumpulan sensus selama ini. Ketiga, terkait dengan belum optimalnya pemanfaatan teknologi dalam pengumpulan data sensus juga masih terjadi. Saat ini terdapat beberapa metodologi pengumpulan data dengan dukungan teknologi khususnya Big Data seperti MPD, pemanfaatan data e-commerce, CAWI, SBR dimana pemanfaatannya dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengumpulan data.

4. Aspek Budaya Hukum
Masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan kegiatan statistik disebabkan oleh kurangnya antusiasme masyarakat dan keengganan untuk menjadi responden. Hal tersebut terjadi karena minimnya kesadaran masyarakat dalam memahami fungsi data statistik untuk pembangunan nasional.

5. Aspek Pengarusutamaan Nilai-Nilai Pancasila
Terdapat beberapa pengaturan dalam UU Statistik yang tidak selaras dengan sila ke-2, sila ke-3, dan sila ke-4 Pancasila, antara lain:
a. Pasal 34 sampai dengan Pasal 40 UU Statistik yang mengatur tentang sanksi pidana dalam implementasinya tidak efektif diterapkan. Pengaturan sanksi pidana tersebut kurang relevan karena mengakibatkan minimnya partisipasi responden dalam penyelenggaraan kegiatan statistik. Sehingga, ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Sila ke-2 Indikator 1.
b. Pasal 17 UU Statistik yang mengatur tentang koordinasi dan kerjasama penyelenggaraan kegiatan statistik dalam implementasinya belum terlaksana dengan optimal dikarenakan tidak adanya standar dalam tata kelola data statistik yang berdampak pada ketidakjelasan perintah maupun koordinasi antara BPS dengan kementerian/lembaga lainnya. Sehingga, ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Sila ke-3 indikator 2, 3, dan 4.
c. Pasal 12 ayat (4) UU Statistik yang mengatur tentang kewajiban bagi instansi pemerintah yang menyelenggarakan statistik sektoral untuk menyerahkan hasilnya kepada Badan, dalam implementasinya pengaturan tersebut tidak mengatur standar integrasi pengelolaan data antara Pemerintah dan BPS yang berdampak pada ego sektoral antar kementerian/lembaga. Sehingga, ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Sila ke-3 indikator 5.
d. Pasal 7 UU Statistik yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan pengumpulan data statistik, dalam pelaksanaanya belum memiliki pedoman teknis terkait pengumpulan data dengan memanfaatkan teknologi sehingga kurang adaptif dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, ketentuan pasal tersebut bertentangan dengan Sila ke-4 indikator 2.
e. Frasa “wajib berhak” dalam Pasal 19 UU Statistik dalam implementasinya menyebabkan multiinterpretasi dan kesalahpahaman antar pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah. Sehingga, ketentuan tersebut bertentangan dengan Sila ke-4 indikator 2.

1. Aspek Substansi Hukum, diperlukan:
a. Perubahan Pasal 7 huruf d UU Statistik dengan menambahkan rumusan yang mengamanatkan pembentukan peraturan pelaksanaan terkait pengumpulan data menggunakan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Pengaturan penguatan peran koordinasi leading sector oleh BPS.
c. Pengaturan penguatan kerja sama statistik terpadu dengan pembagian tugas yang jelas dan tegas antara statistik dasar, sektoral, dan khusus.
d. Pengaturan tata kelola data statistik dalam bentuk Statistik Resmi Negara dengan pembinaan dan pengawasan.
e. Perumusan yang lebih jelas ketentuan Pasal 19 UU Statistik yang mengatur mengenai hak dan kewajiban penyelenggara statistik agar tidak menimbulkan multitafsir dalam pelaksanaannya.
f. Pengkajian ulang terhadap ketentuan pidana pada Bab X UU Statistik sehingga sifat sanksi pidana dalam UU Statistik dapat sebagai ultimum remedium dalam penerapannya.
g. Pengaturan sanksi administrasi seperti teguran tertulis, paksaan pemerintah, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha, dan/atau pencabutan perizinan berusaha bagi pelanggar yang melanggar ketentuan dalam UU Statistik agar efektivitas penerapan sanksi tersebut dapat terlaksana dengan efektif dan efisien.

2. Aspek Struktur Hukum, diperlukan:
a. Penguatan koordinasi dan kerja sama yang lebih efektif antara BPS dengan instansi pemerintah dengan mengurangi ego sektoral masing-masing lembaga demi terwujudnya tujuan pembangunan nasional.
b. Penguatan koordinasi dan pembinaan dalam menentukan kerangka proses bisnis statistik yang sesuai standar.
c. Optimalisasi kualitas pembinaan dan pengawasan oleh BPS dengan didukung oleh penguatan regulasi.
d. Dibuka forum komunikasi antara BPS dengan instansi pemerintah yang menyelenggarakan statistik dalam menentukan metodologi dan standarisasi agar meningkatkan peran proaktif dari pihak terkait dalam menjaga kualitas data statistik.

3. Aspek Sarana dan Prasarana, diperlukan:
a. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM yang dilaksanakan melalui perekrutan ASN dengan penambahan formasi jabatan fungsional statistisi dan pranata komputer.
b. Perlu dilaksankan optimalisasi kerja sama kegiatan statistik dengan perguruan tinggi dan asosiasi profesi.
c. Pemanfaatan teknologi dalam pengumpulan data sensus dengan memperhatikan kondisi geografis dan demografi Indonesia.
d. Pengkajian ulang terkait jangka waktu pelaksanaan pengumpulan data sensus tetap dilaksanakan sesuai jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sekali dengan memperhatikan kendala pelaksanaan yang ada; Atau, dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sekali dengan mempertimbangkan konsekuensi peningkatan anggaran dan dukungan sarana dan prasarana.
e. Peningkatan pemanfataan teknologi dalam pengumpulan data didukung dengan regulasi yang kuat.

4. Aspek Budaya Hukum, diperlukan:
Sosialisasi yang lebih masif dari BPS selaku instansi yang bertanggungjawab dalam penyelenggaraan kegiatan statistik nasional beserta pemangku kepentingan terkait dengan peran masyarakat dan juga jaminan kerahasiaan data pribadi masyarakat yang menjadi responden dalam kegiatan statistik. Sosialisasi tersebut dilakukan melalui berbagai media seperti iklan layanan masyarakat, media sosial, dan pendekatan melalui kelompok masyarakat tertentu guna memberikan pemahaman kepada masyarakat.

5. Aspek Pengarusutamaan Nilai-Nilai Pancasila:
a. Sanksi pidana seharusnya hanya ditujukan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa alasan yang sah menghalangi jalannya penyelenggaraan statistik. Sedangkan, untuk responden yang tidak berperan aktif dalam penyelenggaraan statistik tidak diperlukan pengenaan sanksi pidana, melainkan cukup dengan menggunakan pendekatan “persuasif”.
b. Perlu adanya aturan baku (standar) terkair tata kelola dan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan kegiatan statistik.
c. Perlu adanya pedoman terkait pengintegrasian data antara pemerintah dan BPS ke dalam Sistem Statistik Nasional dengan mencantumkan hak dan kewajiban, baik dari BPS maupun kementerian/lembaga lainnya.
d. Perlu adanya peraturan pelaksana yang mengatur tentang mekanisme pengumpulan data dengan pemanfaatan teknologi.
e. Perlunya perubahan dalam rumusan Pasal 19 UU Statistik sepanjang frasa ‘wajib berhak’ agar tidak menimbulkan multitafsir.